Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Toleransi beragama selalu menjadi topik hangat yang terus diperbincangkan. Belum lama beredar himbauan Kementrian Agama tentang pemasangan spanduk ucapan selamat hari raya Nasrani dan Tahun Baru 2022 di Sulawesi Selatan (hidayatullah.com, 18/12/2021).
Tentu hal ini memantik protes warga Makassar. Salah satunya, Sayful Al Ayyubi, sekretaris FPI wilayah Makassar. Sayful menanyakan, mengapa tidak ditujukan hanya pada instansi dan sekolah Kristiani saja? Sayful juga memaparkan bahwa kaum muslim merujuk secara konstitusi pada fatwa MUI nomor 5 tahun 1981 tentang Natal Bersama, haram bagi umat Islam mengucapkan dan merayakan Natal Bersama. Lagi pula himbauan tersebut akan menimbulkan multi tafsir di kalangan masyarakat apalagi dengan perayaan tahun baru. Nantinya masyarakat awam akan mengartikan boleh merayakan tahun baru, padahal ini kan masih situasi pandemi (faktakini.com, 15/12/2021).
Tak hanya Sayful, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, KH. Muhyidin pun berpendapat serupa. KH Muhyiddin menilai hal tersebut merupakan bukti nyata moderasi beragama yang salah kaprah dan sebagai bentuk pemaksaan kehendak.
KH Muhyiddin mengatakan, fanatisme kepada kebenaran absolut beragama adalah sebuah kewajiban. Sementara fanatisme kepada pendapat individu dan golongan akan melahirkan paham dan budaya kultus individu. Hal itu, diharamkan dalam Islam. (arrahmah.com, 15/12/2021).
Penghormatan terhadap kepercayaan agama lain (selain Islam) disinyalir dapat menumbuhkan toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Namun, ternyata pandangan ini keliru. Justru, penghormatan yang tak sesuai syariat akan menimbulkan kerusakan akidah. Kerusakan akidah bermuara pada bobroknya iman dan takwa seorang muslim.
Di sisi lain, radikalisme, fanatisme selalu dikaitkan dengan kaum muslimin. Tentu saja, ini merupakan fitnah besar bagi kaum muslimin. Tujuannya agar dapat memandang ide moderasi sebagai ide "baik" menghadapi segala kerusakan dunia. Tentu ide ini adalah ide buruk yang membuat akidah umat makin terpuruk.
Toleransi beragama termasuk dalam salah satu agenda moderasi Islam yang terus digencarkan kaum Barat. Guna menghancurkan dan menghalangi kebangkitan kaum muslimin. Inilah hasil pemikiran sesat dari sistem sekulerisme yang sungguh menyesatkan kaum muslimin.
Sistem yang menihilkan aturan agama dalam mengatur kehidupan, sekulerisme, menciptakan banyak kejanggalan dalam penerapannya. Penghormatan terhadap kepercayaan umat beragama lain dijadikan fokus dalam menghadapi masalah hidup. Padahal sebetulnya, fokus sukses hidup di dunia dan akhirat adalah taat syariat.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, yang artinya,
"Dan hendaklah engkau memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memerdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Ma'idah, ayat 49)
Tercantum dengan jelas dalam Al Quran, QS. Al Maidah, ayat 49, bahwa setiap manusia wajib hukumnya memutuskan perkara sesuai dengan hukum Allah. Sesuai dengan syariat yang Allah SWT turunkan. Tak ada pilihan lain.
Segala syariat hanya dapat sempurna diterapkan dalam sistem yang benar. Yaitu Sistem Islam. Satu-satunya sistem yang dapat ciptakan sejahtera lahir dan batin bagi umat. Sistem yang sempurna memelihara akidah umat dan seluruh aspek kehidupan manusia dunia akhirat. Sistem Islam dalam wadah Khilafah Manhaj An Nubuwwah, sesuai teladan Rasulullah SAW.
Wallahu a'lam bisshowwab.