Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Sebanyak 51 pegawai KPK akan diberhentikan setelah tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK yang kontroversial. Ada sederet contoh soal TWK KPK yang mendapat sorotan publik.
Diketahui KPK mengumumkan hasil asesmen tes alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada Rabu (5/5). Hasilnya sebanyak 75 pegawai tidak memenuhi syarat, di mana tes diikuti oleh 1.351 pegawai. Setelah melalui sederet pertimbangan, sebanyak 24 pegawai KPK yang tak lolos TWK akan dibina, tapi 51 pegawai lainnya tidak dapat 'diselamatkan'.
Melalui Twitter, eks juru bicara KPK Febri Diansyah menyoroti salah satu contoh soal TWK KPK. Pegawai KPK diharuskan memilih Al-Qur'an atau Pancasila.
"Pilih yang mana, Al-Qur'an atau Pancasila mengingatkan saya pada pertanyaan tes wawasan kebangsaan KPK," tulis Febri melalui akun Twitter-nya, @febridiansyah, Selasa (1/6/2021).
Diceritakan Febri, sang pegawai itu akhirnya memilih Al-Qur'an dan Pancasila dalam konteks yang berbeda.
"Pegawai jawab, dalam konteks beragama saya memilih Al-Qur'an. Dalam konteks bernegara, saya memilih Pancasila. Pewawancara mendesak beberapa kali, harus pilih salah satu, dan seterusnya," kata Febri.
"Sampai hari ini, tidak ada penjelasan yang clear dari penyelenggara tes tentang pertanyaan-pertanyaan kontroversial tersebut. Wawasan kebangsaan apa yang dikehendaki? Sungguh menyedihkan," ujarnya.
Bahkan seorang pegawai perempuan KPK yang menjadi sumber informasi detikcom menyampaikan salah satu contoh soal TWK KPK yang diujikan. Ia ditanya perihal jilbab, bila enggan melepas jilbab, pegawai perempuan itu dianggap lebih mementingkan diri sendiri.
"Aku ditanya bersedia nggak lepas jilbab. Pas jawab nggak bersedia, dibilang berarti lebih mementingkan pribadi daripada bangsa negara," ucap pegawai KPK itu, Jumat (7/5).
Termasuk pertanyaan tentang ucapan selamat natal serta pertanyaan terkait pendapatnya tentang LGBT. https://news.detik.com/berita/d-5590730/contoh-soal-twk-kpk-yang-jadi-sorotan-publik.
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK ini menggambarkan profiling ASN sejalan dengan arus moderasi, yakni yang bisa menempatkan isu kebangsaan lebih tinggi dibanding prinsip agama.
Pertanyaan kontroversial yang mengangkat isu-isu populer seputar toleransi termasuk terhadap LGBT sesungguhnya tidak relevan dengan tupoksi kerja ASN KPK, namun dipaksakan untuk tetap hadir mengingat inilah isu penting mederasi beragama.
ICW pun bingung terhadap tolok ukur pegawai KPK yang dianggap memiliki wawasan kebangsaan, sebab tugas penyidik yang menangkap para koruptor sudah melampaui batas cinta kepada Tanah Air. Namun bila tes wawasan kebangsaan yang dimaksud adalah harus mengikuti arus moderasi beragama yang tunduk pada nilai-nilai Barat sekuler tentu harus ditolak. Pasalnya, sekulerisme inilah yang telah terbukti membuat negeri ini terpuruk hingga sekarang, melalui sekulerisme lahirlah tananan ekonomi kapitalistik-liberalistik.
Lahir perilaku politik oportunistik-machiavelistik, akhirnya kegiatan politik dilakukan sekedar demi jabatan dan kepentingan sempit lainnya. Segala cara pun ditempuh untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Ini pula yang menjadi salah satu faktor utama tingginya perilaku korupsi di negeri ini.
Moderasi beragama atau moderasi Islam sebenarnya pesanan musuh-musuh Islam untuk memperlemah umat Islam itu sendiri. Tidak ada tuntunan dalam Islam agar menjadi muslim yang moderat atau melakukan moderasi Islam baik dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah.
Di dalam ajaran Islam, seorang muslim dituntut untuk menjadi muslim sebenarnya, yakni muslim kaffah.
Allah Swt Berfirman : "Wahai orang-orang yang beriman ! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu,"(Qs. Al-Baqarah : 208).
Kata as-silm atau as-salm disini berarti Islam. Laksanakan Islam secara total, tidak setengah-setengah, dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan yang menyesatkan dan memecah belah kamu.
Memang benar sebagian umat Islam memandang Islam wasathiyah, sebagamana firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah ayat 143 yang artinya "Demikian pula kami telah menjadikan kalian umat-(an) wasath (an) agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan kalian,"
Kata wasath(an) ditafsirkan sebagai pertengahan, yaitu tidak radikal dan tidak liberal. Padahal, penafsiran kata wasath(an) di sini jauh dari pemaknaan tersebut.
Imam al-Qurtubhi di dalam tafsirnya menjelaskan : "Wasath adalah al-adl (adil). Asalanya, yang paling terpuji dari sesuatu adalah awsath-nya"
"Maknanya bukan wasath yang merupakan pertengahan antara dua hal (dua kutub)".
Imam Ibn Katsir menjelaskan di Tafsir Ibn Katsir, "Wasath di sini adalah al-khiyar wa al-ajwad (yang terbaik, pilihan, dan paling bagus)"
Setatus sebagai umat terbaik tidak bisa dilepaskan dengan risalah yang didatangkan pada umat Islam, yaitu Risalah Islam. Ketika umat ini dijadikan sebagai ummat(an) wasath(an) "Allah mengkhususkan mereka dengan syariah paling sempurna, manhaj paling lurus, dan mazhab paling jelas,"
Abu Bakar Ibn al-Arabi dalam Ahkam am-Quran mengatakan, "Sebagian mereka mengatakan kata wasath dari wasath asy-syay (tengah-tengah sesuatu).."
"Padahal wasath dengan makna pertemuan (titik tengah) dua kutub itu tidak ada ruang untuk masuk di sini.."
"Sebab, umat Islam adalah umat terakhir yang dimaksudkan tidak lain adalah al-khiyar al-adl (yang terbaik, pilihan, dan adil).."
Hal itu ditunjukan oleh firman Allah setelahnya, "Agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian,"
Walhasil, sikap wasath bukanlah sikap moderat atau kompromi dan selalu mengedepankan jalan tengah. Sikap wasath tak lain adalah sikap adil yaitu menempatkan segala sesuatu pada posisinya sesuai dengan hukum syara. Dari sini jelaslah bahwa Islam moderat bukanlah bagian dari ajaran Islam, dan yang dimaksud dengan moderasi Islam tidak lain bertujuan untuk menyingkirkan ajaran Islam kaffah yang murni dan dianggap tidak moderat.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini