Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Pemerintah berencana akan menaikan tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan non subsidi pada 2022 mendatang dengan skema adjustment.
Menanggapi hal tersebut, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyanto mengatakan, rencana mengenai tarif adjustment ini memang sudah lama didengungkan.
"Adjustment atau penyesuaian tarif ini biasanya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kurs dollar, inflasi dan juga harga minyak dunia," kata Agus saat dihubungi Tribunnews, Jumat (3/12/2021).
Penyesuaian tarif menurut Agus, merupakan hal yang wajar dan dapat diterima ketika dibarengi dengan layanan yang ditingkatkan oleh penyedia layanan dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut jika kondisi pandemi Covid-19 membaik, maka kemungkinan besar tariff adjustment ini akan diterapkan kembali sesuai aturan awal pada 2022.
Sebanyak 13 golongan masyarakat pelanggan listrik non-subsidi perlu bersiap dengan kenaikan tarif mulai tahun depan.
Dikutip dari KompasTV.com Pemerintah bersama Badan Anggaran DPR RI tengah membahas penyesuaian kembali tarif tenaga listrik atau tarif adjustment yang akan diterapkan bagi mereka pada tahun depan.
Besaran kenaikan tarif belum ditetapkan karena akan disesuaikan dengan kondisi perekonomian seiring pandemi Covid-19 yang membaik.
"Tarif listrik bagi golongan pelanggan non-subsidi ini bisa berfluktuasi alias naik atau turun setiap 3 bulan disesuaikan dengan setidaknya tiga faktor, yakni nilai tukar mata uang, harga minyak mentah dunia, dan inflasi," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana, seperti dikutip Antara, Selasa (1/12/2021).
https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/12/03/tarif-listrik-akan-naik-pada-2022-ylki-minta-pemerintah-tingkatkan-pelayanan
Bagaikan tikus yang sekarat di lumbung padi, itulah perumpamaan paling tepat untuk menggambarkan kondisi rakyat Indoinesia saat ini. Meski negeri ini kaya akan energi rakyatnya justru tengah dicekik oleh kenaikan tarif listrik yang semakin menyayat hati, bahkan kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi pada masa pandemi nyatanya tidak mampu memberikan solusi.
Tentu kita mengetahui, dalam kacamata kapitalis kebijakan ekonomi neoliberal merupakan satu-satunya cara dalam pengembangan ekonomi yang harus tunduk kepada para pemilik modal alias korporasi.
Dimana kebijakan ekonomi neoliberal yang diadopsi negeri ini, semakin membuat peran negara kian tereliminasi.
Disisi lain privatisasi BUMN semakin menjadi-jadi di negeri ini, sehingga menjadikan semua layanan publik ikut merangkak naik akibat manajemen ala korporasi. Betapa kebijakan ekonomi neoliberal sama sekali tidak ada yang pro rakyat, yang terjadi justru sebaliknya kesejahteraan hanya akan dirasakan oleh kalangan konglomerat sementara nasib rakyat tetap sengsara dan makin melarat.
Dari sini jelaslah bahwa keberadaan subsidi hanya salah satu resep kapitalis dalam mengatasi gejolak rakyat, bukan semata-mata tanggung jawab negara untuk melayani dan mensejahterakan rakyat.
Karena faktanya, subsidi yang diberikan itu pun terus berkurang setiap tahunnya.
Kesalahan kebijakan ini bukan hanya pada layanan yang kurang memenuhi harapan meski TDL sudah mahal, namun lebih mendasar kesalahan terletak pada negara yang memerankan diri sebagai pedagang yang menjual layanan energi yang bersumber dari milkiyah ammah kepada rakyat dengan perhitungan untung dan rugi.
Hidup Sejahtera Hanya Dengan Islam.
Dalam pandangan Islam, masyarakat dikatakan sejahtera bila sudah terpenuhi dua kriteria yakni, terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu rakyat serta terjaga dan terlindunginya agama, harta, jiwa, akal, dan kehormatan manusia.
Rasulullah Bersabda : "Imam itu laksana penggembala dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyat yang digembalakanya,"HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad).
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api,"(HR.Abu Dawud).
Dari kedua hadist di atas bahwa kepala negara bertanggung jawab atas rakyatnya tak terkecuali perihal energi yang seharusnya bisa diberikan secara cuma-cuma dan haram untuk dikomersialisasi.
Di dalam Islam negara bertanggung jawab dalam pengelolaan harta publik secara baik dan hasilnya wajib dikembalikan kepada seluruh rakyat agar setiap individu bisa memamfaatkanya tanpa dipungut biaya. Hanya dengan sistem Islam distrbusi harta dapat disalurkan secara merata, dimana negara menjamin segala kebutuhan seluruh individu masyarakat, serta memberi mereka peluang untuk memanfaatkannya.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini