Solusi Islam Atasi Kekerasan pada Perempuan Bukan Sekedar Hari Peringatan



Oleh: Neng Ipeh
 (aktivis BMI Community Cirebon) 

Belum lama ini, komunitas pecinta kereta api yakni Edan Sepur bersama Humas PT KAI Daop 3 Cirebon menggelar kampaye antikekerasan terhadap perempuan dan anak. Kampanye tersebut dilakukan dengan membentangkan spanduk, berisi ajakan menentang kekerasan terhadap perempuan dan anak, membagikan souvenir menarik dan balon, serta membagikan handsanitiser dan masker kepada para penumpang kereta api juga masyarakat di Stasiun Cirebon, Sabtu tanggal 11 Desember 2021 lalu. 

“Kami berharap, dengan adanya gerakan kampaye ini, bisa menjadi momentum untuk menyadarkan masyarakat. Agar bersama-sama melakukan gerakan sosial,dalam hal pelindungan kepada perempuan dan anak. Sehingga kasus pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak terjadi lagi,” ungkap Manajer Humas PT KAI Daop 3 Cirebon Suprapto. (radarcirebon.com/12/12/2021)

Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 25 November 2021 menjadi awal kampanye untuk mencegah dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Setiap tahunnya, dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional diadakan kampanye selama 16 hari yang biasa disebut 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence). Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.

Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2021, kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2020 terdiri dari kasus yang ditangani oleh: 
1. Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama sejumlah 291.677 kasus; 
2. Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234 kasus; 
3. Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan sebanyak 2.389 kasus, dengan catatan 2.134 kasus merupakan kasus berbasis gender dan 255 kasus di antaranya adalah kasus tidak berbasis gender atau memberikan informasi.

Dalam rentang 16 hari, Komnas (Komisi Nasional) Perempuan mengajak berbagai komponen masyarakat untuk membangun strategi pengorganisiran dan menyepakati agenda bersama yakni:

1. Menggalang gerakan solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM

2. Mendorong kegiatan bersama untuk menjamin perlindungan lebih baik bagi para survivor atau penyintas (korban yang sudah mampu melampaui pengalaman kekerasan)

3. Mengajak semua orang untuk terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Padahal sesungguhnya kejahatan pada perempuan tidak akan selesai hanya dengan kampanye dan melegalisasi undang-undang. Sementara ideologi yang menaungi negaranya adalah ideologi kapitalisme yang merendahkan perempuan. Kekerasan terhadap perempuan adalah sesuatu yang lumrah dalam sistem kehidupan yang Kapitalistik. Karena Kapitalisme tidak menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang harus di jaga. 

Islam dengan seperangkat aturannya telah menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga. Perempuan harus diberi perlindungan dan dijaga kehormatannya, termasuk di dalamnya terhadap kekerasan. 

Pertama, syariat mengatur agar kehormatan perempuan terpelihara. Karena perempuan adalah mitra laki-laki, dimana interaksi keduanya adalah ta’awun (tolong menolong). Dari pengaturan tersebut, tugas pokok perempuan adalah ummun warobatul baiti (Ibu dan pengatur rumah tangga). Dengan pengaturan yang jelas seperti ini, perempuan akan terlindungi dari kekerasan di ruang publik, karena kesehariannya adalah di rumah. Sejalan dengan itu, Islam telah mewajibkan pada laki-laki untuk menanggung nafkah perempuan. Pembagian peran ini, bukanlah bentuk diskriminasi seperti yang digaungkan oleh para feminis. Namun pembagian tugas ini adalah sebuah bentuk kerja sama yang saling mengoptimalkan potensi fitrahnya. 

Kedua, syariat Islam menjamin perlindungan perempuan dari tindakan kekerasan di rumah. Dengan adanya syariat pernikahan yang menjamin hak dan kewajiban bagi suami istri, maka jika ada yang menistakan salah satu pihak, berarti sama saja sedang melanggar syariat Allah Subhanahu wata'ala. Oleh karena itu, syariat mendorong agar laki-laki ataupun perempuan menikah atas dasar agamanya, bukan hartanya, keturunannya atau fisiknya. Sehingga, bekal keimanan dalam mengarungi bahtera rumah tangga adalah modal terbesar dalam kokohnya bangunan sebuah keluarga.

Ketiga, syariat Islam juga memberikan perlindungan kepada perempuan secara menyeluruh. Melarang aktivitas yang menjadikan perempuan sebagai komoditas sehingga merendahkan derajatnya. Menerapkan sanksi tegas pada segala bentuk pelecehan. Sehingga perempuan bisa aman jika berada di ruang publik. Perempuan pun bisa berkiprah di politik dan berkontribusi dalam kemaslahatan umat tanpa mengabaikan kewajiban utamanya sebagai ibu dan manajer rumah tangga. Perempuan tidak dibebani dengan urusan nafkah. Inilah yang menjadikan perempuan dalam Islam justru bisa memiliki semuanya.

Sayangnya, syariat tentang perlindungan terhadap perempuan ini, sungguh mustahil diterapkan dalam sistem pemerintahan yang berideologikan kapitalisme. Syariat ini hanya bisa diberlakukan dalam sistem pemerintahan Khilafah yang menerapkan seluruh syariat Allah Subhanahu wata'ala. Karena penerapan satu sistem tentu membutuhkan keterkaitannya dengan sistem lain. Sehingga tidak bisa pada akhirnya kita berharap hanya menegakkan aturan Islam dalam hal untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan saja.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak