Oleh : Ummu Hanif
(Pemerhati Sosial Dan Keluarga)
Sebagaimana yang telah kita ketahui, di tahun 2021 ini pengarusutamaan moderasi beragama sudah dilaksanakan pada berbagai aksi. Ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan pelatihan, penyiapan infrastruktur, penyusunan model dan revisi buku ajar dan pengumpulan sumber belajar serta insersi moderasi beragama pada berbagai aktivitas pada pendidikan Islam.
Peran strategis Kementrian agama untuk melaksanakan program ini terkmaktub dalam Peraturan Presiden No. 18 tahun 2020, dimana Kementerian Agama RI diposisikan sebagai leading sector terkait moderasi beragama. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam secara khusus telah mengeluarkan kebijakan Nomor 7272 Tahun 2019 Tentang Pedoman Implementasi Moderasi Beragama Pada Pendidikan Islam.
Sejak Februari sampai Agustus 2021 Ditjen Pendis menyiapkan pedoman teknis implementasi moderasi beragama dalam bentuk modul. Ada empat modul moderasi beragama sudah disiapkan yaitu; 1) Modul pendidikan karakter melalui moderasi beragama. 2) Modul penguatan wawasan moderasi beragama. 3) Modul integrasi moderasi beragama pada pendidikan agama Islam. 4) Modul pengembangan dan pengelolaan kegiatan moderasi beragama bagi peserta didik. (www.republika.co.id, 29/11/2021)
Jika kita mengacu tentang makna dan maksud moderasi islam sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum (Ketua Kelompok Kerja Moderasi Beragama Kementerian Agama RI) yang dimuat dalam kemenag.go.id. bahwa moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama, dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa, maka agenda moderasi sarat akan bahaya. Terlebih dia menambahkan bahwa moderasi agama dibutuhkan karena adanya sikap ekstrem dalam beragama.
Padahal bagi seorang Muslim, dia harus memiliki keyakinan kuat bahwa Islamlah ajaran yang benar, bahwa ajaran Islam akan mengangkat martabat manusia, ajaran Islam menyelamatkan manusia dari kejahiliyahan. Seorang Muslim juga dituntut untuk membuktikan keimanannya dengan menunjukkan ketundukan penuh pada ketentuan hukum yang sudah ditetapkan Allah dan Rasul SAW. Bahkan tidak boleh baginya ada pilihan lain. Ketaatan sempurna inilah yang sekarang dirusak paham moderasi agama dengan penyematan gelar ekstrem pada siapa pun yang sungguh-sungguh ingin menerapkan ajaran agama. Boleh jadi ketaatan masih dibiarkan selama sesuai dengan versi mereka.
Bisa ditebak akhirnya, jika generasi muda Islam memiliki kelemahan pemahaman tentang hakikat hidup sebagai hamba Allah, karena telah dirusak dan diracuni oleh paham sekularisme dan liberalisme, maka yang mereka tampakkan bukan sosok ‘Ibadurrahman yang taat, tetapi generasi serba bebas dan bergelimang maksiat.
Dengan kacamata moderat, sikap konsisten pada kebenaran dan semangat untuk menyebarkan ajaran Islam bisa dituduh intoleran. Serangan terhadap ajaran Islam yang terus terjadi serta tuduhan ekstrem pada pengembannya bisa menjadi faktor yang akan melemahkan semangat dakwah serta semangat untuk membela agamanya.
Alih-alih menjadi pengemban dakwah yang andal dan istikamah, generasi muslim dewasa ini dicetak untuk menjadi duta Islam moderat, penjaga sistem demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis, serta pendukung agenda barat (duta perdamaian, promotor program-program kapitalis). Padahal, berbagai gelar dan penghargaan tersebut sejatinya jebakan yang dipasang untuk menjauhkan generasi Muslim dari identitas hakiki sebagai khairu ummah. Wallahu a’lam bi ash showab.