Program OPOP Untuk Kepentingan Siapa?



Oleh : Nurul Putri

Ummu Warrabtul bayt dan Pegiat Dakwah

One Pesantren One Product yang kemudian disingkat menjadi OPOP adalah salah satu kegiatan dari program Gubernur Jawa Barat periode tahun 2019-2023 yang disebut Program “Pesantren Juara” dalam rangka mendorong pemberdayaan pesantren agar mempunyai produk unggulan serta mampu mandiri secara ekonomi. Menurut berita yang dikutip dari ihram.co.id jakarta, sebanyak 1.000 pondok pesantren di setiap kota/kabupaten se-Jawa Barat yang memiliki produk unggulan akan mendapatkan bantuan pengembangan Program One Pesantren One Product (OPOP) tahun anggaran 2021, demikian kata Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat, Kusmana Hartadji, usai acara seleksi pesantren untuk program OPOP di Kabupaten Garut, Kamis (17/6). Program OPOP telah berjalan selama tiga tahun yang setiap tahunnya banyak pesantren di setiap kota/kabupaten antusias untuk mengikutinya dan akan tercatat pada OPOP 2021.

Seperti diketahui, OPOP adalah program yang dirancang untuk mendorong kemandirian ekonomi pesantren di Jabar. Pesantren didorong dan didampingi untuk mengembangkan kewirausahaan. Kebanyakan pesantren-pesantren ini dari desa, mereka berharap nantinya bisnisnya akan mendunia. Padahal kalau kita teliti lebih dalam program ini justru akan membiaskan peran pesantren yang harusnya sebagai lembaga pendidikan agama malah teralihkan dengan kegiatan duniawi yang tidak semestinya diajarkan dalam pondok pesantren, ini lebih mengarah kepada sistem kapitalis. Para santri secara tidak langsung pun akan disibukkan dengan urusan meraih dunia sehingga melupakan kewajiban dan prioritas utama aktivitasnya, yaitu dakwah dan mencetak generasi qur'ani.

Bisa jadi ketika OPOP ini semakin berkembang, lembaga pesantren justru bisa teralihkan menjadi lembaga bisnis, yang akhirnya tidak memungkinkan mampu mencetak output pesantren yg tafaqquh fiddin dan menjadi calon ulama besar karena mereka dimanipulasi dan diarahkan ke hal "mencari uang" bukan fokus kepada mendalami imu Islam secara kaffah.

Dengan maksud akan mandiri dan berdaya, meyakinkan diri bahwa pesantren bisa menghidupi dirinya sendiri, mengembangkan fasilitas, sarana dan prasarana, bahkan bisa menyejahterakan masyarakat di sekitarnya. Citra pesantren yang hidup pas-pasan hanya dari dana wali santri atau sumbangan donatur kini bisa diusir jauh-jauh. Namun, pada dasarnya terlihat jelas bahwa negara tidak mampu mengelola tanggung jawabnya untuk menjamin akses biaya pendidikan rakyatnya sehingga membuat program yang seharusnya tidak dilakukan di lingkungan pesantren. Padahal, pesantren harus difokuskan untuk menimba ilmu, mencetak generasi para ulama dan menjadi pengemban dakwah islam yang berkelanjutan.

Menguasai ilmu agama adalah kewajiban, bisa berbisnis pun tidak ada salahnya tapi jangan sampai santripreneur itu kemudian mengalahkan sebagai santri yang tafaqquh fiddin. Sebenarnya jika ingin mencetak entrepreneur sebaiknya di tempat lain, bukan pesantren. Karena orang tua itu memasrahkan dan menitipkan anaknya kepada kiai dan ulama di pesantren untuk diajari ilmu agama, bukan disuruh menjadi pebisnis yang sukses duniawi. Di sinilah tampak kekuasaan kapitalisme menjalar ke seluruh aspek kehidupan. Sehingga tak mampu mengendalikan tujuan kehidupan. Pesantren sejatinya menjadi tempat kebangkitan umat Islam berlandaskan syariat Islam kaffah, namun menjadi berbeda, hal inilah yang dibutuhkan umat sekarang mendambakan pemimpin yang mampu mengelola negara dan menegakan syariah Islam.

Setelah menghadapi problematika yang ada di Indonesia, khususnya terkait masalah pendidikan, kurikulum pendidikan harus berdasarkan aqidah Islam, karena apabila aqidah Islam sudah menjadi asas yang mendasar bagi kehidupan seorang Muslim, maka seluruh pengetahuan yang diterima seorang muslim harus berdasarkan aqidah Islam pula. Dalam Islam, tujuan kurikulum dan pendidikan Islam adalah membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik itu mengenai aqidah, maupun hukum. Pembentukan syakhsiyah Islam (kepribadian Islam) pada diri seorang santri di pondok juga sebenarnya salah satu tujuan pendidikan. Sehingga apapun permasalahan yang akan terjadi pemikiran dan tindakan yang dilakukan akan tertuju kepada solusi syariat Islam.

Khilafah Islam memiliki sistem pendidikan yang bebas biaya. Ini benar-benar diterapkan di kalangan umat. Bukan hanya janji yang sama sekali tidak terealisasi. Hal ini membuat keadaan kaum Muslimin sangat terbelakang dalam bidang pengetahuan akibat kurikulum yang dilahirkan ide-ide kapitalisme, yang memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Mencari solusi permasalahan hidup ada dalam Al Quran, Allah SWT berfirman: “Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati ( Q.S Al-Baqarah: 38).

Waullahu'alam Bii ashwawwab




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak