Oleh Mey Ar-rashida
Pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR) sebesar Rp 275.000 (jawa-Bali) dan Rp 300 (luar jawa-bali). Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Nomer HK.02.02/1/3843/2021. Penetapan penurunan harga ini dilakukan setelah banyaknya desakan dari masyarakat, dan juga audit dari Kementrian Kesehatan RI dan BPKP terhadap komponen alat dan jasa untuk pelaksanaan PCR test. Sebelumnya pemerintah pada Agustus lalu, Kementrian Kesehatan juga menurunkan harga PCR dari Rp 900ribu menjadi maksimal RP 495 ribu untuk jawa dan bali. Rp 525 ribu untuk luar jawa dan Bali. (CNBC indonesia,30/10/2021).
Penentuan HET mendapat protes dari kalangan pengusaha di bidang kesehatan, hal ini memberatkan pelaku kesehatan. Sektretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia, Randy H. Teguh mengatakan, “RS, Klinik dan Laboratorium dapat dikatagorikan terdesak, jika tidak melakukan layanan untuk mereka akan ditutup, tetapi kalau mereka melakukan,ya buntung”. Randy pun memminta kepada pemerintah agar pihaknya dilibatkan dalam penentuan harga PCR untuk keberlangsungan layanan kesehatan saat pendemi. (Kumparancom.13/11/2021).
Sementara itu, CEO Cito Clinical Laboratory Dyah Anggraeni mengatakan, berdasrkan simulasi yang dilakukan pihaknya dengan harga Reagen open system sebesar Rp 96 ribu, harga PCR seharusnya di atas Rp 300 ribu (Solopos.com, 13/11/2021)
Biaya tes PCR masih berpotensi turun lagi dari harga sekarang yakni Rp 250 ribu. Prediksi ini disampaikan oleh Derektur Utama PT. Bio Farma, Honesti Basyir saat hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI (9/11/2021). Tuturnya, saat ini pihak Bio Farma tengah berupaya untuk mematok harga tes PCR yang lebih murah, salah satunya dengan menggunakan BioSaliva. Honesti mengklam, tes PCR dengan BioSaliva dapat dilakukan mudah dan nyaman bagi pengguna. Selain itu petugas kesehatan tidak perlu menggunakan APD, sebab sempel tidak diambil oleh mereka, melainkan oleh pasiennya sendiri. Ini juga mengurangi biaya pengeluaran layanan kesehatan.(Tribunnews.com, 10/11/2021)
Masalah Kesehatan Berbayar ala Kapitalis.
Inilah fakta bahwa adanya komersialisasi dibidang kesehatan terjadi. Keberatan penurunan HET oleh para pengusaha di bidang kesehatan ada yang beranggap, berakhir pada kerugian, meskipun ada pilihan Reagen yang harganya lebih murah. Mulai dari harga RP 13 ribu, Rp 60 ribu,hingga 190 ribu rupiah. Atau metode baru yang dikembangkan oleh Bio Farma. Sementara itu rakyat semakin menderita bila HET dinaikan bahkan dengan harga yang sudah diturunkan, masih banyak rakyat yang merasa sulit untuk melakukan tes PCR. Rakyat sangat membutuhkan peran negara dalam penyediaan layanan kesehatan apalagi di masa Pandemi Covid-19 yang telah mengguncang semua lini kehidupan.
Sistem kapitalis yang dianut negara ini, menjadikan negara berlepas diri dari tanggung jawab menyediakan layanan kesehatan rakyatnya. Ketidak mampuan negara dalam mengurusi rakyatnya, membuat negara membuka keran seluas-luasnya bagi pengusaha kesehatan untuk melakukan layanan kesehatan. Alhasil terjadi komersialisasi terhadap layanan kesehatan. Rakyat semakin terbebani dengan layanan kesehatan berbayar.
Lantas bagaimana seharusnya yang dilakukan negara dalam melayani kesehatan bagi rakyatnya ?
Layanan Kesehatan Gratis dalam Islam
Layanan gratis?. Apa mungkin?. Layanan kesehatan gratis sangat mungkin bisa terwujud. Asalkan kita mau diatur dengan islam di setiap lininya. Dari sistem pemerintahanya, pendidikan, ekonomi, kesehatan dan pergaulan. Semua haruslah dari islam. Inilah yang sudah dicontohkan dan diterapkan baginda Rasulullah SAW dan para kholifah sesudahnya.
Rasulullah bersabda,” Pemimpin negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus”(HR Bukhori).
Pemimpin negara (Kholifah), menyadari bahwa dirinya pelayan urusan rakyat. Sehingga kholifah wajib menyediakan sarana kesehatan, rumah sakit, obat-obatan, tenaga medis dan sebagianya secara mandiri. Negara tidak menjual layanan kesehatan kepada rakyatnya.
Negara tidak boleh menyerahkan layanan kesehatan ketangan pengusaha. Hal ini karena, hanya negara yang diberi kewenangan dan tanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara. Sudah menjadi tanggung jawab negara memberikan jaminan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara baik bahkan gratis.
Dalam islam, jaminan kesehatan memiliki empat sifat; Pertama haruslah bersifat Universal. Tidak membeda-bedakan rakyatnya. Kedua.Gratis, tidak berbayar. Ketiga.Seluruh rakyat mudah mengakses layanan kesehatan. Keempat. Pelayanan kesehatan mengikuti kebutuhan medis, dan tidak dibatasi oleh jaminan kesehatan ala kapitalis seperti BPJS.
Negara juga memberi perhatian serius terhadap penelitan dan pengembangan di dunia kesehatan. Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran islam berkembang pesat. Pada masa kejayaan islam, rumah sakit tak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu dan penelitian para dokter. Tak heran, bila penelitian dan pengembangan begitu gencar telah menghasilkan ilmu medis baru.
Pengelolaan keuangan kholifah yang bagus,terbukti mampu membiayai layanan kesehatan hingga menggratiskan semua pelayanan kesehatan.
Mungkin saja pelayanan kesehatan di negeri kita ini akan gratis. Hal ini dapat terwujud bila semua dikembalian ke sistem islam kaffah. Wallahu a’lam bishshawab.
Tags
Opini