Oleh Khaulah
Aktivis BMI Kota Kupang
Wacana Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang akan digantikan dengan robot Artificial Intelligence (AI) kembali ramai diperbincangkan. Wacana ini muncul selaras dengan rencana Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang akan lebih banyak memanfaatkan kemajuan teknologi ke depannya. Dalam rencananya, jumlah PNS akan dikurangi secara bertahap serta tugas-tugas yang selama ini dilakoni manusia akan diambil alih oleh robot (Indozone.id, Minggu 28 November 2021).
Sejatinya, telah ada pertanda nyata akan wacana tersebut, ialah jumlah PNS berkurang terus tiap tahun. Jumlah PNS berstatus aktif per 30 Juni 2021 adalah 4.081.824 atau mengalami penyusutan 3,33% dibandingkan dengan 31 Desember 2020. Penurunan jumlah PNS ini dialami sejak tahun 2016.
Seperti yang diungkap Kepala Biro Humas Hukum dan Kerja Sama BKN Satya Pratama, bahwa transformasi digital sudah dilaksanakan semenjak adanya arahan Presiden Joko Widodo di tahun 2019 lalu, memulai terobosan di era revolusi industri 4.0, Beliau menyampaikan bahwasanya AI juga tengah dilakukan oleh negara lain. Dengan begitu, pekerjaan yang dilakukan tidak bertele-tele.
Selain itu, diungkap pula bahwasanya dengan penggunaan teknologi, tidak hanya efektivitas birokrasi yang dicapai melainkan juga penghematan anggaran. Hal ini karena dengan banyaknya jabatan yang digantikan teknologi, maka negara tentu tidak perlu mengeluarkan gaji bagi PNS. Sehingga anggarannya akan dialokasikan untuk kepentingan yang langsung dirasakan oleh masyarakat.
Pada hakikatnya, apabila wacana ini direalisasikan maka akan menimbulkan berbagai dampak. Adalah yang paling utama ialah meningkatkan angka pengangguran. Per Agustus 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 9,1 juta orang. Maka, jelas apabila jumlah PNS dikurangi secara bertahap, berimplikasi pada meningkatnya jumlah pengangguran secara bertahap.
Pemerintah seolah tak sadar bahwa membebek negara adidaya. Mengambil kebijakan berstandar pada tren global, pun berhasrat dinilai modern justru menimbulkan berbagai persoalan. Penting diperhatikan, perkembangan teknologi merupakan sebuah keniscayaan, tetapi hal ini justru mengukuhkan penjajahan di berbagai negeri.
Ditambah dengan ideologi kapitalisme yang tengah mengungkung dunia hari ini. Maka negara-negara lain akan dimanfaatkan untuk pemuasan kerakusan para kapitalis. Harusnya petinggi negeri ini sadar, upaya mengganti PNS dengan robot adalah usaha sadar untuk masuk ke jeratan para kapitalis juga sebuah ilusi kemajuan bangsa.
Pada dasarnya kemajuan sebuah negara tak diukur hanya dengan pencapaian fisik dan kemajuan teknologi yang digunakan. Semestinya, di dalam setiap persoalan termasuk perihal standar maju dan mundurnya sebuah negara, Islam dijadikan landasan. Bahwasanya negara harus menerapkan aturan Islam secara kafah. Selanjutnya, tujuan negara akan tercapai yaitu menyejahterakan tiap individu, terciptanya ketenangan-stabilitas dan meningkatkan peradaban.
Berkaca pada masa peradaban Islam di bawah naungan khilafah, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Lahir pula ilmuwan-ilmuwan Muslim yang menjadi pionir peradaban. Pada masa itu tampak jelas bahwa perkembangan IPTEK tidak dimanfaatkan untuk mengenyangkan sebagian elit kapitalis. Tetapi untuk kepentingan manusia secara keseluruhan. Selain itu, perkembangan iptek pun menghantarkan masyarakat kepada puncak ketakwaan.
Begitulah Islam, yang apabila diterapkan secara kafah maka akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Kontradiktif dengan kapitalisme yang membawa manusia pun alam jauh dari kebaikan, keberkahan dan kemasalahatan.
Wallahu a’lam bishshawab.