Oleh : Riska Nur Azizah (Aktivis Taman Surga)
Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan diganti dengan robot kecerdasan buatan atau Artificial Iritelligance (AL). Hal ini di lakukan untuk mempercepat reformasi birokrasi di era kemajuan teknologi saat ini (Detik finance,minggu 28 November 2021).
Rencana tersebut muncul dari badan kepegawaian Negri (BKN) agar bisa lebih banyak lagi memanfaatkan teknologi kedepannya. Ada anggapan bahwa dengan menggantikan posisi PNS dapat merampingkan pekerjaan dan menghemat anggaran belanja negara untuk menggaji PNS.
Hal tersebut bukan malah memberikan solusi, tetapi makin menunjukan bahwa negara ini miskin akan solusi. Dengan adanya kebijakan tersebut malah menimbulkan masalah baru yakni semakin meningkatnya pengangguran di negara ini. Per agustus 2021 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 9,1 juta orang.
Adapun jumlah PNS di Indonesia per 30 juni 2021 berdasarkan dari BKN adalah 4.081.824 orang. Di instansi daerah (77%) dan 949.050 orang di instansi pusat (23%). Jumlah tersebut mengalami penurunan 3,33% di bandingkan dengan 31 desember 2021 jumlah PNS terus mengalami penurunan sejak mengalami penurunan sejak tahun 2016 lalu. Pemerintah menganggap bahwa banyaknya PNS adalah sebuah beban karena mereka terus mengeluarkan dana ratusan triliyun dalam setiap tahun hanya untuk membayar gaji PNS.
Berdasarkan APBN 2021 belanja pegawai tahun depan bisa mencapai RP. 400 triliun meliputi pembayaran gaji dan tunjangan serta pemenuhan kebutuhan utama birokrasi. Oleh karena itu, beban tersebut menjadikan alasan untuk menggantikan tenaga manusia yaitu (PNS) dengan tenaga robot.
Padahal jika kita lihat membengkaknya belanja negara bukan hanya karena gaji PNS saja, melainkan banyak juga yang dikeluarkan untuk infrastuktur negara, dll. Belum lagi untuk membiayai gaji para anggota dewan dengan alasan untuk mengikuti perkembangan zaman.
Pemerintah yang sibuk mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi padahal hal tersebut tidak memberi pengaruh pada kesejahtraan dan kemakmuran rakyat. Sudah begitulah sistem kapitalis demokrasi yang katanya dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat. Nyatanya hanya untuk kepentingan pribadi dan hanya untuk asas manfaat semata tidak mementingkan kondisi dan situasi rakyat yang semakin memburuk, berlontang lantung mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Bukankah majunya sebuah negeri di lihat dari meningkatnya kualitas kehidupan, baik dari sisi perlindungan, keamanan, kesejahtraan, maupun kecerdasan rakyatnya?.
Berbeda dengan sistem islam yang semuanya bertujuan untuk mensejahterakan rakyat seperti pada masa kepemimpinan umar bin khatab yang rela memikul gandum di tengah malam karena melihat rakyatnya yang kelaparan.
Dan seharusnya juga pemimpin berfikir bahwa semua yang terjadi pada kehidupan rakyat akan di pertanggung jawabkan kelak di hadapan Allah SWT. Sebagaimana tercantum dalam (Qs.az-zalzalah : 7-8. "Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apapun niscaya dia akan melihat balasanya.
Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat balasanya pula". Maka dari itu agama islam adalah agama yang sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan dan menggunakan teknologi guna untuk meningkatkan ketakwaan kita terhadap sang Pencipta yang sebagaimana di lakukan pada masa kepemimpinan sultan abdul hamid II, yang menyatukan negri muslim dengan membangun jalur kereta api hejaz.
Oleh karenanya bobroknya negeri hari ini, disebabkan karena bobroknya sistem kapitalis yang tidak menjalankan aturan Allah dan melanggar hukum² syara' sehingga dikedepankan asas manfaat semata untuk kepentingan pribadi pemerintah. Wa'allaahualam bissawwab....
Tags
Opini