Penolakan Permendikbud, Solusi atau Kontroversi ?




Oleh : Mauli Azzura

Melansir indonesiabaik.id, (18/11/2021) dalam Permendikbud 30 dijelaskan, kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. 

Adapun 21 tindakan yang masuk dalam kategori tindak kekerasan seksual bisa berupa:

1. Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban.

2. Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban.

3. Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban.

4. Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman.

5. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban.

6. Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

7. Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

8. Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

9. Mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi.

10. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban.

11. Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual.

12. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban.

13. Membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban.

14. Memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.

15. Mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual.

16. Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi.

17. Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin.

18. Memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi.

19. Memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil.

20. Membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau

21. Melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

Dalam hal ini, permendikbud yang dikeluarkan, menjadi sorotan dr Muhammadiyah, yg meminta agar kebijakan tersebut dicabut. Pihak Muhammadiyah merasa melihat ada masalah formil dan materiil terkait permendikbud 30.

Alasan sikap kritis Muhammadiyah atas permintaan agar peraturan tersebut dicabut,  ialah karena dinilai melegalisasi perbuatan asusila dan seks bebas.

Setelah melakukan kajian cermat terhadap pembentukan peraturan menteri itu, Muhammadiyah kemudian merekomendasikan tiga hal, yakni, 

1. Meminta Kemendikbud Ristek agar dalam menyusun kebijakan dan regulasi sebaiknya lebih akomodatif terhadap publik terutama berbagai unsur penyelenggara Pendidikan Tinggi, serta memperhatikan tertib asas, dan materi muatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

2. Agar Kemendikbud Ristek merumuskan kebijakan dan peraturan berdasarkan pada nilai-nilai agama, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Meminta Kemendikbud Ristek agar mencabut atau melakukan perubahan terhadap Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021, agar perumusan peraturan sesuai dengan ketentuan formil pembentukan peraturan perundang-undangan dan secara materil tidak terdapat norma yang bertentangan dengan agama, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(Republica.co.id 08/11/2021)

Solusi atau kontroversi masih menjadikan pembahasan yang tiada ujungnya. Penilaian serta penolakan sama-sama memiliki alasan yang tepat, namun bagaimana tindakan pemerintah selanjutnya dalam hal ini masih menimbulkan tanda tanya.

Sudah jelas bahwa zina atau pun pelecehan seksual ada hukum tertentu yang mana hanya Islam yang memiliki solusi tuntas, tanpa harus dengan memberikan alasan, karena kejahatan atau perbuatan dosa sudah jelas dalam peraturan dan hukum Islam.

Ketegasan dan peraturan yang benar-benar memiliki hukum yang jelas, hanya ada bila syariat Islam diterapkan, maka pentingnya peran negara dalam menyampaikan dan memberi peraturan haruslah adil sesuai perbuatan atau kesalahan yang dilakukan.

Disini patutlah masyarakat menyadari, bahwa kebijakan penguasa mampu memberi dampak bagi rakyatnya. Sehingga masyarakat bukan hanya membutuhkan pemimpin yang bisa memberi perlindungan, tetapi juga sistem yang mengatur dimana perbuatan salah atau tindak kriminal bisa ditekan dan dicegah demi kelangsungan kehidupan.

Wa'llahu a'lam Bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak