Parenting Wasathiyah Dan Kebangsaan : Menyemai Moderasi Sejak Dini




Oleh : Eti Fairuzita 
(Menulis Asyik Cilacap)


Banyak pihak memandang persoalan radikalisme dan terorisme di Indonesia sudah sangat nampak kian berbahaya. Bahkan, aksi tersebut sudah menyeret anak-anak di dalamnya. Misalnya saja bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya pada tahun 2018 silam yang juga melibatkan empat orang anak yang notebenenya masih sekolah, bahkan yang menyedihkan dua diantaranya masih berada pada tingkatan Sekolah Dasar.

Melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh Benny Afwadzi, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang. Yang berjudul, "Membangun Moderasi Beragama Dengan Parenting Wasathiyah Dan Perpustakaan Qur'ani Di Taman Pendidikan Al-Quran,"
Menyimpulkan bahwa parenting moderasi beragama anak adalah solusi atas persoalan radikalisme dan terorisme yang merambah pada kalangan anak.

Pengabdian ini berupaya untuk turut berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan tersebut dengan bentuk pengabdian di lembaga pendidikan dasar Islam, yakni Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) dengan kerangka besar moderasi beragama. Kegiatan yang dijalankan ada dua, yakni parenting yang bernuansa wasathiyah (moderasi) dan perpustakaan Qur’ani. 

pengabdi sampai pada kesimpulan bahwa dua kegiatan tersebut cukup bisa membangun pemahaman keagamaan masyarakat TPQ menjadi lebih moderat, atau paling tidak, bisa lebih memperkuat moderasi beragama yang sudah mereka yakini. 

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Yogyakarta mengenalkan model parenting atau pola asuh kebangsaan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi keluarga dalam menumbuhkan semangat dan jiwa nasionalisme anak sejak usia balita.
https://www.researchgate.net/publication/348557291_Membangun_moderasi_beragama_di_Taman_Pendidikan_Al-Qur%27an_dengan_parenting_wasathiyah_dan_perpustakaan_Qur%27ani

Betapa massif arus moderasi beragama hingga anak usia dini pun harus mendapatkan pola pengasuhan berbasis moderasi. Padahal sepatutnya di usia dini anak-anak kita mendapat nilai dasar yaitu berupa tauhid yang bersih dari unsur-unsur yang mengotori.

Dengan parenting kebangsaan dan wasathiyah justru yang diajarkan adalah ide liberal yang melarang anak-anak mendapatkan pengasuhan dengan perspektif kebenaran agama (Islam).
Sebab, moderasi Islam sejatinya merupakan ide yang berasal dari Barat.

Dalam dokumen RAND Corporation milik Amerika Serikat yang berjudul " Civil Democratic Islam: Partneres, Recources, and Strategies karya Cheril Benard di tahun 2003 and Building Moderat Muslim Networks 2007, dijelaskan bahwa karakter Islam moderat adalah pendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM, termasuk kesetaraan gender dan kebebasan beragama, serta menghormati sumber hukum non-agama yakni sekuler, menentang terorisme, dan menentang kekerasan sesuai dengan tafsiran Barat.

Maka dari sinilah dikampanyekan bahwa Islam moderat adalah Islam yang damai, tidak radikal, tidak liberal, pertengahan, dan tidak ekstrim. Jika karakter ini yang hendak diwujudkan pada generasi, maka bisa dipastikan generasi akan dijauhkan dari pemahaman Islam sebagai sebuah ideologi.
Yaitu Islam yang tidak hanya dipandang sebagai agama ritual, namun juga memancarkan aturan hidup dengan metode penerapannya. 

Begitulah, atas nama moderasi Islam, umat Islam perlahan tapi pasti dipaksa untuk mau berkompromi dengan pemikiran dan aturan kufur. Padahal berkompromi dengan aturan kufur sama saja dengan mencampuradukan antara yang haq dan yang batil. Dimana perbuatan tersebut jelas melanggar larangan Allah dalam Qs. al-Baqarah ayat 42.

Dengan moderasi beragama, akan melahirkan anak berkarakter moderat :  yaitu inklusif, toleran, dan sekuler. Anak yang inklusif tak akan mau dan enggan menampakan keislamannya karena takut dicap berbeda oleh lingkungan sekitarnya. Anak yang moderat akan sangat toleran terhadap kemaksiatan yang diwujudkan dengan sikap tak peduli.Tak hanya itu, anak yang moderat akan sangat toleran kepada non-muslim dengan toleransi yang kebablasan.

Anak-anak yang seharusnya menjadi pejuang dan pembela Islam, malah terjerumus menjadi pembela dan pejuang pemikiran kufur, serta menjadi pejuang moderasi. Mereka jusrtu dicetak menjadi penghadang kebangkitan Islam dan tegaknya Khilafah. Sejatinya, baik isu radikalisme atau pun moderasi beragama adalah proyek ciptaan Barat untuk menghalau kebangkitan pemikiran Islam.

Radikalisme diaruskan dengan dalih peristiwa 9/11 tahun 2021 silam untuk membuat umat fobia dengan agamanya sendiri. Sementara moderasi agama diprogramkan untuk menangkal radikalisme. Islam moderat menjadi role model bagi muslim pilihan Barat untuk menangkal gerakan yang mereka anggap radikal. 
Benang merah keduanya adalah sama-sama ingin menghambat lahirnya generasi Islam yang berkualitas, cerdas, dan kritis.

Tidak salah jika narasi radikalisme terus saja disuarakan di lembaga pendidikan. Moderasi juga turut menjadi program prioritas dalam dunia pendidikan, tujuanya hanya satu yaitu agar tidak lahir bibit-bibit generasi terbaik abad ini.
Islam adalah halangan terbesar bagi eksistensi ideologi kapitalisme sekulerisme. Orang-orang kafir senantiasa mencari jalan agar umat ini tetap terlelap dengan ide-ide mereka. Menghalau stigma radikal kepada Islam memang harus dilakukan tapi bukan berarti harus menjadi pengusung moderasi.

Umat Islam harus memiliki agenda sendiri yakni berdakwah menyadarkan pemahaman yang benar kepada umat. Menjelaskan kerusakan ide-ide yang bertentangan dengan Islam, mengkaji Islam kaffah agar tidak terjebak pada pemikiran yang salah, serta menguatkan ikatan akidah dan ukhuwah agar tidak mudah dipecah-belah oleh musuh-musuh Islam.

Pemahaman inilah yang harus ditanamkan pada generasi muda. Sementara anak usia dini, mereka dijauhkan dari pemahaman ide yang bertentangan dengan Islam. Karena di tangan generasi muda inilah tergenggam tanggung jawab untuk mengantarkan umat pada kebangkitan hakiki yakni tegaknya hukum Islam di bumi dalam naungan Khilafah Islamiyah.

Apa jadinya nasib umat Islam yang akan datang jika kaum mudanya teracuni pemikiran yang seolah-olah bijaksana namun pada faktanya merupakan racun yang membinasakan. Sudah saatnya kembali kepada Islam kaffah agar membawa umat Islam pada jalan keberkahan.
Allah Berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian,"(Qs. al-Baqarah : 208).

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak