Musibah, Waktunya Muhasabah



Oleh: Hamnah B.Lin

          Gunung Semeru meletus pada sabtu sore (4/12/2021). Gunung api aktif yang terletak di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Jawa Timur mengalami erupsi disertai guguran lava dan awan panas. Berdasarkan laporan kebencanaan geologi terkait Gunung Semeru erupsi, dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) hari sabtu (4/12/2021) sebelum terjadinya erupsi tersebut, sudah dinyatakan bahwa Gunung Semeru memang termasuk gunung api dengan level Waspada hari ini (kompas.com, 4/12/2021).
          Terdapat 13 orang meninggal akibat erupsi Gunung Semeru, di Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). Hal tersebut dikatakan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kapusdatin BNPB Abdul Muhari. Dari 13 korban jiwa tersebut, baru dua jenazah yang berhasil diidentifikasi. Mereka adalah Poniyem 50 tahun, dari Curah Kobokan, Desa Sapiturang, Kecamatan Pronojiwo, dan Pawon Riyono ( Tribun.news, 5/12/2021).
          Berbagai bencana atau musibah tentu merupakan ketetapan atau qada Allah SWT, yang tidak mungkin ditolak atau dicegah. Sebagai ketetapan (qada)-Nya, musibah itu harus dijalani dengan lapang dada, rida, tawakal, dan istirja’ (mengembalikan semuanya kepada Allah SWT) serta sabar (QS al-Baqarah [2]: 155-157).
         Sebagai orang yang beriman maka menjadikan sikap sabar sebagai pilihan dalam menyikapi bencana/musibah. Ia meyakini bahwa sebagai manusia ia tak mampu menolak qada Allah SWT. Karena itu ia wajib menerima qada dan takdir Allah SWT.
         Bahkan musibah bisa menjadi penggugur dosa, sebagaimana hadits Rasulullah saw: "Tidaklah seorang Muslim tertimpa musibah (bencana) berupa kesulitan, rasa sakit, kesedihan, kegalauan, kesusahan hingga tertusuk duri kecuali Allah pasti menghapus sebagian dosa-dosanya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
         Namun terhapusnya dosa-dosa ini hanya diberikan kepada orang-orang yang ridha dan sabar dalam mengahadapi musibah ini.
          Inilah titik terendah dimana manusia pada akhirnya mau tidak mau harus meengakui bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, hingga membutuhkan Allah SWT sebagai Zat Yang Maha Kuat dan Kuasa, sebagai penolong dari seluruh musibah yang menimpa. Sebagai manusia yang lemah maka tak pantas jika berlaku sombong di atas muka bumi Allah SWT ini, tak mau mengikuti petunjuk dan aturan Allah SWT Sang Pencipta daan Pengatur alam semesta ini. Maka tak pantas pula mencampakkan bahkan menolak syariat Islam. 
         Allah SWT berfirman: “Apakah kalian merasa aman terhadap (hukuman) Allah yang (berkuasa) di langit saat Dia menjungkirbalikkan bumi bersama kalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Ataukah kalian merasa aman terhadap (azab) Allah yang (berkuasa) di langit saat Dia mengirimkan angin disertai debu dan kerikil? Kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku.” (TQS al-Mulk [67]: 16-17)
         Syariat Islam memberikan tuntunan bahwa disamping bersabar, ridha dalam menghadapi musibah, adalah ketiga, mengambil pelajaran dari musibah tersebut untuk menarik pelajaran guna membangun sikap, tindakan dan aksi ke depan demi membangun kehidupan yang lebih baik. Termasuk untuk mengurangi potensi terjadinya bencana dan meminimalkan atau meringankan dampaknya.
         Langkah keempat, tetap ikhtiar. Yang dimaksud ikhtiar, ialah tetap melakukan berbagai usaha untuk memperbaiki keadaan dan menghindarkan diri dari bahaya-bahaya yang muncul akibat musibah. Jadi kita tidak diam saja, atau pasrah berpangku tangan menunggu bantuan datang. Jadi, beriman kepada ketentuan Allah tidaklah berarti kita hanya diam termenung meratapi nasib, tanpa berupaya mengubah apa yang ada pada diri kita. Allah SWT berfirman:ِ“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS ar-Ra’du [13]: 11). 
         Diterapkannya sistem kapitalis yang rusak dan merusak hari ini, adalah sebab dari datangnya berbagai musibah. Mulai dari karena tidak ridhanya Allah SWT akibat dicampakkannya syariat-NYA dan tata kelola yang buruk akibat minimnya ilmu yang maju. Sistem kapitalis saat ini tidaklah sedang berproyek meembangun peradaban yang cemerlang, karena dalam setiap pembangunan infrastruktur misal, sering dikalahkan dengan hawa nafsu korupsi. Hingga proyek pembangunan akan mudah rusak dan tak dapat dirasa oleh anak cucunya.
         Sikap kelima saat tertimpa musibah, berdzikir dan berdoa. Disunahkan memperbanyak doa dan zikir bagi orang yang tertimpa musibah. Orang yang mau berdoa dan berzikir lebih mulia di sisi Allah daripada orang yang tidak mau atau malas berdoa dan berzikir. Rasulullah saw. mengajarkan doa bagi orang yang tertimpa musibah, اللَّهُمَّ أجُرْنِي فِي مُصِيْبَتي، وأخْلِفْ لِي خَيْراً مِنْهَا “Allahumma ajurnii fii mushiibatii wa-akhlif lii khairan minhaa.” (Ya Allah, berilah pahala dalam musibahku ini, dan berilah ganti bagiku yang lebih baik daripadanya). (HR Muslim)
           Zikir akan dapat menenteramkan hati orang yang sedang gelisah atau stres. Zikir ibarat air es yang sejuk yang dapat mendinginkan tenggorokan pada saat cuaca panas terik di padang pasir. Allah SWT berfirman, أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’du [13] : 28)
          
          Keenam, bertobat. Tiada seorang hamba pun yang ditimpa musibah, melainkan itu akibat dari dosa yang diperbuatnya. Maka, sudah seharusnya dia bertobat nasuha kepada Allah SWT. Orang yang tak mau bertobat setelah tertimpa musibah adalah orang sombong dan sesat. 
          Allah SWT berfirman, وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS asy-Syuura [42]: 30). Dan sabda Nabi saw., كل بني آدم خطاء وخير الخطائين التوابون “Setiap anak Adam memiliki kesalahan (dosa). Dan sebaik-baik orang yang bersalah, adalah orang yang bertobat.” (HR at-Tirmidzi).
          Bertobat nasuha rukunnya ada 3 (tiga), yaitu pertama, menyesali dosa yang telah dikerjakan. Kedua, berhenti dari perbuatan dosanya itu. Ketiga, ber-azam (bertekad kuat) tidak akan mengulangi dosanya lagi di masa datang. Jika dosanya menyangkut hubungan antarmanusia, misalnya belum membayar utang, pernah menggunjing seseorang, pernah menyakiti perasaan orang, dan sebagainya, maka rukun tobat ditambah satu lagi, yaitu menyelesaikan urusan sesama manusia dan meminta maaf.
         Langkah terakhir yakni tetap teguh dalam Islam. Sering kita jumpai ada upaya- upaya pemurtadan saat musibah datang, lewat pengiriman bantuan-bantuan logistik oleh para kafir. Yang ternyata mereka mempunyai misi untuk memurtadkan para korban. Maka disinilah, dibutuhkan kekokohan iman Islam, agar jangan sampai menukar akhirat untuk dunia yang semu dan sementara ini. Sungguh akan merugilah mereka.
          Karena itu wajiblah bagi kita untuk terus istikamah mempertahankan keislaman kita. Jangan mudah tergiur oleh bujuk rayu setan berbentuk manusia. Jangan mati kecuali tetap memegang teguh agama Islam.
           Allah SWT berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali ‘Imraan [3] : 102)
          Juga tetap sabar dengan perjuangan untuk mengembalikan Islam agar bisa terterap kembali. Hingga Allah SWT ridha terhadap aktivitas kita, dan pelayanan terhadap rakyat, seluruh pembangunan didasari mindset untuk melayani rakyat, bukan konglomerat.
         Terapkan Islam kaffah sebagai solusi, hasil dari muhasabah hari ini. 
Wallahhu a'lam bisshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak