Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Bagi sebagian orang, istilah mommy moon masih terdengar asing. Belum lama, seorang pesohor tanah air melakukan travelling sendiri ke Bali, tanpa ada anak dan suami, yang menemaninya. Inilah yang katanya "mommy moon" (kumparan.com, 10/12/2021).
"Bulan madu" dengan diri sendiri, dipercaya dapat meningkatkan tingkat kepercayaan diri seorang ibu. Selain itu, acara "me time" ini juga merupakan upaya untuk lebih terkoneksi dengan diri sendiri, tanpa gangguan dari anak, suami, ataupun pihak keluarga yang lain.
Namun, betulkah demikian?
Secara umum, kehidupan bahagia diartikan sebagai kehidupan tanpa beban, bebas untuk melakukan segala yang diinginkan. Peran istri dam ibu, dianggap sebagai beban berat yang membosankan. Dan membuat jenuh kehidupan sehari-sehari seorang wanita. Perasaan terbebani menjadikan seorang wanita menjadi terkungkung, terkekang, tak bahagia. Inilah pemahaman sesat sekuleris liberal.
Pemahaman liberal sekuleris membentuk pemahaman yang keliru tentang makna kehidupan. Karena sistem ini, memisahkan aturan agama dari kehidupan. Otomatis, umat pun menjadi apatis.
Kacamata syariat Islam, mendefinisikan kebahagiaan hakiki adalah rida Allah SWT. Peran wanita sebagai seorang istri dan ibu, peran yang sangat penting dalam kehidupan. Membangun peradaban dan generasi yang gemilang. Tugas yang sangat mulia. Dan seluruh aktivitas seorang wanita, sebagai istri dan ibu, berbuah pahala yang luar biasa jika didasari niat karena Allah SWT.
Setiap wanita akan diminta pertanggungjawabannya sebagai seorang wanita, atas pengurusannya terhadap suami dan anak-anaknya. Rasulullah SAW. bersabda, yang artinya
"...Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga, suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya." (HR Bukhari 893 dan Muslim 1829).
Sebagai seorang muslimah, tentu kita wajib bijak menyikapi setiap proses kehidupan. Karena setiap kejadian yang terjadi adalah ketetapan Allah SWT. Dan setiap perbuatan pasti diminta pertanggungjawabannya.
Kesalahan persepsi tentang peran ibu dan istri harus diluruskan. Dan hal ini hanya dapat dilakukan dengan penerapan ilmu syariat Islam yang menyeluruh. Menjadikan rida Allah SWT. sebagai landasan aktivitas seorang istri dan ibu.
Wallahu a'lam bisshowwab.