Oleh: Ummu Nadya
Innalillahi wa innailaihi rojiun
Gunung Semeru dinyatakan erupsi pada Sabtu 4 Desember 2021, sekitar pukul 15.00 WIB Gunung semeru mengeluarkan guguran awan panas (GAP). Jumlah korban terdampak dari erupsi Gunung Semeru 62.084 orang, 902 mengungsi, 98 orang luka berat dan harus di rawat inap.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari melaporkan jumlah korban meninggal akibat erupsi Gunung Semeru sebanyak 22 orang. Sementara itu, 27 orang lainnya masih dinyatakan hilang.
Dengan adanya korban yang berjatuhan menimbulkan berbagai spekulasi dibenak masyarakat, apakah tidak ada peringatan dini, atau Early Warning System dari pemerintah hingga terjadi erupsi Gunung Semeru, sehingga warga tidak mempersiapkan diri untuk mengungsi. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya sistem mitigasi bencana dan tata ruang yang salah.
(BBC.news 06/12/2021)
Pentingnya sistem mitigasi yang memberikan informasi akan adanya bencana alam sangat penting bagi warga, agar tidak sampai menimbulkan korban jiwa. Namun dari kejadian erupsi Gunung Semeru ini peringatan yang di lakukan pemerintah tidak benar-benar sampai ke warga yang berujung korban jiwa dan rendahnya mengedukasi warga akan bahaya guguran awan panas, sehingga dijadikan tontonan oleh warga, padahal sangat membahayakan keselamatan mereka. Ketika bencana datang Allah sub'hanahu wata'ala menunjukkan Kemaha Kuasaan-Nya, harusnya manusia menyadari bahwa kita adalah makhluk yang lemah dan tidak berdaya di hadapan keMaha Kuasaan-Nya yang tidak mampu menghindari dan mencegah datangnya bencana. Allah SWT berfirman
اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا نَأْتِى الْاَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ اَطْرَافِهَاۗ وَاللّٰهُ يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهٖۗ وَهُوَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ
"Dan apakah mereka tidak melihat bahwa Kami mendatangi daerah-daerah (orang yang ingkar kepada Allah), lalu Kami kurangi (daerah-daerah) itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; Dia Mahacepat perhitungan-Nya."
(QS. Ar-ra'd 41)
Datangnya bencana alam juga dapat disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, Allah berfirman
وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ
"Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)".
(QS. Asy-syura 30)
Kecanggihan sistem tekhnologi tanggap bencana menjadi kewenangan pemerintah, jika pemerintah benar-benar tanggap dan memiliki kecanggihan mitigasi kemungkinan besar tidak sampai menimbulkan korban jiwa dan meminimalisir kerugian akibat bencana. Tidak bisa di pungkiri kecanggihan tekhnologi mitigasi bencana, juga membutuhkan dana yang cukup besar. Kendala yang di hadapi para peneliti adalah modal untuk mengembangkan mitigasi bencana, kurangnya sumber daya manusia, dan peralatan yang kurang memadai. Modal adalah benturan yang dihadapi oleh pemerintah, jika modal untuk mengembangkan mitigasi bencana cukup besar, maka mau tidak mau pemerintah akan menambah hutang, sedangkan hutang negara kita sudah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Wajar jika masalah ini timbul dalam sistem kapitalis sekuler, pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator bukan periayah atau pengurus.
Konsep fasilitator hanya sebagai penyedia atau memfasilitasi lembaga-lembaga dalam negeri maupun luar negeri. Seperti yang sudah terjadi kebanyakan kebijakan memihak lembaga tertentu, dengan pertimbangan untung dan rugi.
Berbeda dengan negara yang bertindak sebagai periayah atau pengurus, negara akan mendukung berbagai macam penelitian termasuk pengembangan mitigasi bencana, negara juga akan memberikan dana untuk kepentingan pengembangan dan juga akan membantu penyebarluasannya semaksimal mungkin, melalui media-media yang dimiliki negara agar tersampaikan dengan benar kepada rakyat.
Negara seperti ini hanya akan terwujud dengan sistem Islam dalam naungan Khilafah, yang menjadikan umat adalah amanah yang harus di jaga dengan baik.
WaAllahua'lam bishowwab