Oleh: Tati Sunarti, S.S
(Pegiat Literasi)
Bonus demografi adalah satu kondisi dimana jumlah populasi penduduk dengan usia produktif (15-65 tahun) lebih besar dari pada jumlah populasi penduduk dengan usia non-prodiktif. Kondisi ini sangat luar biasa.
Menurut Muktiani Aries S., Analis Kebijakan Ahli Madyan BKKBN sekaligus pengurus Pusat Ikatan Peminat dan Ahli Demografi mengatakan bahwa bonus demografi marupakan satu fenomena langka. Hal ini karena kondisi tersebut hanya akan terjadi satu kali saja pada saat proporsi penduduk usia produktif lebih dari dua pertiga jumlah populasi keseluruhan (bkkn.go.id).
Imdonesi, negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia ternyata sedang memasuki masa bonus demografi. Fenomena ini diperkirakan akan dialami dari tahun 2020-2030. Sedang titik tertingginya ada pada tahun 2028-2030.
Setelah ditelisik, generasi yang tahun di tahun 80-90an merupakan generasi millenials yang justru menjadi penentu kemana arah masa bonus populasi penduduk usia produktif ini akan digiring.
Di lain pihak, Ketua Umum Gerakan Indonesia Optimis di acara HUT GIO yang ke-3, Ngasiman Djojonegoro, menyampaikan bahwa generasi muda merupakan titik kunci. Bonus demografi ini akan memetakkan generasi muda sebagai pemegang narasi utama di Indonesia. Bonus ini pun mesti disambut dengan optimisme demi mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045 (merdeka.com, 27/10/2021).
Lantas apa sesungguhnya tujuan Indonesia Emas tahun 2045. Tujuan dari Indonesia Emas tidak lain adalah membangun Indonesia yang demokratis, terbebas dari lingkaran praktik korupsi, serta menjadi negara yang kuat.
Bahkan, Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PKM, Agus Surtono menyampaikan bahwa Indonesia akan mencapai bonus demografi yaitu sebesar 70% dari jumlah populasi atau sebanyak 310juta jiwa dengan usia produktif ( kemenkopkm.go.id)
Pertanyaannya adalah jika masih dengan sistem sekarang ini (Kapitalisme-demokrasi), akankah cita-cita Indonesia Emas akan tercapai?akankah bonus demografi ini menjadi berkah atau musibah? mengingat kurun waktu belakang kondisi Indonesia malah mengalami keterpurukan yang teramat sangat.
Mari mengambil beberapa contoh negara yang telah berhasil memanfaatkan momen bonus demografi. Salah satu diantaranya adalah negeri sakura, Jepang. Pada Perang Dunia ke-2, Jepang memanfaatkan masa dimana negara tersebut mengalami kelebihan penduduk di usia produktif.
Meski negara tersebut pernah diluluhlantakkan dengan bom nuklir, tepatnya di kota Hiroshima dan Nagasaki tapi berkat keseriusan mengarahkan dan mendidik generasi muda akhirnya Jepang mampu bangkit. Hingga saat ini Jepang menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan ekonomi terkuat.
Namun, perlu digarisbawahi bangkit dalam hal ini adalah bangkit hanya dalam sisi ekonomi semata. Ini merupakan ciri khas sistem kapitalisme, dimana tolak ukur kebangkitan adalah materi.
Bagaimana dengan Indonesia? Negeri Jamrud Khatulistiwa ini hingga saat ini masih belum terkategori sebagai negara maju. Terlebih lagi kondisi saat ini dapat dikatakan terpuruk. Indikatornya adalah terjadinya degradasi moral, utang luar negeri membengkak, praktik korupsi tidak bekesudahan, kemiskinan yang semakin melesat.
Indonesia memang diprediksi akan mengalami masa banyaknya penduduk usia produktif tepat 100 tahun kemerdekaannya. Banyak kalangan yang mengajak untuk mempersiapkan masa ini agar tidak malah menjadi sebuah musibah, yaitu populasi tinggi namun tidak selaras dengan kualitas (pendidikan).
Momen luar biasa ini ketika berada di tangan Islam, maka bonus demografi akan dikelola dengan baik sesuai dengan syariat Sang Pencipta.
Islam memandang keturunan (anak) sebuah anugerah. Manusia diciptakan dengan naluri nau, yaitu melestarikan keturunan. Maka memiliki keturunan semata hanya karena ingin meraih ridho Allah.
Rosulullah SAW bersabda:
" Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” (HR.Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik)
Ketika pun Allah menetapkan tidak berketurunan, maka itu disikapi dengan sabar. Islam tiga belas abad yang lalu menjadi din yang berhasil memanfaatkan bonus demografinya.
Seorang muslim selain senantiasa bangga memiliki banyak keturunan tapi juga paham bagaimana mencetak generasi yang unggul. Kesadaran ini tentu ditopang oleh adanya institusi negara yang menerapkan Islam secara kaffah. Dimana segala aspek kehidupan tidak ada satupun yang tidak diatur oleh Islam.
Negara ini menjamin pemenuhan seluruh generasi mudanya mulai dari kebutuhan dasar seperti sandang, papan, dan pangannya. Tidak hanya itu, jaminan kesehatan dan pendidikan diberikan negara dengan cuma-cuma. Sehingga tidak heran jika di masa itu banyak lahir generasi cemerlang. Generasi yang bertakwa dan berilmu.
Sebagai contoh deretan para mujathid Mazhab yaitu Imam Asy-Syafi'i, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad Bin Hanbal, Imam Malik. Semua buah pikir ijtihadnya menjadi rujukan kaum Muslim dunia.
Kemudian para ilmuwan seperti Al-khawarizmi, Al-Haitsami, Ahmad Ibnu Firnas, Fatimah Al-Fihry dan lainnya. Semua ilmuwan ini adalah ilmuwan yang hingga saat ini memberikan pengaruh liar biasa besar terhadap perkembangan sains dan teknologi.
Akhirul kalam, sudah seyogianya bonus demografi yang akan dialami oleh Indonesia tahun 2045 mendatang disongsong dengan Islam. Agar keberkahan dan rahmatan lil 'alamin tercapai.
Wallahu a'lam
Tags
Opini