Menguak Fakta Minimnya Mitigasi Bencana Erupsi Semeru






Oleh: Tri S, S.Si




Sabtu, 04 Desember 2021 Gunung Semeru erupsi mengeluarkan semburan awan panas, yang mengakibatkan warga sekitar panik berlarian menghindari awan panas tersebut. Tampak terlihat anak kecil yang berlarian dalam suasana sekitar yang sudah cukup gelap tertutupi awan panas dari erupsi gunung tersebut, sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan, apa tidak ada peringatan sebelumnya? Apa tidak diberlakukan Early Warning System (EWS)? (Porosnews.com, 05 Desember 2021)




Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, proses mitigasi dan sistem peringatan dini (Early Warning System) saat akan terjadi awan panas guguran awan Gunung Semeru sudah berjalan. Khofifah menyebut, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) mengonfirmasi sistem peringatan dini berjalan. Menurut Khofifah, proses evakuasi warga telah dilakukan saat aktivitas Gunung Semeru meningkat. Salah satunya terlihat dari tertimbunnya dua truk yang telah berhenti berdekatan di kampung Renteng. (Kompas.com, 05 Desember 2020)




Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan data sementara, per minggu malam (05 Desember 2021), sebanyak 14 orang meninggal dunia akibat erupsi Gunung Semeru. Sebanyak 5 ribu jiwa di 10 kecamatan terdampak. Mereka merasakan awan panas guguran maupun abu vulkanik. (Republika.co.id, 05 Desember 2021)




Kepala Bidang Kedaruratan dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang mengatakan, selama ini tidak ada Early Warning System (EWS) di Desa Curah Kobokan. Hanya ada seismometer, itu pun di daerah Dusun Kamar A yang berfungsi sekedar memantau pergerakan air dari atas agar bisa sampai ke penambang di bawah. (Tribunnews.com, 05 Desember 2031)




Pemerintah memang mengklaim telah melakukan peringatan dini melalui pengumuman status Semeru pada level waspada, serta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah mengetahui adanya tanda-tanda erupsi. Namun yang menjadi pertanyaan sosialisasinya terhadap masyarakat sekitarnya bagaimana karena ternyata banyak warga yang tidak mengetahui peringatan dini tersebut.

Bukan itu saja, ketidaksiapan pemerintah dalam bencana tersebut. Hal ini terlihat dari tempat pengungsian yang kurang layak, kebutuhan makanan yang kurang, maupun kebutuhan air bersih yang juga belum tertangani dengan layak.




Mengapa mitigasi selama ini kurang baik dalam menangani bencana? Padahal keselamatan jiwa adalah yang utama. Faktor terbesarnya adalah kelalaian penguasa. Kesiapan EWS saja tidak ada. Padahal itu merupakan hal terpenting. Belum lagi dalam penanganan evakuasi warga yang terkesan seadanya dan jauh dari kata layak.




Dalam hal ini, Islam memang mengajarkan untuk tolong menolong tetapi hal ini tetap tidak terlepas dari peran negara yaitu bagaimana seharusnya menangani bencana. Negara merupakan pusat dalam menunaikan kewajiban untuk mengurusi umat. Negara harus benar-benar melaksanakan tanggung jawabnya dengan bekerja sama beserta semua pihak dalam menanggulangi bencana. Diantaranya adalah teknologi dan pendanaan untuk keberhasilan mitigasi bencana agar umat terhindar dari kerusakan parah, baik harta maupun jiwa. Sudah saatnya bencana ini menjadi peringatan bagi kita semua agar kembali pada sistem kaffah. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak