Oleh Siami Rohmah
Pegiat Literasi
Bak fenomena gunung es. Rusaknya generasi di negeri ini lebih parah dari yang terlihat. Sebagaimana yang sempat viral beberapa waktu lalu, yakni kasus bunuh diri yang dilakukan seorang mahasiswi dari Universitas Brawijaya Malang, bernama Novia Widyasari. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa mahasiswi ini melakukan bunuh diri karena depresi sebab sang pacar yang merupakan anggota Polisi di Polres Pasuruan tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Mirisnya ini bukanlah kehamilan yang pertama. Sebelumnya ia telah dua kali melakukan aborsi.
Kasus semacam ini menambah panjang deretan rusaknya pergaulan saat ini. Laki-laki dan perempuan begitu bebas melakukan interaksi. Mereka menjalani ikatan yang mereka sebut dengan pacaran dengan hubungan layaknya suami istri. Sebagaimana kasus yang viral di atas, mereka melakukan hubungan layaknya suami istri sejak tahun 2019 sampai 2021, dan dilakukan di kos atau hotel.
Memang mencari generasi yang masih teguh menjaga diri di masa sekarang seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Ini tentu harus segera ditemukan solusinya, kalau tidak akan semakin rusaklah kondisi pergaulan di negeri ini. Sedangkan tanggung jawab untuk menjaga generasi ini adalah tanggung jawab kita bersama, baik individu, masyarakat, dan utamanya negara sebagai tameng utama penjaga generasi.
Namun sayang, pemerintah nampaknya masih setengah hati dalam mencari solusi atas permasalahan yang ada saat ini. Kalaupun mengambil kebijakan justeru malah berpotensi memperparah kondisi. Seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh Mendikbudristek yang mengeluarkan Permen nomor 30 tahun 2021 terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permen PPKS ). Yang dilatarbelakangi banyaknya laporan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen, pegawai bahkan pejabat kampus terhadap mahasiswi. Sesungguhnya kebijakan ini tidak memberikan solusi tetapi malah memperburuk masalah. Bagaimana tidak, di dalam Permen ini disebutkan yang intinya perbuatan yang dilakukan tidak dianggap melanggar ketika ada persetujuan. Maka akan semakin banyak kasus seperti pergaulan yang dijalani oleh mahasiswi dan anggota polisi di atas yang akan terjadi. Bukan menekan malah semakin merajalela.
Inilah, ketika aturan yang dipilih untuk mensolusi masalah justeru sudah salah dari akarnya. Biang dari ruwetnya masalah pergaulan ini adalah ide sekulerisme akar dari kapitalisme, dimana kehidupan ini dijauhkan atau bahkan menolak peran agama. Sehingga pergaulan anak-anak kaum muslimin lepas kontrol, menabrak batasan-batasan yang dilarang oleh agama mereka, tanpa merasa berdosa, bahkan dianggap biasa.
Islam, agama yang sempurna ini, telah menutup celah kerusakan pergaulan dan kekerasan seksual agar tidak terjadi. Diantara aturan yang bisa mengatur interaksi antar lawan jenis adalah, Islam memerintahkan menutup aurat, baik untuk laki-laki dan perempuan, dengan batasannya masing-masing. Sehingga perempuan maupun laki-laki akan senantiasa berpakaian sopan.
Kemudian adanya perintah untuk menundukkan atau menjaga pandangan. Allah berfirman: "Katakanlah kepada orang laki - laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannnya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya ..." (TQS An Nur: 30-31)
Islam juga melarang adanya khalwat antara laki-laki dan perempuan, tanpa adanya mahram. Rasulullah SAW bersabda:
"Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahramnya." (HR Bukhari)
Islam menjaga agar interaksi antara pria dan wanita yang bukan mahram dalam kehidupan ini menjadi interaksi yang terhormat, jauh dari hubungan yang mengarah pada hubungan lawan jenis atau seksual belaka.
Tentu hal ini terasa sangat sulit ketika kita berada di sistem yang ada saat ini, sistem "semau gue" yang melahirkan interaksi bebas antara laki-laki dan perempuan yang pada akhirnya memunculkan kasus seperti cerita Novia.
Maka, hanya ketika aturan Islam itu diterapkan di seluruh aspek, termasuk interaksi lawan jenis, akan terwujud interaksi yang sehat, yang bisa memberikan kemaslahatan bersama, namun laki-laki dan perempuan tetap terjaga dan terhormat. Wallahualam bissawab.