Oleh : Ummu Hanif
(Pemerhati Sosial Dan Keluarga)
Asisten Deputi Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Thomas Ardian Siregar menjelaskan bahwa kalangan milenial memiliki peran penting sebagai agen moderasi beragama. Hal itu disampaikan Asdep Thomas Siregar saat bertindak sebagai narasumber dalam kegiatan Workshop Moderasi Beragama bagi Kalangan Millennial di Bandung, Jawa Barat pada Kamis (10/06). (www.kemenkopmk.go.id, 10/6/2021)
Thomas menjelaskan, moderasi dalam beragama dapat terlihat melalui 4 indikator diantaranya adanya komitmen kebangsaan yang kuat, sikap toleran terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam.
Asdep Thomas Siregar juga menerangkan tentang pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, dimana terdapat beragam masyarakat dengan latar belakang agama, sosial dan budaya yang berbeda-beda.
Lebih jauh, Asdep Thomas Siregar menguraikan tentang beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan guna menciptakan keberagaman yang inklusif. Langkah tersebut di antaranya dengan memasukan muatan moderasi beragama dalam kurikulum pendidikan, mengembangkan wawasan multikultural dan multireligius di kalangan masyarakat (pendekatan bottom-up), mengitensifkan dialog antaraumat beragama berbasis komunitas (community-based), dan melibatkan seluruh masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan sosial-ekonomi lintas budaya dan agama khususnya di kalangan generasi muda/millenial.
Dari penjelesan di atas, dengan kacamata moderat, sikap konsisten pada kebenaran dan semangat untuk menyebarkan ajaran Islam bisa dituduh intoleran. Sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini beberapa ajaran Islam marak digugat dan dituduh intoleran. Serangan terhadap ajaran Islam yang terus terjadi serta tuduhan ekstrem pada pengembannya bisa menjadi faktor yang akan melemahkan semangat dakwah serta semangat untuk membela agamanya.
Alih-alih menjadi pengemban dakwah yang andal dan istikamah, generasi muslim dewasa ini dicetak untuk menjadi duta Islam moderat, penjaga sistem demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis, serta pendukung agenda barat (duta perdamaian, promotor program-program kapitalis). Berbagai gelar dan penghargaan tersebut sejatinya jebakan yang dipasang untuk menjauhkan generasi Muslim dari identitas hakiki sebagai khairu ummah.
Kalau kita tengok sejarah peradaban Islam, mulai masa Rasulullah saw., para sahabat maupun pada masa para khalifah membuktikan bahwa generasi muda senantiasa berada di garda terdepan. Mereka sosok pemuda yang memiliki keimanan kukuh seperti Ali bin Abi Thalib, pemberani di medan pertempuran seperti Zubair bin Awwam, saudagar sukses seperti Abdurrahman bin Auf, penghafal Al-Qur’an dan mujtahid besar seperti Imam Syafi’i atau negarawan sejati yang berhasil menunjukkan kejayaan Islam di usia muda seperti Muhammad al Fatih. Mereka lahir dari rahim pemerintahan Islam yang membina dan mendidik mereka dengan ajaran Islam yang dicontohkan Rasulullah Saw..
Potensi pemuda muslim memang luar biasa. Namun, sekarang dengan moderasi Islam yang berkonspirasi bersama kapitalisme liberalisme, potensi tersebut dibajak dan dialihkan ke arah lain. Oleh karena itu, generasi muslim harus dijaga dan diselamatkan dari paparan paham moderasi agama yang akan membajak potensi mereka, melemahkan keimanannya, merusak ketaatan, serta memadamkan semangat dakwah. Mereka harus dipahamkan tentang hakikat moderasi Islam, bahwa proyek ini adalah agenda asing dan sarat akan bahaya. Wallahu a’lam bi ash showab.