Oleh : Ummu Hanif
(Pemerhati Sosial Dan keluarga)
Sistem peringatan dini yang tidak sampai ke masyarakat dan tata ruang pemukiman yang berada di wilayah rawan bencana disebut pakar vulkanologi menjadi beberapa faktor yang menyebabkan munculnya korban jiwa dalam erupsi Gunung Semeru, Sabtu (04/12) lalu.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Senin (06/12) pukul 20.15 WIB, setidaknya 22 orang tewas, sementara 22 orang dinyatakan hilang dan 56 lainnya mengalami luka-luka. Erupsi juga berdampak terhadap 5.205 jiwa. (www.bbc.indonesia.com, 7/12/2021)
Di lapangan, sejumlah warga mengaku tidak mendapatkan peringatan dini terkait prediksi munculnya erupsi. Namun, Kepala PVMBG Andiani menyebut telah memberikan peringatan dini ke pemerintah daerah, tokoh masyarakat setempat, dan pihak terkait lainnya untuk mengantisipasi awan panas guguran. disinilah kita patut mempertanyakan sosialisasinya, karena ternyata banyak warga yang tidak mengetahui peringatan dini tersebut.
Buruknya mitigasi bencana, telah menelan korban dengan jumlah yang tidak sedikit, tak terkecuali kasus erupsi semeru. Puluhan korban jiwa, termasuk anak-anak dan korban luka bakar serius, menjadi cerita yang kembali berulang saat gunung meletus. Banyaknya korban yang belum ditemukan juga menjadi catatan kelam evakuasi korban bencana.
Dalam Islam, negara adalah pihak sentral yang berkewajiban mengurusi umat, termasuk mitigasi bencana. Negara tidak boleh abai, apalagi menyerahkannya pada swasta. Dengan demikian, bantuan masyarakat akan sesuai dengan arahan pemerintah dan semua pihak dapat bersinergi menyelesaikan permasalahan bencana. Sehingga, posisi masyarakat yang membantu adalah sebagai mitra pemerintah, bukan menggantikan tugas pemerintah. Begitu pun pihak swasta yang kerap membantu dengan alasan profit, seyogianya pemerintah dapat mengarahkan agar bantuannya tepat. Pemerintahlah yang seharusnya menjadi leader terdepan dalam menyelamatkan umat dari bencana.
Dari perspektif Negara Islam, mitigasi bencana bukan hanya berbicara upaya mengurangi risiko bencana. Lebih dari itu, mitigasi adalah salah satu mekanisme Negara dalam menyelamatkan jiwa dari bencana alam. Oleh karena itu, Negara akan memperhatikan pengurusan terhadapnya, termasuk teknologi dan pendanaan untuk keberhasilan mitigasi bencana.
Terdapat tiga penanganan bencana, yaitu penanganan prabencana, ketika bencana, dan pascabencana. Adapun kegiatan prabencana meliputi pembangunan sarana-sarana fisik, yakni relokasi, reboisasi, pemasangan teknologi seperti EWS, tata kelola wilayah berbasis amdal, peta bencana yang akurat, penempatan tenaga ahli yang kompeten di bidangnya, dan lain-lain. Negara akan menyiapkan tim SAR yang memiliki kemampuan teknis dan nonteknis dalam menangani bencana serta membekalinya dengan berbagai alat canggih yang diperlukan.
Adapun ketika terjadi bencana, fokus kerjanya adalah mengurangi jumlah korban dan kerugian materi akibat bencana, menyediakan semua kebutuhan utama, seperti makanan, air bersih, pakaian, obat-obatan, beserta tim ahli. Tidak ketinggalan, proses evakuasi korban berlangsung secepat mungkin, serta membuka akses jalan dan komunikasi dengan para korban. Negara harus menyiapkan lokasi-lokasi pengungsian jauh-jauh hari agar saat terjadi bencana, telah tersedia lokasi layak untuk para pengungsi, termasuk pembentukan dapur umum dan posko kesehatan dengan petugas yang telah terlatih.
Adapun pascabencana, seluruh kegiatannya bertujuan untuk me-recovery korban bencana agar mendapatkan pelayanan yang baik selama mengungsi. Sebagai contoh, aktivitas pemulihan trauma, depresi, dan dampak-dampak psikologis lainnya.
Semua itu tentu membutuhkan dana yang cukup besar, disinilah pentingnya baitul maal dalam konsep perekonomian Islam. Baitul maal memiliki sumber pemasukan yang snagat besar, termasuk dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang melimpah di negeri ini. Karena tanpa sokongan dana, mitigasi yang baik hanya berupa ilusi. Wallahu a’lam bi ash showab.
Pendanaan yang baik akan menunjang kemampuan mitigasi yang baik pula. Jika berkaca pada sistem demokrasi kapitalistik yang selalu saja defisit anggaran, memiliki mitigasi yang baik hanyalah ilusi. Oleh karena itu, pengaturan mitigasi bencana tidak bisa berdiri sendiri, harus mendapat tunjangan penerapan sistem lainnya.
Baitulmal misalnya, sistem keuangan negara yang berlandaskan syariat Islam akan menjadikan sumber pemasukan negara berlimpah. Sistem pemerintahan Khilafah akan menghadirkan pemimpin yang amanah, sistem kesehatan dan pendidikannya pun berbasis akidah sehingga akan menciptakan tenaga ahli yang kompeten dan siap bertugas di mana pun sesuai arahan.
Oleh karena itu, kesengsaraan yang menimpa korban bencana hari ini bukan berbicara sebatas bahwa ini adalah ketetapan-Nya, tetapi juga ada andil abainya penguasa terhadap keselamatan jiwa. Semoga umat kembali mendapatkan pemimpin yang sanggup menghadirkan mitigasi yang paripurna. Wallahualam