Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Kasus mafia tanah kembali marak. Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) disorot karena dinilai tak melaksanakan perintah Presiden Jokowi agar memberantas mafia tanah. Meski sudah menggelar rapat koordinasi penanganan kejahatan pertanahan dengan sejumlah penegak hukum, baik kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi dan penyidik polda se Indonesia, penanganan kasus mafia tanah masih saja terjadi.
Seperti dirasakan oleh Artis Nirina Zubir. Dia menjadi korban atas mafia tanah sebesar Rp17 miliar. Selain artis dan pejabat, masyarakat dari yang kelas bawah sampai pelaku usaha pun tak luput dari jeratan mafia tanah.
Selain itu, kenyataan dilapangan secara nyata SHM 03563,SHM 03564 & SHM 03501/Salembaran Jaya jelas-jelas masih bersertipikat hak milik atas nama Tonny Permana sampai saat ini masih sah.
Tiba-tiba tanahnya dihancurkan begitu saja, diserobot dengan cara premanisme, saat ini telah dirusak oleh pengembang properti besar di kawasan Jakarta Utara, bahkan SHM milik Tonny Permana telah dijual kemasyarakat secara sewenang-wenang, yang diklaim oknum dengan menggunakan girik yang diduga palsu, tidak jelas asal-usulnya. Serta objek Keluarga Masto dan Mastono Sukardi di kawasan Dadap yang sudah bertahun-tahun digugat dengan modus sertifkat ganda.
Memang, sudah ada tim pencegahan dan pemberantasan mafia tanah beranggotakan Kementerian ATR/BPN dan Kepolisian Negara RI yang dibentuk mulai tahun 2018, sebagai tindak lanjut dari MoU antara Menteri ATR/Kepala BPN dengan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor Nomor 3/SKBIII/2017 dan Nomor B/26/11/2017, namun di lapangan, tak maksimal.
https://www.neraca.co.id/article/155175/mafia-tanah-menggurita-kementerian-atr-bpn-dinilai-tak-laksanakan-perintah-jokowi
Begitu pula Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Laksamana Muda (Laksda) Nazali Lempo mengungkap modus mafia tanah Kelapa Gading mangklaim tanah seluas 32 hektar milik TNI AL, juga tanah seluas 8,5 hektar milik warga Kelapa Gading bernama Yudi Astono di Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara.
Kasus mafia tanah memang sangat meresahkan dan mengganggu harta kepemilikan pihak tertentu.
Dilansir oleh CNN Indonesia (2/6/2021), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) mencatat kasus yang terindikasi mafia tanah di Indonesia sejak 2018 mencapai 242 kasus.
Menurut Secretary General of the Consortium For Agrarian Reform (KPA), Dewi Kartika mengamati banyak faktor yang menyebabkan sindikat mafia tanah masih bertahan. Pertama, tak ada transparansi terkait administrasi. Lalu keterbukaan informasi tentang pertanahan, tertutupnya informasi terkait pertanahan ini membuat mafia tanah bisa bekerja dengan leluasa.
Staf Khusus sekaligus Juru Bicara (Jubir) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Taufiqulhadi mengatakan, sengket lahan terus terjadi karena pemegang hak tidak segara menyelesaikan fakta-fakta di atas lahannya. Menurutnya, jika sebuah perusahaan merasa sebagai pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) maka seharusnya segera meminta pengadilan mengosongkan lahan tersebut.
"Jika tidak segera dikosongkan maka saya khawatir, lama-lama para penyerobot justru memiliki alasan untuk meminta peningkatan hak. Dari hanya seorang penyerobot bisa menjadi pemilik sertifikat hak milik (SHM) jika sudah lebih dari 20 tahun ia menempati tanah itu," kata Taufiqulhadi saat dihubungi Kompas.Com Senin (20/9/2021).
Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi ll DPR dan Anggota Panja Mafia Tanah, Guspardi Gaus. Dia menyebutkan, praktik mafia tanah tidak mungkin tidak melibatkan orang dalam (Kementerian ATR/BPN).
"Tidak mungkin tidak terlibat orang dalam, karena ada oknum, ada yang mem-back up dan juga pasti ada orang dalam. Tidak mungkin mafia ini bisa jalan dan berhasil tanpa akses orang dalam itu," tegasnya, kepada wartawan, Rabu 10/11/2021).
Panja Mafia Tanah sendiri, mengaku akan fokus membasmi mafia tanah dan mendorong Kementerian ATR/BPN melakukan pembersihan pegawai yang menjadi mafia tanah di kementerian terkait. Kalau ada indikasi praktik mafia tanah, maka harus diproses sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Kondisi ini sesungguhnya telah gamblang menujukan kepada kita, bahwa sistem kapitalisme menuntut peran negara harus berkurang sehingga individu pemodal akan lebih bebas berusaha. Negara pun kian lemah dan keberpihakannya makin mengarah pada kepentingan pemilik kapital. Terlebih adanya rente yang menggiurkan individu-individu pejabat yang mata duitan.
Tentu saja upaya yang harus dilakukan tidak bisa diberantas dengan transparansi maupun memperbaiki akhlak individu pegawai pemerintah saja, namun harus direvisi secara menyeluruh penetapan hak atas tanah, menetapkan sistem administrasi yang mapan, dan menciptakan masyarakat Islam yang melahirkan individu warga hingga pejabat negara yang amanah. Yang mampu mewujudkannya hanyalah sistem Islam yakni Khilafah.
Karena Islam selalu meniscayakan adanya pengurusan urusan umat oleh penguasa. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw :"Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya,"(HR.Muslim dan Ahmad). Hal ini termasuk soal pengelolaan pertanahan agar tidak terjadi sengketa di antara rakyat. Karena kebutuhan rakyat atas pengolahan dan kepemilikan tanah tidak sama.
Di dalam Islam, kepemilikan atau penguasaan tanah sejatinya didasarkan pada produktivitas tanah. Diantara sebab kepemilikan tanah yang diatur dalam Islam adalah menghidupkan tanah mati (ihyaul amwat), menghidupkan tanah berarti memakmurkannya. Menjadikan tanah layak untuk lahan pertanian, membuat bangunan di atasnya, atau apa pun yang menunjukkan bukti pemakmuran tanah.
Rasulullah Saw Bersabda :"Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya,"(HR. Ahmad).
Jika tanah dimiliki oleh orang yang lemah atau malas, tanah tersebut tidak akan dapat dikelola dengan baik, sehingga dapat mengurangi produktivitas tanah. Yang mampu berproduksi di tanah tersebut dialah yang memilikinya. Atas dasar kemampuan mengelola tanah inilah potensi sengketa tanah dapat dihindari dan menjauhkan manusia untuk saling menzalimi.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini