Listrik Milik Rakyat, Kenapa Rakyat Harus Bayar Mahal?



Oleh : Luthfi K.K*


Pemerintah berencana akan menaikkan tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan non subsidi pada 2022 mendatang dengan skema adjustment.(tribunnews.com 03/12/21)

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, rencana ini bakal dilaksanakan jika kondisi pandemi Covid-19 membaik.(cnbcindonesia.com 14/12/21)

Rencana Pemerintah dalam menaikkan tarif listrik ini memang sudah lama didengungkan. Dan kini hanya tinggal menunggu waktu saja kapan keputusan ini akan disahkan oleh pemerintah. Ditengah pandemi yang “Masih” belum selesai, bahkan dikabarkan varian baru telah masuk ke Indonesia. 

Masyarakat kelas menengah bawah yang sedang berusaha kembali memenuhi kebutuhan ekonominya yang sudah tersendat karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) harus menghadapi masalah baru. Penambahan taruf listrik yang memang sudah mahal akan semakin mahal lagi. 

Seperti sedang menjual barang dagangan langka, namun setiap orang harus memilikinya. Mau tak mau harus membelinya, karena memang harus punya. Padahal barang yang didagangkan merupakan barang dengan kepemilikan umum. Bukan milik pribadi atau milik negara. 

Kesalahan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam tak terbatas ini menyebabkan kesengsaraan bagi masyarakat luas dan menguntungkan bagi sekelompok orang. 

Barang dengan kepemilikan umum (milkiyah ammah) ini merupakan suatu kekayaan berupa barang-barang yang mutlak diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari seperti air, sumber energi (listrik, gas, batu bara, nuklir dsb), hasil hutan, barang tidaj mungkun dimiliki seperti sungai, danau lautan dan masih banyak lagi.

Milkiyah ammah tidak boleh dikelola selain oleh negara sendiri. Namun, negara juga tidak boleh mengambil untung dari harta milik rakyat ini. Oleh karenanya seharusnya negara tidak memungut biaya kepada rakyat terhadap pemanfaatan hasil sumber energi tak terbatas ini. 

Konsep kepemilikan dalam Islam ini tidak dapat berdiri sendiri. Konsep ini merupakan bagian dari sistem ekonomi Islam yang merupakan satu subsistem dari sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah. Dengan sistem pemerintahan Islam konsep kepemilikan akan di atur sedetail mungkin mana yang yang menjadi kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan kepemilikan pribadi.

Sehinggga dalam pembagian hal yang menjadi kepemilikan umum akan dikelola sebaik mungkin dan diberikan kembali kepada rakyat demi memenuhi kebutuhan energi rakyat. Wallahu a'lam bishawab


*Aktivis Muslimah Tulungagung

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak