Oleh Aisha Besima
(Aktivis Muslimah Banua)
Arus moderasi di negeri ini kian masif. Pemerintah pun memang berserius dalam pengarusan moderasi beragama ini. Dipimpin oleh Kementerian Agama dan Kementerian pendidikan. Tentu ini sangat berbahaya bagi umat Muslim terutama generasi muda. Kita harus melawan arus moderasi dengan mengembalikan pemahaman umat Islam, bahwa kita harus mengambil Islam sebagai solusi dalam menyelesaikan permasalah kehidupan.
Sebagaimana dilansir dari Republika.co (8/12), Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menggelar acara Monolog Budaya dan Launching Buku Moderasi Beragama dalam tiga bahasa di Bali, Rabu (7/12). Kegiatan ini mengangkat tema "Internasional Seminar & Expose on Religious Harmony".
Kapuslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kemenag RI, Prof M Adlin Sila mengatakan, sejumlah perwakilan dari kedutaan negara sahabat turut diundang dalam acara ini, seperti keduataan Amerika Serikat, Australia, Arab Saudi, Mesir, dan China. Selain itu, lanjut dia, beberapa konsuler juga diundang untuk hadir dalam acara ini.
Narasi moderasi beragama terus saja diaruskan secara masif oleh pemerintah. Bahkan, diperkuat dengan dukungan dari beberapa kementerian yang juga turut memuluskan arus moderasi beragama ini. Kondisi diperparah dengan nas-nas syariat yang maknanya diinterpretasi sedemikian rupa, lalu didakwahkan oleh ulama-ulama su’u (jahat) yang diberi panggung oleh media-media mereka. Sehingga tampaklah “Islam jalan tengah” ini seolah Islam yang sesungguhnya.
Moderasi beragama yang canangkan dan dipelopori oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas berharap para ustaz di pesantren mampu menggaungkan dan mengimplementasikan moderasi beragama. Bagi Yaqut, kalangan pesantren merupakan komunitas yang telah memahami serta menerapkan moderasi beragama dalam kehidupannya.
Moderasi beragama, seperti yang dinyatakan oleh Wapres, diukur dari empat indikator, yakni toleransi, antikekerasan, komitmen kebangsaan. Serta pemahaman dan perilaku beragama yang akomodatif terhadap budaya lokal atau konteks Indonesia yang multikultural dan multiagama.
Toleransi adalah sikap dan perilaku seseorang yang menerima, menghargai keberadaan orang lain dan tidak mengganggu mereka. Termasuk hak untuk berkeyakinan dan mengekspresikan keyakinan agama mereka, meskipun keyakinan mereka berbeda dengan keyakinan dirinya. Moderasi beragama telah menjadikan ajaran-ajaran Islam yang sangat penting pun diopinikan untuk tak perlu diterapkan.
Permusuhan Barat atas dunia Islam di bawah rezim Biden-Harris, tentu tidak sekonfrontatif pendahulunya. Sebagaimana ciri demokrat, mereka lebih suka menggunakan gaya moderat. Demi sukses moderasi, pihak pemerintah khususnya Kemenag telah melakukan berbagai langkah. Tak hanya itu, proyek moderasi juga diimplementasikan dalam bentuk perubahan kurikulum pesantren dan madrasah.
Menurut Cendekiawan muslim, Ustaz H. M. Ismail Yusanto moderasi beragama ini memerangi Islam yang kental dan tebal. “Moderasi beragama yang menjadi bagian war on radicalism global ini tujuannya memerangi Islam politik, Islam ideologis, Islam yang kental dan tebal,” paparnya dalam “Diskusi: Yang Tersembunyi di Balik Moderasi” di YouTube Media Umat, Ahad (7/11/2021).
Jadi, moderasi beragama ini sangat berbahaya bagi umat Islam. Terutama jika arus moderasi ini didukung oleh pemerintah baik itu Kementerian Agama maupun Kementrian Pendidikan. Jika, kita melihat lebih dalam moderasi beragama ini adalah inisiasi Barat menginginkan Islam yang sesuai keinginan mereka, yang tidak berbeda dengan kemauan mereka.
Umat perlu disadarkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaannya hanya akan menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin) ketika diterapkan syariatnya secara kaffah. Umat tak butuh moderasi, juga pemikiran kufur dan rusak lainnya. Tak hanya itu, umat juga perlu disadarkan bahwa penerapan syariat Islam secara keseluruhan tak mungkin dilakukan dalam sistem bermasyarakat dan bernegara hari ini.
Langkah moderasi yang terstruktur dan masif ini, sama sekali tidak ada manfaatnya. Justru akan membawa umat ini semakin berpikiran sekuler radikal. Semakin ingin jauh dengan syariat Islam. Karena itu hendaknya dihentikan atau Allah Swt. akan mengingatkan dengan cara-Nya.
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ ٱلْكِتَٰبِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَآءُ مَن يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمْ إِلَّا خِزْىٌ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلْعَذَابِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS al-Baqarah [2]: 85).
Dengan demikian, seorang Muslim harus yakin bahwa Islam adalah solusi bagi seluruh persoalan kehidupan. Maka sudah saatnya umat menyadari hakikat persoalan, agar tak selalu jadi korban penipuan. Bahkan umat harus berkeyakinan, bahwa Islam ideologi yang hari ini dimusuhi Barat dan berusaha terus direkayasa, sejatinya adalah kunci kebangkitan.
Wallahu a'lam bishawwab