Oleh Siti Syahrida Hasanah
Beberapa waktu lalu, media soial di ramaikan dengan pemberitaan, seorang mahasiswa asal Mojekerto yang bernama Novia Widyasari ditemukan tewas disamping makam ayahnya di TPU Dusun Sugihan, Mojekerto pada kamis (02/12/2021).
Diduga, Novia bunuh diri dengan menenggak racun. Alasannya bunuh diri pun kini terungkap. Salah satu cuitan di twitter yang mengaku teman korban, menceritakan kronologi Novia mengalami depresi. Berawal dari pemerkosaan oleh pacarnya sendiri, Randy Bagus Sasongko seorang anggota polisi. Kemudian hamil dan mendapatkan penolakan tanggung jawab oleh Randy dan keluarganya, hingga berujung pemaksaan aborsi. Sehiingga tagar #savenoviawidyasari menjadi trending topic di twitter.
Curhatannya di blog pribadi menguatkan bahwa kesehatan mentalnya sangat terganggu. Dia sering mendatangi makam ayahnya untuk mengadukan permasalahan yang dialaminya saat itu. Tak kuat untuk menjalani hidup hingga terbersit ingin mengakhiri hidup sebelum benar benar melakukan bunuh diri.
Depresi lalu bunuh diri tak hanya terungkap pada kasus Novia Widyasari ini saja. Namun ada beberapa kasus bunuh diri lainnya. Bahkan beberapa kasus kematian artis mancanegara. Penyebab depresi yang dialami bermacam macam. Mulai dari kasus bullying, kesulitan ekonomi, hingga kekerasan seksual.
Kasus kekerasan seksual di Indonesia menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Pasalnya sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, angka kasus kekerasan seksual pada Juni 2021 sudah tercatat 2.592 kasus, (CNN Indonesia). Hal ini lantas menjadi pertanyaan. Apakah status negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar didunia tidak dapat mempengaruhi pola pergaulan dan perilaku penduduknya sesuai dengan aturan Islam.
Sistem liberalisme yang melahirkan pergaulan bebas merupakan akar problamatika tingginya kekerasan seksual di Indonesia. Kebebasan yang digaungkan oleh Barat membuat pemuda seolah olah harus mengikutinya. Bahkan mengkampanyekannya mulai dari aktivitas pacaran, free sex sampai tinggal bersama sebelum menikah. Dampaknya, beberapa contoh tersebut sudah menjadi hal yang lumrah terjadi di Indonesia.
Adapun kekerasan seksual dinilai sebagai tindakan yang berbeda dengan pergaulan bebas. Karena dinilai sebagai tindakan bukan atas dasar suka sama suka, melainkan atas dasar pemaksaan dan kriminalitas. Namun, seperti yang diketahui bersama, mudahnya akses konten pornografi, tontonan yang tidak mendidik dan lingkungan pergaulan bebas, menyebabkan seseorang sulit mengontrol hawa nafsunya hingga berakibat penyaluran seksual yang salah dan menyimpang.
Menanggapi maraknya kasus kekerasan seksual, pada tahun 2016 pemerintah mengusulkan RUU-PKS (Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual) yang tujuannya akan menjadi payung hukum tindak kekerasan seksual. Namun hingga saat ini masih menuai pro dan kontra. Bukan tak beralasan, pihak yang kontra mengkhawatirkan terjadinya krisis moral, abainya norma susila dan norma agama jika RUU-PKS disahkan. Karena pada beberapa pasalnya menyiratkan pengaluran zina (lokalisasi), penormalan aktivitas zina dan diksi kata “kekerasan” yang didefinisikan berbeda dengan apa yang dipahami umumnya.
Jika RUU-PKS di sahkan permasalahan hanya dapat diatasi secara parsial. Bahkan akan menimbulan permasalah baru, seperti perilaku immoril, zina dipandang sah, hingga pelanggaran norma susila dan norma agama lainnya. Sungguh bak buah simalakama.
Berdasarkan hukum pidana Islam, kekerasan seksual masuk dalam jarimah ta’zir. Di mana hukuman yang diberikan kepada pelakunya berdasarkan ketetapan pemerintah. Namun jauh sebelum terjadinya tindak pelecehan atau kekerasan seksual, Islam telah mengatur bagaimana sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Dalam Al-Qur'an surah an-Nur ayat 30, Allah perintahkan kepada laki-laki untuk menundukkan pandangan dan memelihari kemaluan. Adapun ldalam surah al-Ahzab ayat 59, Allah perintahkan perempuan untuk menutup aurat, lengkap dengan ketentuan pakaiannya. Dari dua ayat ini saja rasanya sudah sangat jelas bahwa Islam menjaga dan memuliakan perempuan dengan cara laki-laki yang menjaga pandangan dan perempuan yang menutup aurat. Jadi kedua belah pihak sudah diatur untuk saling menjaga.
Islam juga telah mengatur tindakan preventif kekerasan seksual yaitu larangan mendekati zina, berkhalwat dan bercampur baur. Begitu sempurnanya Islam juga telah menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan hanya diperbolehkan berinteraksi dalam empat hal, yaitu :
Dalam hal pendidikan, kesehatan, muamalah, dan peradilan.
Semua aturan yang Allah tetapkan tidak lain untuk menjaga dan melindungi makhluknya. Hanya saja dalam sistem liberalisme dan kapitalisme sekarang, aturan dari Allah tidak lagi menjadi landasan berfikir dan sumber peraturan, yang terpenting bagi kaum liberalis dan kapitalis hanya kebebasan dan keuntungan mereka saja. Tanpa peduli bagaimana nasib generasi selanjutnya. Hanya Islam satu satunya agama dan sistem peraturan yang mampu memuliakan manusia.
Wallahu a’lam bishawwab