Kinerja PNS Akan Digantikan Robot, Solutifkah?



Oleh : Rosmawati 
(Pemerhati Masyarakat)


Akhir-akhir ini muncul kembali wacana penggantian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan robot kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI). Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyampaikan, bahwa pemerintah akan lebih banyak memanfaatkan kemajuan teknologi kedepanmya dalam memberikan layanan publik. Rencananya jumlah PNS akan dikurangi secara bertahap dalam rangka percepatan informasi birokrasi di era kemajuan teknologi saat ini. (Finance.detik.com, 28-11-2021)

Rencana penggantian PNS dengan teknologi sebelumnya sudah tampak dari transformasi digital yang dilakukan Pemerintah dalam pelayanan yang diberikan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN). Dan sudah berjalan beberapa tahun.

Berkembangnya teknologi, semakin memacu Pemerintah untuk melakukan modernisasi. Akan ada banyak tugas-tugas yang selama ini dikerjakan oleh manusia, beralih dikerjakan oleh robot yang dinilai lebih efesien dan akan lebih menghemat anggaran. Pasalnya Pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan anggaran untuk gaji para PNS, karena sudah digantikan dengan teknologi.

Namun sayangnya pemerintah tidak memikirkan dampak jangka panjang, dan tidak disertai dengan strategi apa yang akan diambil kedepannya. Sehingga wacana pergantian PNS ke teknologi robot ini memunculkan kegelisahan di tengah-tengah masyarakat akan meningkatnya jumlah pengangguran.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini angka pengangguran di Indonesia sebanyak 9,1 juta orang per agustus 2021. Adapun jumlah PNS di indonesia per 30 juni 2021 berdasarkan BKN adalah 4.081.824 orang, yang mengalami penurunan terus menerus dari tahun 2016. Jika kebijakan ini tetap dilaksanakan, maka angka pengangguran di negeri ini akan bertambah, bukan puluhan, ratusan, ataupun ribuan. Melainkan jutaan orang akan menjadi pengangguran baru di negeri ini.

Untuk kesekian kalinya, kita mendapati kebijakan-kebijakan bobrok yang dikeluarkan Pemerintah. Semua hal tersebut tidak lain merupakan buah dari penerapan sistem demokrasi-kapitalis, yang selalu mendasarkan segala kebijakannya dengan asas manfaat, mementingkan keuntungan (materi) dan mendahulukan kepentingan para pemodal ketimbang rakyat kecil.

Inilah realitas Pemerintah sekarang. Kebijakan yang katanya bisa membawa kesejahteraan, sejatinya malah menambah beban untuk rakyat. Niat untuk mengikuti tren global yang dinilai modern, justru berpotensi besar menyengsarakan rakyatnya sendiri. Kemajuan bangsa semestinya tidak diukur dengan pencapaian fisik dan kemajuan teknologi yang digunakan, melainkan bagaimana kesejahteraan individu masyarakat bisa tercapai dengan baik.

Ingin terlihat memajukan bangsa, namun semua itu hanya ilusi semata. Nyatanya kondisi internal bangsa semakin terpuruk, kebijakan yang dikeluarkan pun hanya menimbulkan persoalan-persoalan baru.
Semisal, semakin sempitnya ketersediaan lapangan pekerjaan, pengangguran merajalela, pendapatan rakyat yang semakin menurun, juga kemiskinan yang semakin menjadi-jadi.

Selain itu jika wacana ini benar-benar akan dilakukan, Pemerintah wajib memikirkan lagi terkait pendanaannya. Darimana anggaran untuk pembelian robot-robot artificial intelligence didapatkan? Bukankah itu memerlukan biaya anggaran yang besar?
Padahal disisi lain Pemerintah saat ini pun sedang menghadapi kesulitan keuangan, yang katanya ingin menghemat anggaran negara, dengan tidak menggaji para PNS lagi. Sungguh kebijakan ini hanya akan menambah beban anggaran negara. Diperparah dengan utang luar negeri yang terus membengkak dari tahun ke tahun.

Semua hal di atas sungguh berbeda dengan yang terjadi di masa-masa kejayaan Islam. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan di masa tersebut hanyalah kebijakan yang berisi kemaslahatan untuk rakyat. Tidak pernah mengejar suatu tren apapun, sebab Islam saat itu adalah trennya, termasuk dalam hal penggunaan teknologi. Masyarakat Eropa dan mancanegara berkiblat kepada Daulah Islam saat itu. Saat dimana wilayah mereka belum memiliki kemajuan teknologi seperti sekarang.

Mereka berlomba-lomba untuk merauk ilmu dari lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh Daulah Islam kala itu. Lembaga-lembaga pendidikan yang pernah mengalami puncak kejayaan dan menjadi simbol kegemilangan peradaban Islam. Seperti Nizamiyah (1067-1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir, Al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko dan masih banyak lainnya.

Termasuk beberapa hasil karya ilmiah beberapa ilmuwan Islam saat itupun tak luput dari perhatian mereka. Mereka mempelajari semuanya dan kemudian membawa karya-karya tersebut ke negara Eropa yang notebene masih berada di masa kegelapan. Nama-nama semisal Al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-farabi, dan Al-Khawarizmi juga dikenal di dunia Eropa dengan nama lain mereka tentunya.

Semua hal diatas menunjukkan bahwa tren teknologi saat itu hanya mengarah pada dunia Islam. Dan semua hasil pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sepenuhnya dipergunakan untuk kemaslahatan umat dan kemajuan Daulah Islam. Bukan untuk berbangga diri ataupun meraih posisi tertinggi di mata bangsa lainnya. Hasilnya pun bisa dirasakan oleh masyarakat luas dalam bentuk manfaat dan kemaslahatan, bukan berupa kesulitan dan kesengsaraan.

Alhasil, semua pengembangan teknologi yang dilakukan oleh Daulah Islamiyyah adalah untuk memberi manfaat kepada umat manusia bukan untuk mengurangi keterlibatannya sehingga bisa meminimalkan anggaran yang dikeluarkan oleh negara.

Wallahu A'lam bis Shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak