Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Pemerintah akan memperkenalkan program baru jaminan kesehatan. Kelas-kelas rawat inap di BPJS Kesehatan ini akan dihapuskan pada tahun 2022 mendatang. Rencana ini awalnya akan dilaksanakan pada awal 2021 lalu.
Ini artinya, semua layanan rawat inap bagi pemegang kartu BPJS adalah kelas standar. Perbedaan kelas rawat inap ini yang membuat adanya perbedaan fasilitas yang diterima peserta.
Sebelum kelas BPJS Kesehatan dihapus, pemerintah berencana melakukan transisi kelas rawat inap (KRI) JKN yang dibagi dalam dua kelas standar. Kelas ini adalah kelas standar A dan kelas standar B.
Kelas standar A adalah kelas yang diperuntukkan bagi Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). Sementara itu, kelas standar B diperuntukkan bagi peserta Non-PBI.
Aturan penghapusan kelas tersebut mulai dari penyesuaian manfaat medis dan non-medis, Indonesia Case Based Groups (INA CBGs) atau rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis, kapitasi, hingga iuran peserta.
"Dalam perencanaan akan menuju ke kelas rawat inap standar jaminan kesehatan nasional," kata anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dikutip pada Minggu (12/12/2021).
Ia mengatakan, penghapusan kelas dan penerapan kelas standar bertujuan untuk menjalankan prinsip asuransi sosial dan equitas di program JKN.
Penghapusan kategori kelas itu sesuai dengan amanat Undang-undang Sistem Jaminan Sosial (SJSN) Pasal 23 (4) yang mengatakan bahwa jika peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka diberikan "kelas staandar".
Kelas BPJS Kesehatan dihapus itu hanya berlaku untuk rawat inap. Sementara rawat jalan normal seperti biasanya.
"Nanti segmentasi peserta otomatis berubah, tidak ada lagi kategori peserta kelas 1, 2, dan 3," lanjut dia.
Kriteria yang disusun bukanlah kriteria baru melainkan diambil dari kebijakan yang ada di Kementerian Kesehatan, yaitu berupa Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit-Ruang Rawat Inap, Permenkes Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
Lalu merujuk berdasarkan draft konsep kelas standar Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, serta masukan dari PERSI dan ARSADA dalam rapat penyusunan kriteria Kelas Standar JKN.
Konsep kelas standar nantinya hanya akan terdapat dua kelas kepesertaan program, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI. Segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI.
Berdasarkan kelas PBI dan non-PBI itu, ketentuan luas kamar dan jumlah tempat tidur tiap kamar akan berbeda. Di mana untuk kelas untuk peserta PBI, minimal luas per tempat tidur (dalam meter persegi/m2), sebesar 7,2 meter persegi dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan.
Sementara di kelas untuk peserta non-PBI, luas per tempat tidur sebesar 10 meter persegi dengan jumlah maksimal 4 tempat tidur per ruangan.
Iuran BPJS Kesehatan
Dijelaskan, penerapan rawat inap kelas standar ini akan mulai berlaku pada 2022, atau paling lambat Januari 2023. Sementara soal iuran, Muttaqien mengatakan belum mengetahuinya. Sebab, saat ini masih berproses.
Menurutnya, iuran BPJS harus diperhitungkan berdasarkan beberapa pertimbangan, mulai dari inflasi dan biaya kebutuhan jaminan kesehatan.
"Yang penting juga adalah memperhatikan kemampuan membayar iuran peserta, terutama jika kita lihat di masa pandemi seperti sekarang ini," tandasnya.
https://money.kompas.com/read/2021/12/12/145342326/kelas-bpjs-kesehatan-dihapus-di-2022-bagaimana-tarif-iurannya?page=all
Kebijakan sejenis ini sejatinya hanya cara-cara manipulatif untuk mencapai prosentase keuntungan dari layanan kesehatan rakyat yang lebih besar. Sejak kemunculannya di tahun 2013 lalu, keberadaan BPJS Kesehatan sudah menimbulkan persoalan. Mulai dari premi yang harus dibayar oleh peserta, layanan kesehatan yang kurang layak atau tidak maksimal, hingga defisit yang kian membengkak.
Masyarakat diminta untuk membayar premi sebagai jaminan kesehatan, namun disaat mereka membutuhkan jaminan ketika berobat bukan layanan terbaik yang didapat, melainkan justru kesulitan yang dihadapi. Diantaranya, administrasi kesehatan yang ribet, layanan minim, dan perlakuan kurang nyaman.
Sebagai lembaga bisnis asuransi, BPJS tentu tidak ingin rugi. Mereka (BPJS) berhak membuat berbagai ketentuan bahkan mengubahnya sesuai dengan kepentingan bisnisnya bukan kesembuhan dan keselamatan jiwa pasien menjadi prioritasnya.
Dengan kebijakan menghapus kelas rawat inap kemudian menggantinya pada kelas standar, diprediksi akan meningkatkan pendapatan BPJS dikarenakan iuran premi 21 juta peserta kelas 3 dipastikan akan naik.
Maka tidak heran, fasilitas kesehatan pada era BPJS Kesehatan yang berlangsung dalam sistem kehidupan sekulerisme kapitalisme demokrasi benar-benar kosong dari aspek kemanusiaan. Bahkan layanan kesehatan kini telah berubah menjadi tempat perjudian nyawa publik. Rakyat harusnya menyadari, bahwa sistem kapitalisme telah gagal menjamin kesehatan gratis bagi rakyat.
Sejatinya, kesehatan adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara, bukan malah dikapitalisasi atas nama jaminan. Kalaulah benar-benar jaminan, seharusnya tidak ada yang namanya pungutan.
Hanya sistem Islam yang menjadikan kesehatan sebagai jaminan atas seluruh rakyat. Karena menurut pandangan Islam, kesehatan sebagai kebutuhan pokok publik bukan dikomersilkan untuk meraih keuntungan.
Rasulullah Bersabda :"Siapa saja yang memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya,"(HR. Bukhari).
Di dalam negara Islam (Khilafah) apapun alasannya tidak dibenarkan dengan adanya program JKN atau pun program-program yang bertujuan mengkomersilkan pelayanan kesehatan. Negara dalam Islam bukanlah berfungsi sebagai regulator sebagaimana dalam sistem kapitalisme saat ini, akan tetapi negara bertanggung jawab langsung dan penuh terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan publik, gratis, lagi berkualitas.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw "Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya,"(HR. Bukhari).
Negara bertanggung jawab langsung dan penuh akan ketersediaan fasilitas kesehatan baik dalam jumlah, kualitas terbaik para dokter ahli, serta obat-obatan, peralatan kedokteran yang dibutuhkan, dan sebarannya hingga ke seluruh pelosok negeri.
Adapun fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit, merupakan institusi teknis pelaksana fungsi negara yang berfungsi sebagai raa'in atau pelayanan publik, dengan demikian, negara wajib mengelolanya secara langsung di atas prinsip "pelayanan".
Dengan model pembiayaan anti defisit tanpa membebani publik, RS, dan insan kesehatan sepeserpun. Dengan model pembiayaan berbasis Baitulmal dan bersifat mutlak, sumber-sumber pemasukan dan pintu-pintu pengeluaran berlandaskan ketentuan syariat. Tidak dibenarkan lembaga unit pelaksana teknis fungsi negara seperti Rumah Sakit dan laboratorium dijadikan sumber pemasukan negara sebagaimana yang terjadi pada sistem saat ini yang justru membebani masyarakat.
Wallahu alam bisa-sawab
Tags
Opini