Oleh : Maira Zahra*
Kekerasan seksual selalu saja terjadi tanpa adanya tindakan yang secara berskala untuk mengakhiri. Undang-undang yang memberlakukanpun juga sama sekali tak bisa membuat jera para pelaku.
Adanya kasus yang baru-baru ini yang telah mengguncang warga jagad maya. Para netijen dibuat geram atas perlakuan tak manusiawi yang dilakukan oleh guru pesantren, dimana dia telah melakukan tindak pemerkosaan kepada belasan orang santrinya yang berlangsung sejak 2016 itu. Naudzubillahimindzalik.
Buah dari sistem sekulerisme seperti melahirkan kerusakan demi kerusakan yang terjadi secara beruntun. Tidak satupun hidup tanpa adanya kenyamanan didalamnya. Iyaa, itulah hidup dalam lingkup sistem sekularisme.
Setelah terjadinya kasus pelecehan seksual tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) mencanangkan sebuah peraturan baru No. 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) .
Dengan keluarnya peraturan baru ini, menuai banyak penolakan dari berbagai ormas Islam. Hal ini terutama terkait dengan muatan peraturan yang disinyalir justru melegalkan seks bebas.
Ada pasal yang menjadi sorotan publik, yakni pasal 5. Di dalamnya termuat kalimat yang bisa ditafsirkan sebagai legalisasi seks bebas hingga LGBT di dunia kampus.
Pada pasal 5 tersebut terdapat kalimat rancu 'dengan paksaan' atau 'tanpa persetujuan.' Hal terlarang seperti hubungan sesama jenis bisa menjadi legal.
Apalagi dukungan Menag (Menteri Agama) terhadap aturan (PPKS) terlihat terlalu terburu-buru tanpa melakukan konsultasi dengan pihak-pihak yang menolaknya, seperti MUI, Muhammadiyah, dan tokoh-tokoh lainnya.
Dalam Permendikbud no. 30 juga menunjukkan sisi mengesampingkannya agama dalam membuat aturan negara. Agama hanya sekedar ritual ibadah tak menjadi acuan utama. Dalam konteks seksualitas saja agama sudah dipinggirkan, dipaksa untuk menerima kebebasan seksual dan LGBT.
Masalah utama dari kekerasan seksual di dalam kampus adalah adanya budaya kebebasan seksual yang menganggap bahwa hubungan seksual itu bebas dilakukan pada siapa saja. Dan wanita akan menjadi korban atas itu. Permendikbud ini tidak akan bisa menyelesaikan kejahatan seksual di lingkungan kampus dan dunia pendidikan. Karena ini hanya cabang dari persoalan yang sudah rusak yaitu liberalisme dan hedonisme.
Semestinya, yang perlu disadari yang dibutuhkan adalah implementasi sempurna terhadap Islam yang mewujudkan individu takwa, lingkungan penuh respek terhadap perempuan dan menutup semua peluang terjadinya kekerasan seksual. Aturan Islam menjadi aturan yang sempurna untuk berkehidupan di dunia. Karena negara dan syariat adalah dua saudara kembar yang tidak bisa terpisah satu sama lain. Bahwa negara tanpa syariat akan rusak dan syariat tanpa negara maka bohong.
Wallahu a'lam bishshowab
*Komunitas Millenials Perindu Surga
Tulungagung
Tags
Opini