Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Wakapolda Jawa Timur Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo mengungkapkan bahwa mahasiswi Universitas Brawijaya (UB) Malang, Novia Widyasari telah melakukan aborsi sebanyak dua kali hingga akhirnya nekat melakukan bunuh diri. Hal itu terungkap setelah pihaknya melakukan pemeriksaan kepada mantan kekasihnya yang merupakan oknum polisi yang bertugas di Polres Pasuruan.
Slamet menerangkan, keduanya melakukan hubungan layaknya suami istri yang terjadi mulai tahun 2020 hingga 2021, yang dilakukan di wilayah Malang yang dilakukan di kos maupun di hotel. "Selain itu ditemukan juga bukti lain bahwa korban selama pacaran, yang terhitung mulai bulan Oktober 2019 sampai bulan Desember 2021 melalukan tindakan aborsi bersama yang mana dilakukan pada bulan Maret tahun 2020 dan bulan Agustus 2021," kata Slamet.
Untuk usia kandungan yang pertama masih usia mingguan, sedangkan usia kandungan yang kedua setelah usia 4 bulan," sambungnya. Polisi Inisial R Ia menambahkan bahwa korban dan oknum anggota Polri ini sudah berkenalan sejak bulan Oktober 2019. Pada saat itu, kedunya sedang nonton bareng distro baju yang ada di Malang. Keduanya pun akhirnya berkenalan dan bertukar nomor hanphone hingga akhirnya berpacaran. https://news.okezone.com/read/2021/12/05/340/2512036/polisi-novia-widyasari-lakukan-aborsi-dua-kali.
Kasus bunuh diri sebagai puncak depresi akibat kekerasan di masa pacaran menarik perhatian masyarakat hingga para pejabat negara.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga ikut bicara mengenai kasus Novia Widyasari (23) yang menenggak racun karena sang kekasih Bripda Randy Bagus memaksa melakukan aborsi. Bintang menyebut kasus yang menimpa Novia termasuk dalam kategori kekerasan dalam berpacaran atau dating violence.
"Kasus yang menimpa almarhumah ini adalah bentuk dating violence atau kekerasan dalam berpacaran, di mana kebanyakan korban, setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM," kata Bintang dalam keterangan pers tertulisnya, Minggu (5/11/2021).
Bintang pun mengharapkan agar kasus ini diusut secara tuntas dan memberikan hukuman yang setimpal kepada sang pelaku, imbuhnya.
Tidak heran ketika publik merasa kasihan dengan apa yang menimpa almarhumah Novia, juga merasa geram dengan tingkah laku sang pacar Rendy. Namun, harusnya publik tidak mencukupkan diri dengan menaruh simpati pada kasus ini dan terus memblow up di media sosial agar pelaku mendapat hukuman. Seperti kata pepatah :" tidak akan ada asap kecuali ada api". Begitupun dengan menilai kasus ini, harusnya publik lebih cermat pada pangkal persoalannya bukan sekedar yang muncul dipermukaan.
Tak akan ada masalah, jika tak ada faktor penyebabnya. Seperti yang diketahui, kehidupan saat ini menganggap bahwa aktivitas pacaran bukan lagi hal yang tabu untuk dilakukan, bahkan ketika hubungan itu mengiring aktivitasnya pada perzinahan. Asal suka sama suka, tak akan ada hukum yang menjeratnya. Hukuman baru berbicara ketika ada paksaan dalam hubungan seksual, cara pandang seperti ini merupakan pangkal merebaknya perzinaan di tengah masyarakat.
Memang, tidak semua hubungan pacaran berakhir dengan perzinaan, namun perzinaan diawali dari aktivitas pacaran, bahkan saat ini pun perzinaan bebas dilakukan meski tanpa status seperti "one-night stand", ketika perzinaan ini akhirnya menumbuhkan benih dalam rahim (kehamilan) dan para pelaku belum siap dengan kehadiran janin tersebut tindakan aborsi pun menjadi pilihan. Maka publik bisa melihat, betapa banyak kasus aborsi dari kehamilan yang tidak diinginkan.
Betapa realita ini sangat jelas menujukan, sistem pergaulan masyarakat secara radikal ini dipengaruhi oleh pola pikir sekuler-liberal, menjadikan manusia hidup terpisah dari aturan agama sehingga menjadikan aktivitas kemaksiatan seperti zina, hamil di luar nikah, aborsi, atau bunuh diri bukan lagi menjadi hal yang tabu untuk dilakukan. Dengan demikian, harusnya dari kasus ini, tidak cukup dikawal dengan penangkapan pacar korban (pelaku) tetapi harus dengan menghapus beragam nilai liberal di masyarakat, kemudian memggantinya dengan sistem pergaulan yang shahih (benar) yang tentunya hanya bisa diterapkan dalam sistem Islam yaitu Khilafah.
Sebab hanya dalam Khilafah, peraturan hidup Islam dijadikan sebagai peraturan komprehensif yang mampu menanggulangi pergaulan bebas bisa segera diwujudkan.
Ada 3 pilar dalam sistem Islam yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara.
Pilar pertama, ketakwaan individu warga negaranya. Negara akan menciptakan suasana kondusif bagi warganya dengan menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Dorongan mentaati aturan negara adalah atas dasar ketakwaan, sukarela, dan tanpa paksaan.
Dalam hal ini, negara akan menjaga ifah jiwa (kesucian jiwa) individu dengan menjaga tayangan yang mengumbar aurat atau merangsang syahwat.
Negara akan melarang peredaran atau tayangan pornografi dan pornoaksi. Ajaran-ajaran seperti menundukkan pandangan, larangan Khalwat (berdua-duaan), dan ikhtilat (bercampur baur) akan terlaksana dengan penuh sukacita oleh masyarakat karena mereka sadar itu semua merupakan perintah dari Allah Subhanahu Wa ta'ala.
Pilar kedua, adalah kontrol masyarakat terhadap pergaulan bebas. Akan ada opini umum dan kesepakatan bersama bahwa pergaulan bebas itu sesuatu yang buruk. Jika ada yang melakukan pelanggaran semacam zina, aborsi, dan sejenisnya maka masyarakat akan aktif mengingatkan dan mencegah penyebarannya.
Pilar ketiga, adalah peran negara. Negara Islam memiliki aturan sistem pergaulan yang mampu mencegah pergaulan bebas pada anak (preventif). Sedari kecil, generasi anak muslim diajarkan untuk tidak berkhalwat berdua-duaan dengan lelaki asing yang bukan mahram, menghindari ihkhtilat campur baur dengan non-mahram kecuali untuk hal yang diperbolehkan syara.
Di sisi lain, Islam memang secara tegas melarang dan mengharamkan aktivitas pacaran.
Allah Berfirman :"Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk,"(Qs.al-Isra : 32).
Selain aturan preventif, aturan Islam juga berfungsi kuratif yakni sistem sanksi yang tegas bagi para pelaku zina. Bagi remaja pelaku zina yang sudah balig dan belum menikah, negara akan menerapkan sanksi cambuk 100 kali dan pengasingan selama 2 tahun ke tempat yang jauh. Hukuman ini akan menjaga kemuliaan akhlak anak agar tak terulang pada anak atau remaja lainnya. Demikianlah, sinergisitas ketiga pilar ini agar pergaulan bebas yang berujung pada kekerasan seksual tak makin marak seperti dalam sistem kapitalisme sekuler-liberal saat ini.
Dengan kata lain, kasus ini tidak cukup dikawal dengan penangkapan pacar korban, sepatutnya ini juga mendorong negara untuk memperbaiki tata pergaulan dan menghapus beragam nilai liberal, jangan sampai justru kasus ini memperbesar dukungan terhadap Permen dan RUU PPKS yang liberal. Yang menurut pandangan mereka, apabila hubungan seksual yang dilakukan atas suka sama suka bukanlah terkatagori masuk tindak pidana, yang pada akhirnya malah akan melegalkan perilaku zina.
Karena pasti solusi pandangan liberal inilah justru akan menghasilkan lebih banyak masalah baru.
Kembalilah pada penataan Islam secara kaffah yang terbukti menjadi solusi paripurna memberantas kekerasan seksual secara tuntas.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini