Oleh: Nabila Sahida
Kekerasan dalam hubungan pacaran menjadi salah satu kasus yang paling hangat akhir-akhir ini. Seperti pada berita seorang mahasiswi yang meninggal karena bunuh diri dengan meminum racun akibat depresi setelah aborsi janin hasil dari hubungan diluar nikah dengan pacarnya.
Dalam hal ini Bintang Puspayoga, Mentri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) dalam keterangan pers tertulisnya mengatakan,
"Kasus yang menimpa almarhumah ini adalah bentuk dating violence atau kekerasan dalam berpacaran, di mana kebanyakan korban, setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM," Minggu (5/11/2021).(news.detik.com)
Istilah dating violence ini berasal dari pengaong feminis, dengan tujuan mencegah terjadinya penguasaan laki-laki atas perempuan atau harus setara. Menurut mereka kekerasan ini karena tidak adanya kesetaraan yang mengakibatkan laki-laki menindas dan melecehkan perempuan. Dan pada akhirnya para feminis dengan giatnya kembali menyerukan RUU TPKS. Padahal, aturan tersebut bersifat tambal sulam dan kontradiktif, bahkan tidak menyelesaikan masalah sama sekali. Kekerasan seperti ini akan terus bergulir dan tidak kunjung berakhir.
Beberapa dari pegiat gender yang memfokuskan pada tindakan pemaksaan aborsi oleh pelaku atas korban merupakan budaya patriarki penyebab kekerasan seksual pada perempuan. Dan pada akhirnya solusi yang mereka tawarkan adalah gender equality dan pemberian kebebasan pada perempuan untuk menentukan yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan terhadap tubuhnya.
Bisa kita lihat bahwa masyarakat saat ini hanya berfokus pada penanganan masalah dari cabangnya saja bukan dari akarnya. Inilah fakta yang bisa kita lihat hasil dari hubungan yang berawal dari pacaran. Hubungan yang yang belum jelas, belum ada ikatan pernikahan namun dengan aktivitas sudah sampai pada sepasang suami istri pada umumnya. Sangat wajar jika sulit memberantas kasus seks bebas dan aborsi di kalangan anak dan remaja karena gaul bebas seolah menjadi gaya hidup yang justru mereka nikmati. Kapitalisme memproduksi gaya hidup liberal serba bebas, tidak mengenal dosa-pahala atau halal-haram.
Yang pertama yang harus di perbaiki dalam hal ini seharusnya adalah tatanan pergaulan dalam masyarakat. Dimana ada batasan antar laki-laki dan perempuan. Dan batasan dimasing-masing individu seperti menutup aurat dan menjaga kemaluan. Memulai dari menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan.
Islam memberikan aturan yang kuratif dan preventif, yaitu menjaga dan mencegah.
Aturan yang dibuat oleh sang Pencipta, Allah SWT. Yang tak hanya memandang dari sisi perempuan atau lelaki saja. Islam diturunkan untuk menjawab semua permasalahan manusia.
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji (fâhisyah) dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’: 32).
Islam mencegah laki-laki dan perempuan melakukan aktivitas yang merusak akhlak dan juga melarang perempuan berkhalwat. Khalwat adalah berkumpulnya seorang laki-laki dan perempuan di suatu tempat yang tidak memungkinkan orang lain untuk bergabung kecuali dengan izin keduanya. Misalnya, seorang laki-laki dan perempuan berdua-duaan di rumah, kantor, atau tempat sunyi yang jauh dari keramaian orang. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali disertai mahramnya karena sesungguhnya yang ketiga adalah setan.” (HR Tirmidzi).
Dalam keseharian juga melarang perempuan untuk bertabaruj atau berdandan berlebihan yang merangsang naluri seksual laki-laki. Kontras dengan logika feminis yang membebaskan perempuan untuk berpenampilan sesuka hatinya. Islam jelas memahami bahwa pelecehan seksual kerap terjadi karena penampilan yang menonjolkan sisi tertentu dari tubuh perempuan.
Tak hanya pribadi yang harus concern dalam pelaksanaan aturan seperti ini tapi negara juga harus turut mengontrol ketat aturan untuk setiap masalah indvidu masyarakatnya. Seperti negara wajib hadir untuk mengontrol ketat seluruh tayangan maupun materi pemberitaan media. Coba deh perhatikan tayangan-tayangan yang ada, miskin edukasi dan full konten negatif. Apalagi di media sosial, begitu mudah mengakses situs-situs porno yang menayangkan adegan tidak senonoh. Teror tayangan ini berdampak pada pelampiasan naluri melalui pemerkosaan, pelecehan seksual, dan sejenisnya. Alhasil, begitu kesempatan ada, langsung deh dilampiaskan. Mudah saja kita menemukan pasangan yang melakukan hubungan layaknya suami istri, meski belum terikat dalam pernikahan yang sah.
Tags
Opini
Sistim kapitalis mengagungkan kebebasan berperilaku sampai kebebasan seksual disertai gaya hidup hedonisme atas nama hal azazi mrk melegalkan segala cqra untuk meraihnya.
BalasHapus