Oleh : Ummu Khielba
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Negara yang berdaulat mampu menguasai hak eksklusif dalam menguasai suatu wilayah pemerintahan serta masyarakat (Wikipedia). Kedaulatan juga merupakan kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara daerah dan sebagainya (KBBI). Pertanyaannya, sudahkah negara +62 ini memiliki kedaulatan penuh?
Melansir dari tulisan Asy Sifa Ummu Sidiq di Muslimahnews.com 28/11/21 dengan judul “Utang Luar Negeri Naik, Apakah Rakyat Tidak Perlu Panik?”. Menurut beliau, Bengkaknya utang negeri ini memperlihatkan keuangan negara sedang tidak baik-baik saja. Negara menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik keperluan administrasi ataupun mengurus rakyatnya. Sayangnya, utang yang makin naik dan mencekik itu tidak menyadarkan para pelakunya agar insyaf. Mereka menganggap enteng jumlah utang senilai 6.000 triliun lebih karena beralasan sebagian besar tergolong tenor jangka paniang. Artinya, tidak perlu mengembalikannya dalam waktu dekat.
Utang menanjak tinggi berujung hilangnya kedaulatan ekonomi. Bagaimana tidak! Sumber pendapatan negara yang unggulan hanya memanfaatkan sektor non riil saja (mengandalkan pajak) sementara sektor riil dari kekayaan alam Indonesia entah kemana mengalirnya, dirampok dengan brutal sumber kekayaan alam oleh para kapital yang rakus bahkan kongkalingkong dengan pejabat negara. Alhasil alampun dijadikan tumbal dalam sistem kapital saat ini.
Belajarlah dari alam, jika memang belum mau merubah keadaan. Jangankan kedaulatan politik dalam seluruh aspek kehidupan, kedaulatan ekonomi saja masih dipertanyakan. Mau merdeka finansial dirasa jauh dari harapan, kenapa? Karena negara masih bercokol pada utang luar negeri (ULN) dengan sistem ribawi yang jelas-jelas diharamkan oleh Al-Khaliq. Bagi pelaku riba yang terus berulang, Allah tantang dalam firmanNya : " Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu." (QS Al Baqarah 279).
Islam menjadi solusi solutif dalam masalah utang. APBN negara Islam sangat jelas dan terukur, mulai dari pendapatan dan pengeluaran. Banyak pos pemasukan dalam sistem Islam, mulai dari jizyah, kharaj, fa’i, ghanimah, harta tidak bertuan, hingga hasil pengelolaan SDA. Semua Penerimaan masuk ke dalam baitul mal dan dimanfaatkan untuk kebutuhan biaya administrasi maupun kebutuhan rakyat.
Bayangkan pemasukan yang diperoleh dari sektor riil dari negara ini, jika benar-benar diurus oleh negara. Tidak saja kesejahteraan didepan mata, kedaulatan politikpun akan didapat dan tidak ada pendiktean dari negara penghutang, kedaulatan negarapun total. Indah bukan? Ya, semua ini hanya dalam angan-angan semu. Selama sistem kapitalisme bercokol selama itu pula sistem ribawi dijadikan motor penggerak ekonomi.
Kembalilah kepada aturan yang haq wahai pemimpin muslim. Janganlah mengikuti langkah-langkah syaithan. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah Ayat 208 : “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu”. Kembali kepada Islam yang sempurna dengan syariat Islam yang dibawa oleh suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW. Tidakkah rindu sejahtera dalam naungan Islam?
Wallahu A’lam Bishowab
Tags
Opini