Oleh: Tri Setiawati, S.Si
Kebakaran kilang minyak Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah yang terjadi Sabtu malam sekitar pukul 19.20 WIB, bukanlah kali pertama terjadi.
Hal ini menuai reaksi dari kalangan masyarakat lantaran adanya kecerobohan dari Pertamina yang tidak mampu menjaga kilang minyak milik negara tersebut.
Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi menyampaikan, kebakaran kilang minyak yang sudah berulang kali ini tidak bisa dianggap sebagai kejadian yang biasa saja.
"Karena itu perlu dilakukan audit investigatif terhadap kualitas tangki penampungan di kilang-kilang, tidak hanya di Cilacap, mengingat kejadian serupa juga pernah terjadi di tempat lain seperti Balongan dan tempat lainnya,” tegas Awiek, Minggu (14/11).
Sekretaris Fraksi PPP ini menambahkan, Pertamina harus terus melakukan perbaikan dan langkah antisipasif agar persoalan ini tidak terulang kembali.
“Selain itu juga Pertamina harus memastikan pasokan BBM tidak terganggu,” tegasnya.
Pihaknya mengusulkan agar Komisi VI membentuk panitia kerja agar peristiwa serupa tidak terulang kembali lantaran hal ini memiliki kerugian negara yang cukup besar dan juga korban bagi warga sekitar.
“Untuk mengawasi persoalan ini, Fraksi PPP mengusulkan Panja di Komisi VI untuk bisa membahs secara komprehensif,” tutupnya.
(politik.rmol.id,2021/11/14)
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat energi dari Universitas Gajah Mada, Fahmy Radhi. Beliau mengatakan, bahwa dugaan sementara penyebab terbakarnya tangki kilang minyak Pertamina di Cilacap Jawa Tengah akibat tersambar petir sebagai alasan yang "sangat naif". Sebab sebagai kilang dengan pasokan terbesar, semestinya Pertamina menjaga aset yang sangat penting tersebut dengan menerapkan sistem keamanan yang super canggih dan berlapis sehingga mencapai nihil kecelakaan.
"Karena misalnya terjadi kebakaran, pasti akan mengurangi suplai BBM sehingga untuk menutupi kekurangan tadi, dibutuhkan impor lagi atau akan menaikan impor, sambungnya.
"Pengalaman saya, sebagai anggota anti mafia migas, mafia migas akan berburu rente pada impor tadi, karena semakin banyak impor maka semakin banyak cuan yang didapatkan.
Walaupun pihak Pertamina menyebut kebakaran tersebut tidak mempengaruhi suplai, karena cadangan minyak masih ada untuk beberapa hari ke depan tetap saja peluang impor semakin besar. Seandainya penyebabnya adalah petir, harusnya Pertamina bisa mengambil tindakan untuk melakukan perbaikan pada tangki-tangkinya sehingga tak membuat kejadiannya terus berulang.
Terlepas adanya unsur kesengajaan pada peristiwa kebakaran tangki kilang minyak atau murni kecelakaan akibat kelalaian, semua itu tidak lepas berpangkal dari pengelolaan BUMN yang bercorak liberal kapitalistik. Keberadaan BUMN bukan bermakna sebagai bentuk tanggung jawab negara mengurusi umat. BUMN hanya terposisikan sebagai tempat pengusaha mendulang keuntungan.
Negara dengan tata kelola ekonomi liberal kapitalistik memang menyerahkan seluruh pengurusan umat pada swasta.
Negara hadir hanya sebatas sebagai regulator yang memfasilitasi bertemunya kepentingan rakyat dan korporasi, sementara seluruh kebutuhan rakyat dalam kehidupannya terpenuhi oleh swasta. Dalam sistem ini, BUMN seperti tempat jual beli antara pengusaha dan rakyat. Jika BUMN terus merugi, maka tak ada alasan lagi untuk mempertahankannya sehingga privatisasi BUMN dilakukan dengan menjual asetnya walaupun rakyat yang dirugikan.
Padahal selama ini, hampir seluruh BUMN mengalami merugikan meski mendapat keistimewaan dalam banyak hal. Sebab BUMN kerap kali dijadikan sapi perah oleh partai dan individu di dalamnya demi mengongkosi biaya politik mereka. Inilah yang menjadikan pengelolaan BUMN setengah hati. Maka wajar jika tangki kilang minyak yang harusnya jadi perhatian besar pengelola, nyatanya kondisinya makin hari kian memprihatinkan begitu pun motif kesenjangan.
Menjadi nalar yang masuk akal tersebab buruknya pengelolaan, yakni jadi pintu masuk swasta untuk ikut terlibat dalam pengurusannya.
Tentu saja pengelolaan SDA yang secara tak langsung merugikan rakyat tidak akan terjadi jika SDA dikelola dalam sistem yang benar yaitu sistem Islam (Khilafah).
SDA dalam tata kelola sistem ekonomi Islam masuk katagori kepemilikan umum. Kepemilikan umum adalah izin Asy-Syari pada komunitas untuk menggunakan atau memanfaatkan suatu benda. Individu tidak boleh memiliki harta benda yang termasuk kepemilikan umum ini. Privatisasi atas kepemilikan umum adalah terlarang.
Rasulullah Bersabda ; "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api,"(HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Adapun harta kepemilikan umum terbagi menjadi 3 : barang kebutuhan umum, barang tambang yang besar, dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk individu miliki. Minyak termasuk barang tambang melimpah sehingga haram dikuasai oleh perorangan. Negara haram penjualnya kepada asing karena apa pun yang terjadi semua itu milik umat, negara hanya mengelolanya kemudian dikembalikan lagi kepada rakyat. Oleh karena itu, Khilafah-lah institusi negara yang berhak mengelolanya.
Konsekuensi lain dari harta kepemilikan umum adalah haram diberikan kepada asing, dengan paradigma inilah akan menutup celah kerusakan dalam pengelolaannya. Seperti kelalaian yang menyebabkan kebakaran tangki kilang minyak maupun kesengsaraan yang dirasakan akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler dalam kehidupan yang rusak dan merusak.
Wallahu alam bisa-sawab