Oleh : Ummu Khielba
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh memberikan peran sosok seorang ibu yang luar biasa. Peran yang bersifat biologis juga strategis pencetak generasi Ansharullah. Islam telah memposisikan seorang ibu pada posisi yang sangat mulia.
Hal ini tampak dari beberapa hadis Rasulullah SAW. Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?” Nabi saw. menjawab, “Ibumu!”. Dan orang tersebut kembali bertanya, “Kemudian siapa lagi?'”Nabi saw. menjawab, “Ibumu!” Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Nabi saw. menjawab, “Kemudian ayahmu.” (HR Bukhari).
Kita sering mendengar ungkapan, “Surga di bawah telapak kaki ibu.” Tentu saja ini bukan makna yang sebenarnya, tetapi ungkapan indah dan penuh makna. Ungkapan ini sering dikonotasikan kepada kewajiban seorang anak yang baik adalah harus taat, sayang, dan berbakti kepada ibunya. Sebab, ibu telah mengandung anaknya selama sembilan bulan, melahirkan, menyusui, mengasuh, dan seterusnya. Jarang sekali diungkap sebaliknya. Lalu, bagaimana sosok seorang ibu yang di bawah kedua kakinya terletak surga bagi anak-anaknya?
Ibu sebagai ummun warabatul bait, karena keluarga merupakan benteng terakhir dalam pilar negara dan menjadi madrasatul ula yang utama dan pertama. Dari rumahlah awalnya pencetak generasi Ansharullaah yang akan menjemput bisyarah Rasulullah.
Faktanya, peran dan impian itu ternodai oleh sistem saat ini. Bagaimana tidak!, para ibu keluar rumah demi pernafkahan bahkan gaya hidup hedonis. Apakah kita pasrah diri, ingat “Laa yughayyiru maa bi qaumin hattaa yughayyiru maa bi anfusihim”. Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (Qs Ar Ra’d : 11)
Ayat ini sering digunakan sebagai ayat motivasi bahwa Allah SWT tidak akan mengubah nasib seseorang menjadi lebih baik kecuali dengan usaha dan jerih payahnya sendiri. Namun, pada praktiknya tafsiran seperti ini bertentangan dengan realitas lapangan. Mencari solusinya bukan dikembalikan kepada hakikat sebagai hamba Allah. Solusi saat ini dibuat seakan syariat Islam itu tidak sesuai perkembangan zaman. Mencari solusi lain selain Islam dan menjadikan Islam seakan-akan menerima pemikiran ala barat. Menyerahkan solusi kurikulum pendidikan sebagai pondasi generasi kepada kurikulum moderasi.
Bertambah pula peran dari seorang ibu di sistem saat ini, berbagai gempuran pemikiran yang merusak generasi saat ini dibungkus dengan apik atas nama moderasi beragama. Pemikiran yang menjauhkan agama dari kehidupan (Sekulerisme), kebebasan kebablasan (Liberalisme), perpaduan aliran-aliran agama (Sinkretisme), pembenaran agama selain islam (Pluralisme) dan sebagainya.
Wahai ibu, di tanganmulah cikal bakal generasi Ansharullah yang akan mengembalikan Islam agama hakiki dengan solusi solutif yang didalamnya mengedepankan ketakwaan individu dengan pola pikir dan pola tingkah laku dengan nampaknya kepribadian Islam yang kemudian Allah meridhai generasi Islam sebagai generasi Ansharullah. Bukan menjadi duta moderasi.
Duta yang mengenalkan generasi yang menerima kebebasan dalam perbuatan, membenarkan agama selain Islam, kebablasan dalam toleransi, bahkan mengajak untuk tidak mendalami seluruh syariat Islam, bahkan menjadi pembenar fitnah tentang generasi Islam yang ingin mengembalikan Islam kaffah dengan labelisasi radikal, intoleran dan teroris.
Wahai ibu, sejatinya semua ibu menginginkan anaknya menjadi generasi penolong agama Allah yang agung dengan semua potensi yang dimilikinya. Menjadi generasi followers Nabi Muhammad dengan mengikuti syari’at islam yang dibawa dengan penuh perjuangan dan pengorbanan dengan harta dan jiwa.
Generasi Ansharullah, generasi dari ummat yang terbaik yang menjadikan dakwah sebagai poros hidup dan menyeru pada kebaikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari munkar dengan menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai pedoman hidup dan kembali kepada syariat islam.
Wallahu A’lam Bishowab
Tags
Opini