Oleh : Dara Millati Hanifah, S.Pd
.
.
Beberapa waktu lalu, Perusahaan asal India berhasil memenangkan tender untuk mengelola Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara. Tindakan tersebut menimbulkan penolakan dari berbagai pihak. Pasalnya mereka menganggap Pemerintah telah menyerahkan sepenuhnya pengelolaan bandara pada perusahaan tersebut yang notabene merupakan perusahaan asing.
GMR Airport Consortium akan mengelola bandara tersebut selama 25 tahun kedepan melalui kemitraan strategis (strategic partnership) dengan PT Angkasa Pura II. Menurut Arya, Staff khusus Menteri BUMN, dalam hal ini pihak Angkasa Pura II mendapatkan dua keuntungan besar, yakni dana segar sebesar Rp.1,58 triliun, dan biaya pembangunan serta pengembangan Kualanamu sebesar Rp 56 triliun.
Beliau mengatakan, dengan masuknya GMR sebagai pemegang saham di Joint Venture Company (JVCo), maka PT Angkasa Pura Aviasi tidak perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 58 triliun untuk pengembangan Bandara Kualanamu, karena proyek tersebut akan ditanggung oleh mitra. Adapun dana sebesar Rp 1,58 triliun bisa dipakai oleh Angkasa Pura II untuk pengembangan dan pembangunan bandara baru di Indonesia. (Kumparan.com/ 26/11/2021)
.
Direktur Transformasi dan Portofolio Strategis AP II, Armand Hermawan, menjelaskan strategis ini bukan transaksi penjualan saham atau aset Bandara Internasional Kualanamu. Beliau mengatakan bahwa 100 % kepemilikan Bandara Kualanamu milik Angkasa Pura II. Mereka hanya menyewa selama 25 tahun. Armand menegaskan ketika masa penyewaan sudah habis, JVCo tidak ada hak untuk mengelola Bandara Internasional Kualanamu dan hasil dari pengembangan akan dikembalikan lagi kepada AP II. (kumparan.com, 27/11/2021)
.
Bandara merupakan salah satu fasilitas terpenting sebuah negara. Dalam beberapa kasus, keberadaan dan kondisinya bisa mencerminkan kedaulatan serta baik buruk nya pengelolaan sebuah negara. Bagaimana tidak, hal ini disebabkan fungsi sebuah bandara yang merupakan gerbang lalu lalang manusia dari berbagai wilayah, baik lokal maupun internasional.
.
Dalam kasus ini, seharusnya negara tidak cepat memutuskan untuk melepas pengelolaan bandara Kualanamu pada asing. Masih banyak sumber pembiayaan yang bisa ambil manfaatnya dibanding harus menyerahkan pengelolaannya pada swasta asing.
.
Sebagaimana barang-barang kepemilikan umum, bandara yang notebene merupakan salah satu fasilitas milik negara. Maka pengelolaannya harus dilakukan sendiri oleh negara yang kemudian manfaatnya dipergunakan sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya yang berjudul sistem ekonomi, bahwa sebuah kepemilikan terbagi menjadi tiga macam. Kepemilikan individu, umum dan negara. Dan bandara merupakan salah satu fasilitas yang termasuk kepemilikan negara.
Adapun kepemilikan negara ini berarti bahwa negara bertanggungjawab secara penuh atas pengelolaannya. Yang mana fasilitas inipun digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berbeda halnya jika bandara ini dikelola dengan sistem Kapitalis yang ada, masyarakat akan dikenai biaya yang sangat mahal untuk mendapatkan jasa dan pelayanannya.
Sungguh, penyerahan tata kelola bandara kepada swasta asing merupakan tindakan zalim kepada rakyat dan membahayakan kedaulatan negara. Pemerintah harus memperbaiki segala kebijakan yang ada, dan mulai untuk berfokus pada perbaikan tata kelola dan pelayanan yang ada pada fasilitas-fasilitas umum tersebut. Bukan malah berfokus untuk bagaimana menihilkan pembiayaan dengan menempatkan aset negara di kondisi yang berbahaya.
Wallahu A'lam bis Shawwab
Pengelolaan fasilitas umum harusnya menjadi tanggung jawab negara,karena itu adalah bagian kepengurusan SBG tanggungjawab negara KPD rakyatnya,bukanmalah diserahkan KPD asing, akhirnya rakyat terbebani dg biaya yg sgt mahal,Krn kapitalis TDK mau rugi sedikitpun, astaghfirullah.....
BalasHapus