Bobol Uang Dengan Kartu Prakerja, Tanda Lemahnya Keamanan Data Negara




Oleh : Mauli Azzura

Sebagaimana diketahui, Program Kartu Prakerja mulai diluncurkan Presiden RI Joko Widodo pada April 2020. Saat pertama kali diluncurkan, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 10 triliun dengan target penerima manfaat sebanyak 5,6 juta orang. Sedangkan pada 2021, pemerintah kembali mengucurkan anggaran sebesar Rp 21,1 triliun dengan target penerima manfaat sebanyak 5,97 orang.

Program Kartu Prakerja memiliki pagu sebesar Rp3,55 juta untuk tiap penerima manfaat/peserta. Uang itu dialokasikan untuk biaya pelatihan sebesar Rp1 juta, insentif pelatihan Rp 2,4 juta, dan diberikan secara bertahap sebanyak empat kali. Selain itu peserta juga mendapat insentif pengisian survei Rp150 diberikan bertahap sebanyak tiga kali setelah mengisi survei. 

Kartu prakerja yang seharusnya memberikan bantuan bagi masyarakat yang membutuhkan, kini menjadi momok bagi negara, bagaimana tidak?. Kartu ciptaan negara yang dijanjikan penguasa mampu mensejahterakan rakyat, kini berbalik menciptakan tindak kriminal.

Diberitakan polisi sedang menginterograsi tersangka pembuat kartu Prakerja fiktif usai digerebeg di sebuah hotel di Kota Bandung. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar menangkap empat orang sindikat pembuat kartu prakerja fiktif. Para pelaku bisa mengantongi uang Rp500 juta setiap bulan dari kartu prakerja fiktif.

Direktur Reskrimsus Polda Jabar, Kombes Pol Arif Rachman, mengungkapkan, tersangka AP (inisial) merupakan pimpinan dari sindikat ini. Awalnya AP membuat kartu Prakerja dengan menggunakan akun pribadinya @anggapuspiantara. Aksinya itu membuahkan hasil. Ia kemudian melakukan ilegal akses data base kependudukan dengan membeli sim card Group Tokoku dan Grapria yang dapat meng-hack data base kependudukan. Database tersebut kemudian digunakan untuk register dan login ke website prakerja www.dashboard.prakerja.go.id.  Tersangka AP dibantu rekan-rekannya memasukan data KTP, KK, dan akun palsu hasil hacking Dukcapil. Uang hasil pencarian program Parkerja ini ditampung tersangka AP di aplikasi  E- Wallet, Gopay, Link Aja, OVO, dan di cairkan ke rekening bank yang sudah disiapkan atas nama orang lain. Setiap bulan tersangka berhasil memperoleh keuntungan Rp 500 juta. Selama menjalankan aksinya tersangka berhasil membobol uang negara hingga Rp 18 miliar," kata Kombes Arif.
(Republika.co.id 04/12/2021)

Jumlah yang fantastis mampu diraih secara online oleh beberapa orang, menandakan lemahnya keamanan atas perlindungan data-data negara.

Tindak kriminal yang dilakukan orang-orang tersebut, tentulah dalam keadaan sadar dan tanpa alasan. Dan bila ditelusuri, tentu tidak lepas dari pengaruh kapitalis yang menuntut biaya hidup serba mahal, serta kebutuhan yang harus terpenuhi. Namun karena kegagalan negara dalam memberikan bantuan yang tidak merata, menjadikan perbuatan sebagian orang mengambil jalan pintas demi mendapatkan materi.

Asas kemanfaatan yang ditanamkan kapitalis, membuat masyarakat terpengaruh hingga mengabaikan halal dan haram demi memenuhi kebutuhan. Lantas siapa yang disalahkan bila masyarakat mengambil uang negara demi kelangsungan hidupnya, secara negara sudah berkurang perhatian kepada rakyatnya, terlebih pada masa pandemi yang membuat kesulitan ekonomi masyarakat makin bertambah.

Dalam sistem Islam, negara memiliki baitul mall yang mampu menjangkau masyarakat yang membutuhkan, sekalipun bantuan itu tidaklah cukup, maka negara tetap berperan penuh dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sudah menjadi tugas penguasa, bahwa mensejahterakan rakyat adalah amanah yang wajib dijalankan. Namun hal itu, tidak akan tercipta dari pemimpin kapitalis yang menciptakan kebijakan tanpa masalah baru. 

Hal ini hanyalah sebagian kecil masyarakat dengan pengaruh kapitalis, karena kurangnya negara menjamin kebutuhan serta edukasi yang menciptakan adanya kesejahteraan. Bila masyarakat menginginkan kesejahteraan yang sesungguhnya, maka hal itu tidak akan pernah lahir dari kepemimpinan kapitalis yang mengeluarkan kebijakan sesuai kebutuhan tanpa ada kelanjutan yang menimbulkan dampak atau efek diakhirnya.

Pengaturan, hukum, serta kebijakan yang tepat, hanya akan ada dalam sistem Islam yang benar-benar memprioritaskan kemakmuran rakyat, dengan memberikan solusi sebuah masalah, tanpa menimbulkan dampak permasalahan baru.

Wallahu a'lam Bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak