Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Polres Karawang, Jawa Barat, menetapkan lima tersangka dari tujuh orang yang ditangkap terkait peristiwa bentrokan ormas di Jalan Raya Interchange Karawang Barat, Rabu (24/11). Akibat bentrokan itu, satu anggota ormas meninggal dunia.
"Kami telah mengamankan tujuh orang yang diduga terlibat dalam peristiwa bentrok kemarin. Dari tujuh orang itu, lima di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dua orang lainnya masih didalami," kata Kapolres Karawang AKBP Aldi Subartono di Karawang, Kamis (25/11).
https://www.republika.co.id/berita/r34oy4409/bentrok-ormas-di-karawang-polisi-tetapkan-lima-tersangka
Organisasi masyarakat (ormas) seharusnya menjadi mitra pemerintah dalam membangun daerahnya. Ormas pun berperan penting sebagai pilar perbaikan masyarakat. Namun, sungguh sayang, saat ini ormas hanya dimanfaatkan segelintir elite berkelas. Keberadaan ormas yang seharusnya menjadi pembela rakyat, kini malah sibuk membela para elite bisnis dan politik. Akibatnya, wajar jika terjadi bentrokan antarormas.
Seperti yang terjadi di Karawang, bentrokan maut antarormas menewaskan satu orang anggota Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI). Bentrokan terjadi ketika sekitar 200.000 massa GMBI yang berasal dari Jawa Barat dan DKI Jakarta berunjuk rasa di depan salah satu perusahaan di Kawasan Jalan Interchange (KIIC), Karawang, Jawa Barat, Rabu 24/11/2021. Lalu, ada ormas lain yang tidak terima dan akhirnya mengumpulkan massa tandingan. Bentrokan pun tidak terhindarkan.
Kepala Kepolisian Resor Karawang Ajun Komisaris Besar Aldi Subartono mengatakan motif penyerangan itu terkait permasalahan limbah. (Kompas, 25/11/2021). Sungguh kita sayangkan. Semestinya, jika setiap ormas memiliki kepentingan yang sama, yaitu sama-sama memperbaiki masyarakat, tidak ada alasan bagi ormas untuk saling sikut dan baku hantam.
Bentrokan ormas karena memperebutkan pengelolaan limbah sering terjadi di kawasan industri. Pengelolaan limbah tersebut memang memiliki potensi ekonomi dengan nilai keuntungan hingga miliaran rupiah. Oleh sebab itu, penguasaan terhadap potensi ekonomi tersebut mutlak diperlukan. Dari sinilah bibit pertengkaran itu berawal.
Namun, ormas yang umumnya terdiri dari masyarakat kalangan menengah ke bawah tidak memiliki kekuatan lain selain jumlah mereka yang besar. Alhasil, para pelaku bisnis yang memiliki kemampuan teknis pengelolaan limbah sering memanfaatkan keberadaan ormas tersebut. Artinya, bentrokan antar ormas sebenarnya adalah bentrokan kepentingan antara pemilik modal.
Buktinya, ormas tidak mengelola limbah secara teknis, tetapi semacam makelar, yakni ormas akan melemparkan limbah tersebut kepada pengelola yang memiliki izin pengelolaan limbah.
Keuntungan besar dari terkuasainya limbah industri pun tetap saja untuk korporasi, bukan masyarakat. Ormas hanya mendapatkan remah-remah hasil usahanya mempertahankan potensi ekonomi tersebut.
Kini, publik ramai memperbincangkan Ormas Pemuda Pancasila (PP) karena sejumlah anggotanya melakukan aksi anarkis dengan mengeroyok polisi saat demonstrasi di depan gedung MPR-DPR, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Perbuatan anarkis tersebut bukanlah yang pertama. Beberapa hari sebelumnya, PP terlibat bentrokan dengan Ormas FBR (Forum Betawi Rempug) yang terjadi di Tangerang. Dugaan kuat motifnya adalah perebutan lahan.
Kendati kerap terlibat dalam tindakan anarkistis, PP sering kali lolos dari hukum. Mengapa bisa demikian? Banyak pengamat mengatakan bisa jadi karena PP memiliki sokongan kuat dari elite politik nasional. Misalnya, saja Ketua MPR Bambang Soesatyo yang tercatat sebagai Wakil Ketua Umum PP. Presiden Joko Widodo beserta Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga tercatat sebagai anggota kehormatan PP. Hubungan Jokowi dengan PP memang dekat. Hal itu terbukti dengan dukungan dari PP kepada pasangan Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019 lalu. (nasional.kompas, 27/11/2001).
Menjadikan ormas sebagai wadah kepentingan politik seolah menjadi fenomena tersendiri dalam sistem perpolitikan demokrasi.
Politik akomodasi yang kental dengan politik pencitraan meniscayakan para elite politik menggandeng ormas untuk mencapai kekuasaannya.
Pada sisi lain, ormas yang tidak memiliki visi selain materi memang rentan disetir kepentingan. Terjadilah simbiosis mutualisme antara ormas dan para elite politik. Bentrokan antarormas dan aksi anarkis yang dilakukan sejumlah anggotanya makin menambah catatan kriminal ormas di berbagai wilayah. Alih-alih bermanfaat bagi masyarakat, keberadaan ormas malah makin meresahkan. Ormas kerap menjadi back up bagi kepentingan elite bisnis dan politik.
Pertanyaannya, mengapa fenomena ini terus berulang terjadi? Apakah ini akibat korporatokrasi? Lantas bagaimana kedudukan ormas dalam Islam?
Model negara korporatokrasi, yaitu kolaborasi korporasi dan birokrasi, menjadikan pembangunan hanya berporos pada kepentingan penguasa dan pengusaha. Posisi masyarakat hanya sebagai konsumen, alias pembeli. Pedagang dan produsennya adalah penguasa dan pengusaha. Inilah penyebab kemiskinan sistemis lantaran seluruh kebutuhan umat diurusi swasta yang jelas-jelas profit oriented. Akhirnya, umat harus memutar otak dan membanting tulang untuk bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.
Inilah pula yang mendorong ormas mengambil peran sebagai organisasi yang mengais keuntungan dari kepentingan elite bisnis dan politik. Ormas dalam sistem ini menjadikan maslahat sebagai ikatannya. Oleh karenanya, sudah bisa kita pastikan bahwa motor penggeraknya adalah materi. Mereka bergerak sesuai arahan para elite yang memberi “makan” mereka. Pada akhirnya, ormas model begini mandul dalam memberikan manfaat bagi umat. Jangankan bermanfaat, keberadaan ormas kerap menciptakan mudarat.
Contohnya, terkait dengan polemik pembebasan lahan. Tidak jarang ormas malah mengail di air keruh. Sudahlah tanah rakyat yang tergusur tidak mendapat kompensasi yang setimpal oleh pihak pengembang, ormas malah kerap berdiri bersama pengembang untuk memuluskan kepentingan bisnisnya, alih-alih membela rakyat. Ini pula yang memicu terjadinya pertikaian antara warga dan ormas yang lebih mirip disebut mafia tanah. Belum lagi jika berbicara ormas yang dikendalikan elite politik.
Dukungan penuh ormas pada elite tersebut bukan berdasarkan kapabilitasnya dalam memimpin umat, tetapi seberapa besar elite tersebut bisa membayar individu-individu yang ada dalam ormas tersebut. Hal ini lebih jauh akan mengantarkan pada buruknya pengaturan pemerintahan karena pemimpin yang lahir adalah orang yang tidak memiliki kemampuan mengurus negara.
Sungguh sangat jauh dengan posisi ormas dalam sistem Islam. Kehidupan umat yang berlandaskan akidah Islam akan menjadikan motor penggerak seseorang dalam berkumpul adalah semata meraih pahala dan rida Allah Swt.
Oleh karenanya, ormas yang terbentuk dalam sistem Islam akan memiliki ikatan yang kuat, yaitu ikatan akidah Islam.
Ikatan ini tidak akan mampu diputus oleh kepentingan para elite sehingga keberadaan ormas akan selalu melindungi kepentingan umat. Selain itu, dalam sejarah peradaban Islam, kita tidak akan menemukan ormas dalam bentuk maslahiah (kepentingan). Seperti ormas yang fokus pada pendidikan, ekonomi, atau kesehatan. Semua itu telah dipenuhi oleh Daulah Islamiah dengan sebaik-baik pengurusan penguasa pada rakyatnya.
Daulah Islamiyah akan memosisikan negara sebagai pengurus dan pelindung umat. Tidak seperti model negara korporatokrasi yang menyerahkan seluruh urusan rakyatnya pada swasta, Daulah akan bertanggung jawab memenuhi kebutuhan dasar individu, seperti sandang, pangan, papan, termasuk kebutuhan masyarakat, seperti kesehatan, keamanan, dan pendidikan.
Ormas yang Rasulullah saw. ajarkan adalah kelompok dakwah yang bergerak di bidang politik atau sering kita sebut partai politik. Saat berdakwah di Makkah, Rasulullah saw. membentuk partai politik yang aktivitasnya adalah menyeru dan membina umat untuk memeluk Islam secara kafah. Dengan adanya partai politik, kemenangan Islam akan diraih dengan mudah.
Kemenangan itu ditandai dengan tegaknya Islam di Madinah. Kemudian Rasulullah saw. mengembannya ke seluruh alam. Allah Swt. berfirman dalam QS Ali Imran: 104 bahwa ormas (kelompok) yang terbentuk harus merupakan kelompok dakwah yang bergerak di bidang politik, alias partai politik.
Adapun misi partai politik sebelum Khilafah tegak adalah mewujudkan kehidupan Islam dengan menegakkan Daulah Islamiyah. Misi partai politik setelah Daulah Islam tegak adalah menjaganya agar tetap bervisi mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Dengan demikian, dalam sistem Islam, kedudukan ormas atau partai politik begitu mulia karena kehadirannya begitu bermanfaat bagi umat dan agama sekaligus sebagai pengontrol kebijakan penguasa.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini