Oleh : Amila Rosyada
Lagi, kabar duka dari negeri ini. Tepat pada Rabu (24/11) terjadi peristiwa bentrokan ormas di Jalan Raya Interchange Karawang Barat, yang tragisnya mengakibatkan satu anggota ormas meninggal dunia. Polres Karawang, Jawa Barat, menetapkan lima tersangka dari tujuh orang yang diduga terlibat dalam peristiwa bentrok tersebut.
Dalam penangkapan itu, polisi menyita sejumlah senjata tajam berupa golok, celurit, dan senjata tumpul berupa kayu. Akibat peristiwa bentrokan itu, satu unit mobil milik anggota LSM GMBI rusak parah. Empat orang luka-luka, yang kemudian satu di antaranya meninggal dunia di rumah sakit. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka diancam Pasal 170 ayat 2 KUHP.
Sebagai antisipasi kemungkinan bentrok susulan, ratusan personel TNI dari Batalyon Infanteri 312/Kala Hitam diturunkan. Komandan Korem 063/Sunan Gunung Jati Cirebon Kolonel Inf Elkines Vilando DK, di Karawang, Kamis menyampaikan, pihaknya siap membantu jajaran kepolisian melakukan pengamanan di wilayah Karawang dari kelompok premanisme.
Kapolres Metro Tangerang, Kombes Pol Deonijiu De Fatima mengakui bahwa gelaran deklarasi damai yang kerap digelar para organisasi masyarakat (ormas), pasca bentrok yang terjadi antar kubu ormas tidak berdampak banyak di lapangan. Untuk itu, dia meminta seluruh jajaran di lapangan, untuk menertibkan atribut ormas yang ada di wilayah. Agar tidak ada lagi klaim kewilayahan di lokasi atribut yang terpasang dan menghindari adanya aksi bentrok antar ormas.
Miris, bentrokan antar ormas berulangkali terjadi dan komitmen perdamaian seakan tak ada bukti. Ormas yang seharusnya menjadi wadah berkumpulnya massa dan memberikan kontribusi bagi masyarakat justru malah menambah konflik dan perpecahan antar masyarakat. Hal ini tentu berdampak buruk terhadap pandangan dan opini masyarakat terhadap ormas, yang semula mendukung menjadi memandang sebelah mata.
Bentrokan antar ormas ini tentu bukan hanya dipicu oleh emosi sesaat, melainkan karena pondasi yang sudah berbeda dari sebelumnya. Pondasi yang makin rapuh dan tidak jelas ujungnya. Padahal pondasi ormas seharusnya dibangun dengan pembinaan kepribadian Islam pada tiap anggotanya, namun justru pondasi ini yang terlupakan dan terabaikan sehingga membentuk anggotanya dengan kepribadian yang ambisius semata. Akibatnya ormas seperti ini rawan dimanfaatkan pihak tertentu dengan tujuan memback-up kepentingan bisnis atau politiknya. Sehingga bisa disimpulkan, bentrokan antar ormas ini adalah sebuah konflik kepentingan!
Bukan lagi perdamaian maupun perbaikan masyarakat, justru konflik dan permasalahan yang didapat. Para anggota ormas yang bermodal ambisius belaka tidak akan pernah sadar bahwa gerak mereka dikontrol total dan diadu domba oleh mereka yang berkepentingan. Sehingga ormas tak lagi berkontribusi untuk masyarakat melainkan sebagai tim sukses orang-orang berkepentingan tertentu.
Umat Islam yang harusnya bersatu malah terpecah belah oleh konflik kepentingan. Inilah bukti bahwa umat butuh seorang Kholifah dan sistem pemerintahan yang melindungi mereka. Bukan sistem yang justru menjadikan masyarakatnya adalah kelinci percobaan dan membuat kekacauan dimana-mana. Ini adalah bukti yang kesekian kalinya bahwa umat butuh Khilafah, sebuah sistem pemerintahan yang berbasis Islam dengan menjamin kedamaian dan kesejahteraan masyarakat. Serta menjadi bukti bahwa sudah saatnya umat sadar bahwa sistem pemerintahan kapitalisme ala kafir penjajah hanya akan selalu membuat kekacauan dan konflik dimanapun.
Tags
Opini