Apakah Sekularisme Izinkan Miras?




Oleh: Ummu Diar

Sumber gambar: id.depositphoto.com

Bagi yang sudah akrab dengan istilah sekularisme tentu sudah bisa menjawab retorika judul di atas. Ya, sebagaimana yang diketahui bahwa paham sekulerisme dikenal menjauhkan kacamata agama dalam hal-hal di luar ibadah ritual.

Akibatnya kalau tidak membahas urusan ranah ibadah, aturan agama  tidak begitu diindahkan. Itulah mengapa, walaupun Islam sudah memiliki ketegasan terhadap miras, namun peredaran miras masih ada. Hanya saja dilakukan pembatasan dan pengawasan terhadap peredaran tersebut.

Bila peredaran masih ada, bagaimana dengan pabriknya? Kemungkinan masih terus beroperasi. Bila ingin semakin untung bagaimana? Bisa jadi produksi dinaikkan. Kalau produksi dinaikan bagaimana agar terserap ke pasar? Mungkin peredaran terus dilakukan.

Pertanyaan selanjutnya, siapakah yang akan menyambut peredaran? Orang-orang. Nah diantara mereka apakah ada generasi bangsa? Kemungkinan ada, sebab yang tergoda miras belum bisa dipastikan apakah hanya terbatas pada wisawatan asing saja.

Dari sini dapat dipahami mengapa terkadang ada berita remaja jadi korban miras, terutama yang diluar pengawasan (ilegal). Padahal efek konsumsi miras, apalagi jika berlebihan, sudah jamak diketahui berisiko bagi kesehatan. Lebih dari itu efek turunan negatif lainnya susah dielakkan.

Nabi bersabda: "Khamr adalah biang kejahatan dan dosa yang paling besar...." (HR. At Thabrani). Hadits ini berkorelasi dengan realitas yang dijumpai pada dampak pasca menenggak miras. Bukan hanya akan merusak badan peminumnya, efek dari orang mabuk juga berpotensi memicu kejahatan lainnya. Merusak benda di sekitarnya, berjibaku sesama peminum, berzina, mencuri agar bisa beli minum lagi, dan lainnya.

Semuanya bila diakumulasi akan menjadikan generasi seperti apa? Di satu sisi peredaran miras tetap ada, kemungkinan generasi terbuai mencicipi juga besar, tak terkecuali yang muslim. Di sisi lain, pembinaan keimanan terbentur dengan sebagian opini negatif seputar Islam dan ajarannya. 

Padahal peran penting generasi untuk estafet peradaban jelas dibutuhkan. Kalau mereka terpapar dengan miras, bagaimana nasib kehidupan ke depan? Tidak salah jika berkebalikan dengan sekularisme, Islam justru tegas terhadap miras dan yang terkait.

"Rasulullah SAW telah melaknat terkait khamr sepuluh golongan: pemerasnya, yang meminta diperaskan, peminumnya, pengantarnya, yang minta diantarkan khamr, penuangnya, penjualnya, yang menikmati harganya, pembelinya, dan yang minta dibelikan."  (HR. At-Tirmidzi). 

Ketegasan ini dibuktikan dengan sanksi yang memberikan efek jera. Kepada siapa? Kepada peminumnya dan juga pihak lain yang terkait. Bentuknya bisa berupa hukuman cambuk atau sanksi ta'zir lain yang sesuai syariah. Kewenangannya diserahkan kepada penguasa atau hakim.

Upaya tegas ini sekaligus pembuktian bahwa aturan yang Allah sebenarnya merupakan wujud kasih sayang pada makhluknya. Yakni agar manusia tetap sehat akal dan kesadarannya, dapat hidup normal dan beribadah maksimal tanpa gangguan dari sisi moral. Agar manusia lainnya tetap terjaga kehormatan, harta, dan nyawanya. Tidak terancam dengan dampak perilaku negatif akibat konsumsi benda terlarang.

Tegasnya Islam terhadap miras yang dipatuhi akan menyelamatkan generasi penerus ke depan. Agar mereka tetap waras dan bisa dikondisikan hidup dalam suasana kebaikan. Hidup sehat di dunia sekaligus bermartabat di akhirat.

Harmoni dunia akhirat ini yang tidak dimiliki oleh sekularisme, sehingga pandangannya tentang hidup terpisah dari kepatuhan terhadap aturan Tuhan. Bila diperturutkan, kesenangan semua tawaran sekularisme akan dibayar mahal dengan imbas keburukan lainnya. Inilah mengapa ianya sudah layak tak diindahkan, dan sepatutnya digantikan dengan Islam. []

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak