Oleh : Ummu Hanif
(Pemerhati Sosial Dan Keluarga)
Agenda tahunan reuni akbar 212, masih menjadi agenda bagi kaum muslimin indonesia. Namun untuk tahun ini, agenda besar ini belum seoptimal tahun – tahun yang lalu. Diketahui bahwa massa yang hendak mengikuti acara reuni akbar Persaudaraan Alumni (PA) 212 telah membubarkan diri. Mereka gagal menggelar acara tahunan tersebut karena dihalau aparat keamanan. Seharusnya acara itu digelar di sekitaran Patung Arjuna Wiwaha atau patung kuda, Jakarta Pusat, dekat istana negara. Setelah tak diizinkan masuk, massa sempat berkumpul di beberapa titik, khususnya di sekitaran kawasan Tanah Abang. Hingga pukul 13.45 WIB, sudah tidak ada lagi kerumunan dalam jumlah banyak. (www.suara .com, 2/12/2021)
Meski pada faktanya, agenda reuni pada tahun ini tidak seperti pada tahun – tahun sebelumnya, namun aksi 212 adalah aksi yang khas bagi kaum muslimin. Hal ini tercermin dari adanya persamaan nada yang disuarakan oleh semua peserta aksi (meski berasal dari latar belakang yang berbeda), yakni bela islam, bela al-qur’an, bela ulama, dan bela bendera tauhid. Dari sini juga mencerminkan suasana nyata dari ukhuwah islamiyah, semua datang bukan karena latar belakangnya, namun karena persamaan tujuan dan saling meniadakan perbedaan yang disandang. Kita bisa melihat, aksi ini senantiasa dihadiri berbagai lapisan umat yang datang dari berbagai ormas Islam, lintas gerakan, kelompok, jemaah partai politik, termasuk juga lintas profesi. Ada pejabat tinggi, birokrat, bahkan artis pun tak terkecuali.
Yang tak kalah khasnya adalah tentang cermin akhlak Islam. Hal ini tampak pada ketertiban yang menonjol selama aksi. Berjalan dengan damai, bersih, dan mandiri. Sangat berbeda dengan aksi lain pada umumnya, yang tidak sedikit mengakibatkan rusuh, keonaran atau paling tidak meninggalkan sampah yang berserakan di sekitar tempat aksi.
Hanya saja, Aksi 212 ini tampak mendapatkan perlakuan begitu rupa, khususnya pada Reuni 212 kemarin. Kalau kita perhatikan, ini jelas tindakan yang sama sekali tidak bisa diterima akal sehat. Makin hari kian tampak bahwarezim saat ini adalah rezim yang anti-Islam atau islamofobia. Tidak ada satu pun yang bisa dijadikan dasar bagi pemerintah untuk menghalangi aksi ini, baik dari sisi keamanan, kebersihan, kerusakan hingga kekacauan, semuanya tidak terjadi. Tentang pandemi, kalau kita perhatikan, sudah banyak juga acara – acara besar yang diselenggarakan di masa pandemi ini dan tidak ada tindak apapun (tentu dengan tetap mengedepankan prokes).
Hal ini juga didukung oleh fakta tentang perlakuan berbeda yang diterima oleh tokoh – tokoh di negeri ini. Bagaimana perlakuan rezim terhadap tokoh-tokoh Islam yang dikriminalisasi, khususnya pada HRS. sangat gamblang rezim menunjukkan ketidakadilan yang berangkat dari kebencian islamofobia tadi.
Rezim seharusnya belajar dari sejarah, bagaimana orde lama begitu rupa menekan Islam. Begitu pun orde baru, sampai pesantren kilat dilarang, kegiatan keislaman diawasi, jilbab tidak boleh, dan segala macam. Itu toh nyatanya tidak membuat Islam redup, tetapi makin hari makin menanjak. Ketika akhirnya rezim tumbang, Islam tetap berjaya.
Oleh karena itu, bagi umat islam, Aksi 212 perlu untuk kita revitalisasi. Ini sangat esensial, karena perjuangan umat dengan nada bela Islam, bela Al-Qur’an, dan bela ulama ini harus dijaga, dihidupkan, dan dihangatkan. Meskipun dalam realitas yang berbeda-beda. Misalnya, pada 2016 menjadi wujud perlawanan terhadap Ah0k. Aksi selanjutnya adalah sikap dan respons terhadap pembakaran bendera tauhid. Jadi, walaupun realitas setiap aksinya berbeda, tetapi esensi perjuangan bela Islam dan spiritnya akan tetap ada. Apalagi negeri ini sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Korupsi, hegemoni, dan dominasi oligarki makin membawa negeri ini kepada liberalisasi dan kapitalisasi. Ini jelas harus dilawan dalam semangat bela Islam dan bela Al-Qur’an. Karena pada intinya, sekularisme radikal yang kemudian menampakkan diri dalam perwujudan oligarki liberalisasi dan kapitalisasi tadi, bertentangan dengan Islam, Al-Qur’an dan prinsip tauhid. Wallahu a’lam bi ash showab.