Oleh : Khasiatul Fadilah, A.Md
Gelombang penolakan terhadap penetapan upah minimum 2022 membesar setelah pemerintah mengumumkan bahwa proyeksi rata-rata kenaikan upah minimum provinsi pada tahun depan hanya sekitar 1,09 persen.
Penolakan ditandai dengan gelombang unjuk rasa yang dimulai pada hari ini, 17 November 2021, di daerah. Demonstrasi dilakukan untuk menuntut kenaikan upah minimum yang lebih tinggi pada 2022.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan kenaikan upah tahun depan semestinya berkisar 7-10 persen. Tuntutan itu didasari survei yang dilakukan KSPI di 10 provinsi dengan menggunakan parameter kebutuhan hidup layak sesuai Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.
(Tempo.co/17/11/2021)
Indah Putri Anggoro memahami, penetapan UM tahun 2022 yang mengalami kenaikan belum dapat memenuhi ekspektasi sebagian pihak, namun penetapan UM tersebut harus diapresiasi sebagai langkah maju, mengingat saat ini masih dalam masa pemulihan dari dampak COVID-19. Hal ini tentunya lebih baik dibandingkan dengan tahun 2021 lalu yang tidak terdapat kenaikan Upah Minimum.
(CNBCindonesia/25/10/2021)
Penetapan UMP 2022 yang naik tipis ini memicu gelombang penolakan yang disuarakan kalangan pekerja dan buruh di berbagai wilayah. Buruh di beberapa wilayah cukup gencar menyuarakan protes terhadap rencana penetapan UMP tahun depan itu disusul rencana mogok nasional yang akan digelar 6-8 Desember 2021 mendatang.
Penetapan upah yang tidak berdasarkan manfaat tenaga dan jasa yang diberikan kepada masyarakat sejatinya merupakan masalah yang mendasar pengupahan dalam sistem kapitalis
Dalam pandangan kapitalis upah ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup minimum atau yang biasa disebut dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
Kebutuhan Hidup Layak yaitu standad kebutuhan seorang pekerja atau buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam satu bulan. Namun, standar yang dimaksud adalah standar hidup yang paling minimal hanya sekedar bisa dipakai untuk hidup dalam taraf yang sederhana
Nah, hal ini tentu saja membetulkan bahwa sistem kapitalisme gagal mensejahterakan pekerja atau buruh
Berbeda dengan sistem islam penetapan upah dalam sistem islam didasarkan pada nilai manfaat yang diberikan kepada pekerja oleh pemberi kerja
Dengan demikian upah pekerja antar sektor dan profesi akan berbeda-beda, upah tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pihak pekerja dan pemberi kerja
Mereka akan merujuk pendapat ahli ketenagakerjaan mengeni jumlah yang sesuai dengan harga pasar tenaga kerja. Namun, penetapan kerja tidak boleh didasarkan pada harga barang dan jasa dalam jangka pendek karena dapat berubah-ubah akibat keseimbangan penawaran dan permintaan komoditas tersebut
Kalau hal ini terjadi maka akan mengakibatkan upah pekerja naik dan turun sewaktu-waktu. Jika harga kebutuhan turun maka pendapatan pekerjapun akan ikut turun, yang bisa jadi lebih rendah dari pada manfaat yang dia berikan dan sebaliknya ketika harga naik upah pekerja akan menjadi lebih besar sehingga akan mengakibatkan merugikan pemberi kerja
Upah pekerja juga tidak dapat didasarkan pada nilai kebutuhan dasar pekerja baik provinsi, kabupaten, kota atau sektoral. Kenapa? karena pemenuhan kebutuhan dasar merupakan tanggung jawab negara atas rakyatnya, bukan tanggung jawab pengusaha.
Hal ini merupakan bentuk kezoliman karena bisa jadi manfaat yang diberikan oleh seorang pekerja lebih rendah dibandingkan kebutuhan hidupnya sehingga upah yang berdasarkan jumlah kebutuhan hidup tersebut akan merugikan pemberi kerja, sebalikya jika manfaat yang diberikan perkerja jauh lebih besar dari pada kebutuhan hidup dasarnya maka akan cenderung merugikan pekerja
Oleh karena itu penetapan upah menurut para ahli fikih dalam Islam didasarkan pada manfaat yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja baik manfaat itu lebih besar daripada kebutuhan hidup atau lebih rendah daripada kebutuhan hidup pekerja tersebut.
Di sisi lain berdasarkan aturan Islam pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yakni pangan, sandang dan Perumahan merupakan tanggung jawab negara artinya kebutuhan tersebut harus dapat dinikmati oleh setiap individu rakyat di dalam negara Islam
Baik melalui usahanya sendiri, bantuan ahli warisanya ataupun santunan dari negara jika dia dan ahli warisnya tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Negara wajib menyediakan kebutuhan dasar lainnya yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan secara cuma-cuma kepada seluruh rakyatnya tanpa memandang suku, agama, ras dan wilayah tinggal mereka
Kemudian upah yang dilandaskan pada manfaat diberikan oleh pekerja tersebut disepakati antara pekerja dan pemberi kerja dalam waktu tertentu, kedua belah pihak dapat melakukan negoisasi perubahan upah tersebutuntuk diterapkan pada kontrak baru berikutnya
Berdasarkan hal tersebut keniakan upah tahunan bagi pekerja yang berlaku didalam sistem kapitalisme tidak ditemui didalam islam. Jika terjadi perselisihan mengenai jumlah upah mereka, Misalnya karena keduanya tidak menyebutkan upah tertentu atau jumlah yang disebutkan tidak jelas.
Maka upah yang diberikan kepada pekerja adalah upah yang sepadan, mengikuti upah pekerja lain yang memberikan manfaat yang sama kepada pekerja tersebut yang ditetapkan oleh para ahli, Upah ini wajib dibayarkan oleh pemberi kerja.
Dengan penerapan syariah islam melalui institusi khilafah islam maka pihak pekerja dan pengusaha akan sama-sama mendapatkan keuntungan dan secara luas akan memberikan keberkahan pada seluruh aspek kehidupan individu, masyarakat dan negara
Wallahu'alam Bishawab
Tags
Opini