Oleh: Feryal Ummu Dafina
_Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading._ Begitulah gambaran perjalanan hidup seseorang di dunia ini akan senantiasa meninggalkan jejaknya. Baik buruknya tergantung kepada langkah yang sudah, sedang dan akan digoreskan. Begitupun jejak hidup seorang Mustafa Kamal Attaturk yang sudah menggoreskan langkah kehidupannya dengan tinta merah. Jalan hidup yang dipilihnya mengantarkan Mustafa menjadi musuh Allah dan musuh kaum muslim.
Bagi sebagian orang yang berpaham kapitalis sekuler, sosok Mustafa Kamal Attaturk dianggap sebagai seorang pembaharu Turki. Sehingga wajar jika ada seorang muslim yang mengatakan,"Mustafa Kamal Attaturk menyakiti muslim, muslim yang mana?". Pernyataan ini jelas membuat kita terperangah, memgapa seorang tokoh Islam tidak merasa tersakiti atas sepak terjang Mustafa Kamal Attaturk, sang penghancur junnah kaum muslimin. Padahal ialah yang menjadi penyebab tercerabutnya kehidupan Islam dari benak kaum muslim.
Kaum muslim saat ini terpecah belah menjadi lebih dari 50 negara. Mereka seperti ayam kehilangan induknya Terusir, terampas tanahnya, dirampok sumberdaya alamnya, dikriminalisasi ulamanya, ternoda kehormatan dan darah nya tanpa ada yang melindungi.
Kehidupan kapitalis sekuler liberal yang dipaksakan Mustafa Kamal atas kaum muslm di Turki menyebabkan hilangnya adzan dan shalat yang sesuai dengan syariat. Adzan dan shalat diganti ke bahasa Turki, bahasa Arab yang merupakan nyawa Islam dihapuskan, muslimah dipaksa melepaskan hijab dan diganti dengan pakaian ala Eropa. Masjid Hagia Sofia diubah menjadi museum dan seluruh perundang-undangan Islam diganti menjadi UU barat. Akibatnya apa yang terjadi pada kaum muslim hari ini bersumber dari "karya" Mustafa Kamal Attaturk.
Hal yang wajar ketika pemerintah berencana menyematkan nama Mustafa Kamal Attaturk menjadi nama jalan di Jakarta mendapatkan penolakan dari elemen masyarakat khususnya umat Islam yang melek sejarah. Sebagimana yang disampaikan oleh wakil ketua MUI Anwar Abbas yang dikutip cnnindonesia.com (17/10/2021),
"Jadi Mustafa Kamal Attaturk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan".
MUI juga pernah mengeluarkan fatwa tentang Pluralisme, Liberalisme, Sekularisme
Agama pada tahun 2015 lalu. Intinya paham-paham tersebut bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Hal senada juga diungkapkan Ketua DPW PKS DKI Jakarta Khoirudin mendorong pemerintah membatalkan rencana tersebut. "Jika memang sangat merugikan dan menyakiti kaum muslimin, lebih baik dibatalkan pemberian nama jalan tersebut," kata Khoirudin dalam keterangannya yang sudah dikonfirmasi oleh pihak DPP PKS. cnnindonesia.com(17/10/2021)
Usulan pemberian nama jalan Ataturk di kawasan Menteng sebelumnya disampaikan Duta Besar Republik Indonesia di Ankara, Muhammad Iqbal, yang disebut sebagai kesepakatan antara pemerintah kedua negara.
Hal ini jelas tidak bisa dibenarkan, jika kesepakatan kedua negara harus saling menyematkan nama jalan atas tokoh negara, bukankah ada tokoh Turki lain yang lebih berhak untuk disematkan? Seperti nama Sultan Muhammad al-Fatih misalnya, dengan perjuangannya yang spektakuler mampu menundukkan konstantinopel. Jika saja Konstantinopel tidak ditaklukkan Muhammad al-Fatih maka tidak akan ada Turki dan pembaharunya Mustafa Kamal Attaturk.
Dalam hal ini perlu diwaspadai adanya upaya pemaafan dan pemakluman atas luka yang sudah ditorehkan Mustafa Kamal Attaturk. Umat Islam tidak boleh diam dan harus lantang bersuara untuk menolak rencana ini. Suara penolakan harus lebih dikeraskan lagi untuk mengembalikan junnah yang sudah dihancurkan Mustafa Kamal Attaturk, Songsong pertolongan Allah agar Islam kembali tegak dimuka bumi, Allaahu Akbar!!. Wallahu a'lam