Oleh : E. Rachma, S.Si.
(Praktis Pendidikan )
Setiap tahun, kasus kekerasan seksual di Indonesia makin meningkat. Berbagai upaya terus dilakukan negara untuk mengurangi kasus ini. Namun, tampaknya kasus ini terus bertambah walau berbagai langkah penanganan dilakukan.
Tahun ini upaya negara untuk mencegah peningkatan kasus ini, diantaranya adalah dikeluarkannya Permendikbudristek nomor 31 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Diharapkan dengan adanya Permendikbudristek, kasus kekerasan seksual, terutama di perguruan tinggi dan kalangan remaja berkurang.
Keefektifan penanganan kekerasan seksual ini tentu harus kita lihat dari akar permasalahannya, yaitu apa penyebabnya dan faktor apa saja yang memicunya. Bila dua hal ini masih ada di tengah-tengah kehidupan remaja, terutama di lingkungan kampus, cara apapun tentu tidak mampu menangani secara tuntas.
Seluruh pihak mempunyai tanggung jawab menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mewujudkan generasi muda yang kuat, mandiri, dan tangguh. Negara, masyarakat, keluarga, dan diri pribadi bersama-sama aktif berperan dalam membentuk lingkungan tersebut. Misalnya, membuat program media/tontonan remaja yang tidak memicu seksualitas.
Negara dan masyarakat aktif menekan faktor pemicu tersebut. Di samping menanamkan pemahaman yang benar (Islam) terhadap pergaulan/interaksi remaja di bidang pendidikan. Namun, saat ini keinginan untuk mengatasi dengan apa yang terjadi di tengah masyarakat mengalami kontradiktif. Satu sisi berupaya menekan kekerasan seksualitas, di sisi lain faktor pemicu kekerasan seksualitas dibiarkan, terlihat dengan begitu banyak dan mudah diaksesnya faktor pemicu tersebut.
Kembali pada pemahaman yang benar (Islam), solusi tepat menangani kasus kekerasan seksual. Karena tiga pihak (sebagai pilar), yaitu negara, masyarakat, dan individu/keluarga, saling mendukung dan menerapkan aturan yang benar (Islam), guna mewujudkan generasi yang tangguh, mandiri, dan mulia.