Oleh : Nuha
Rencana pemerintah untuk mengganti nama jalan di Menteng ,Jakarta Pusat dengan menggunakan nama pendiri sekaligus presiden pertama Turki Mustafa Kemal Atartuk menuai penolakan dari banyak pihak. Pasalnya, tokoh ini dianggap kontroversial, tokoh sekuler bertanggungjawab atas berakhirnya Turki Ustmani. Maka tidak patut di jadikan nama jalan di negri ini yang mayoritas muslim. Menurut dubes Indonesia untuk Turki , Lulu Mohammad Iqbal, yang menentukan nama tokoh untuk barter nama tokoh ini dari negara Turki, bukan dari pemerintah kita atau Pemda DKI. Sebagai tatakrama politik bangsa ini akan memakai nama tersebut sebagai nama jalan di Jakarta.
Butuh melek sejarah
Wajar jika banyak masyarakat muslim negri ini yang menolak nama Mustofa Kamal sebagai nama jalan. Disinilah pentingnya memahami sejarah dari sumber yang benar dan terpercaya. Dalam kitab Kaifa Hudimat Al Khilafah, oleh Abdul Qodim Zallum, yang sudah diterjemahkan dg judul buku Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyah, menjelaskan sepak terjang Mustofa Kamal, perwira yang ambisius dalam kekuasaan. Inggris dengan sekutu yang menginginkan Daulah lenyap melihat jalan itu pada diri Mustofa Kamal. Singkat Kisah Mustofa bekerjasama dengan Inggris untuk melenyapkn daulah Turki Usmani dengan tipu muslihatnya. Makar demi makar di lakukan hingga diputuskan sepihak untuk mengganti Khilafah dengan negara Republik. Dimana Mustofa Kamal sebagai Presidennya. Khilafah Islam telah dihapusnya. Kebencian Mustofa Kemal terhadap khilafah dan Islam menjadikan semua yang menunjukkan simbol Islam seperti adzan,jilbab wanita,tulisan AlQuran, sekolah agama semua dilenyapkan di ganti dengan wajah sekuler, penyair di masa itu berduka dengan hilangnya lentera umat, para ulama, anggota dewan Majelis Nasional yang menentang tindakan Mustofa Kemal, di bunuh. Kondisi itu terjadi tahun 1924. Protes penolakan dari wilayah-wilayah lain bermunculan, tarmasuk Indonesia, memberi respon dengan menyelenggarakan konggres Al Islam di Garut pada 19-21 Mei 1924 tujuannya untuk memajukan persatuan kaum muslimin dengan bekerja bersama-sama menyelesaikan persoalan Khilafah. Kemudian tgl 24-26 Desember menggelar konggres luar biasa di Surabaya menetapkan tiga utusan untuk dikirim sebagai perwakilan dari negeri ini untuk menghadiri Konggres Khilafah di Kairo, Mesir. Ketiganya adalah Soeryopranoto dari Central Sarikat Islam, Haji Fakhruddin dari Central Muhammadiyah, dan Kyai Abdul Wahab Ketua Perkumpulan Agama Surabaya. Namun gagal dilaksanakan karena campur tangan Inggris. Sejak itu institusi politik Islam hilang, sebagai kekuatan dan pemersatu kaum muslimin. Apa yang menjadi impian negara-negara barat terbayar sudah impian sejak kekalahan perang salib melalui Mustafa Kamal. Sejak kekhilafahan hilang, kaum muslimin di dera derita dan penjajahan yang tidak berkesudahan hingga saat ini. Allah SWT pun menampakkan sebagian kecil siksanya kepada Mustofa Kamal dengan penderitaan saat sakraul maut hingga ajalnya, bumi seakan murkan tanpa bisa menerima jasad Mustofa Kamal. Sehingga terpaksa jasadnya disimpan di museum. Tidakkah orang-orang orang berakal itu mengambil pelajaran?
Butuh kekuatan politik untuk menjadi negara independen
Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar. Sudah seharusnya ideologi Islam menjadi kekuatan politik dalam melakukan hubungan luar negrinya. Dengan ideologi Islam negara ini mampu memposisikan negaranya di hadapan negara lain, mampu melakukan lobi politik jika itu memang butuh untuk dilakukan. Seperti barter nama tokoh dalam rangka mempererat hubungan bilateral Turki -Indonesia, sejak awal seharusnya mampu dikomunikasikan dengan tetap memperhatikan tatakrama politik. Tidak ada yang salah dengan penolakan itu, karena sistem sekuleris dan pengusungnya bertentangan dengan ideologi Islam. Tidak akan ada tempat di negri kaum muslim. Jika negri ini tetap menerima tanpa mampu menolak, sejatinya itu atas nama tatakrama politik atau tidak adanya nyali yaitu kekuatan politik yg dimiliki negri ini? Dimana kedaulatan negri ini?