Oleh Ummu Fatiha
Pandemi Covid-19 telah menunjukan betapa rapuhnya sistem kesehatan di Indonesia. Tingkat ketergantungan pada produk kesehatan impor dan ketidaksiapan negara dalam mengatasi pandemi berefek pada pelayanan yang tidak optimal. Hal ini menimbulkan lebih dari 100 ribu kematian akibat pandemi.
Ketika pandemi sudah mereda, rakyat Indonesia dikejutkan dengan terbongkarnya bisnis layanan tes PCR yang melibatkan pejabat di negeri ini. Rakyat dipaksa membayar agar bisa menaiki alat transportasi massal, memasuki mall dan melakukan aktivitas lainnya. Padahal kondisi tanggap darurat bencana kesehatan belum dicabut.
Pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan primer masyarakat. Siapa pun mereka, kaya atau miskin, tua atau muda berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang profesional dengan akses yang mudah. Islam telah menempatkan kesehatan sebagai nikmat yang Allah Swt berikan kepada seluruh manusia. Banyak hadis yang mendorong kaum Muslim untuk melakukan upaya kesehatan, baik preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Rasulullah saw. sendiri saat memimpin Madinah memberikan pelayanan kesehatan kepada warga masyarakat. Beliau pernah mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat umum (HR Muslim).
Para khalifah sepeninggal Rasulullah melanjutkan kebijakan ini. Negara Islam sangat memperhatikan layanan kesehatan, rumah sakit, penelitian bidang kesehatan dan obat-obatan maju sangat pesat. Misalnya sekitar tahun 1000 M, Ammar ibn Ali al-Mawsili menemukan jarum hypodermic yang memungkinkan untuk melakukan prosedur operasi katarak. Abu al-Qasim az-Zahrawi. Ia dianggap bapak ilmu bedah modern. Hal ini dikarenakan ia menemukan berbagai peralatan yang dibutuhkan dalam ilmu bedah, ia berkreasi dengan membuat plester dan hampir 200 alat bedah.
Komersialisasi pelayanan kesehatan merupakan suatu tindakan kriminal, terlebih lagi ditengah pandemi. Negara seharusnya berperan untuk dapat menyediakan fasilitas, peralatan dan sumber daya kesehatan. Intinya negara wajib menyelenggarakan jaminan kesehatan secara paripurna.
Ada empat sifat jaminan kesehatan dalam Islam. Pertama: universal. Tidak ada sistem kelas yang membedakan layanan kesehatan kepada rakyat.
Kedua, bebas biaya alias gratis. Negara tidak membebankan pungutan apa pun pada rakyat untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Ketiga, akses pelayanan kesehatan dipermudah untuk seluruh rakyat, fasilitas nya diperbanyak, tenaga kesehatannya dicukupi.
Keempat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis, tidak ada pembatasan plafon seperti halnya JKN atau BPJS. Negara menanggung semua biaya pengobatan warganya.
Sumber pembiayaan jaminan kesehatan wajib mengikuti apa yang telah ditentukan oleh syariah. Sumber pemasukan itu antara lain dari hasil pengelolaan harta kekayaan milik umum. Misalnya hasil hutan, barang tambang, gas dan minyak bumi, dan sebagainya. Sumber-sumber lain yang sah secara syar’i seperti jizyah, kharaj , fa’i , ghanimah, ‘ usyur , pengelolaan harta milik negara dan sebagainya.
Sumber-sumber pemasukan tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkualitas, memadai, dan gratis untuk seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Karena itu haram membisniskan layanan kesehatan. Terlebih para pejabat negara yang dengan sengaja memanfaatkan jabatannya. Islam mengharamkan pejabat negara menipu rakyat untuk kepentingan pribadi mereka. Hal ini karena pejabat negara adalah pelayan rakyat. Bukan malah menjadikan rakyat melayani mereka demi keuntungan pribadi.
Syariah Islam telah tegas melarang pengelola negara dan kerabatnya berbisnis ketika mereka menjadi penguasa. Hal ini dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang pernah merampas kambing-kambing harta perniagaan milik putranya, Abdullah. Karena anak nya itu menggembalakan kambingnya di padang rumput milik baitul Maal. Hewan-hewan itu lalu dijual. Lalu sebagian hasilnya dimasukkan ke baitul maal. Beliau menilai apa yang dilakukan anaknya itu adalah tindakan memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi.
Penyalahgunaan jabatan merupakan kejahatan yang sangat merusak. Wajar bila Nabi saw. bersabda:
"Siapa saja yang diberi amanah oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, niscaya Allah mengharamkan surga atas dirinya". (HR Muslim)
Kesempurnaan syariat Islam hanya bisa dirasakan bila aturan itu diterapkan secara sempurna. Penerapakan syarat Islam sebagaimana yang telah dicontoh oleh Rasulullah saw. dan dijalankan oleh para sahabat adalah sistem khilafah rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Inilah yang harus diperjuangkan oleh seluruh umat Islam.
Wallahu a’lam bishawwab