Oleh Reni Adelina
(Pegiat Literasi)
Beberapa waktu yang lalu tepatnya Jumat 22 Oktober 2021, Istana Negara Jakarta menggelar peringatan Hari Santri Nasional sekaligus Peluncuran Logo Baru Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).
Acara ini dilaksanakan secara fisik dan virtual yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri BUMN dan sebagai Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah Erick Thohir dan Gubernur BI Perry Warjiyo serta beberapa Menteri Kabinet Indonesia Maju lainnya.
Presiden Jokowi dalam pidatonya, menyampaikan bahwa pengembangan ekonomi syariah terus berjalan, termasuk di kalangan santri. Mengutip dari data The States of Global Islami Ekonomi Indicator Report yang mengatakan ekonomi syariah Indonesia berada di peringkat empat dunia. Presiden mengajak agar adan sinergi antar pemangku kebijakan supaya ekonomi syariah tumbuh lebih pesat dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) mempunyai peran penting sebagai pemainnya (VIVA.co.id, 22/10/2021).
Selain itu, presiden juga berharap MES menjadi organisasi keumatan yang mampu menjadi lokomotif pengembangan ekonomi syariah. Adanya MES juga diharapkan mampu melahirkan banyak wirausaha dari kalangan santri yang akan menjadi penggerak perekonomian yang diterima berbagai kalangan. Sehingga, ke depannya para santri bukanlah sebagai pencari kerja, tetapi juga menciptakan kesempatan kerja demi menebar manfaat seluas-luasnya bagi umat.
Hal yang sama juga telah disampaikan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, mengatakan bahwa santri berperan besar dalam menggerakkan ekonomi desa. Secara kultural pesantren dan desa seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Sebagian besar pesantren-pesantren berada di tengah-tengah desa. Para kiai pesantren merupakan rujukan utama warga desa jika mereka membutuhkan pandangan terkait masalah spiritual dan sosial. Dewasa ini, pesantren juga menjadi penggerak ekonomi desa (iNews.id, 22/10/2021).
Peran Santri Bukan Penggerak Ekonomi
Kegiatan ekonomi merupakan aspek penting dalam roda kehidupan. Namun ada aspek yang lebih terpenting yakni aspek agama. Saat ini potensi dan jati diri pesantren sebagai tempat menimba ilmu keagamaan dan melahirkan para ulama mulai buram dan kabur. Ini terlihat ketika santri dijadikan penggerak ekonomi masyarakat yang berorientasi pada materi. Seperti yang diungkapkan oleh Wakli Ketua Umum Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI) K.H Badrudin Subky. Beliau mengatakan bahwa Undang-Undang Pesantren Pasal 6 Nomor 2D tahun 2019 yang menyebutkan pendaftaran keberadaan pondok pesantren kepada Menteri Agama diduga kuat untuk menghilangkan jati diri pesantren dan untuk legitimasinya.
Pesantren yang seharusnya fokus pada pembinaan dan pemberian pemahaman Islam kepada masyarakat terkait akidah, ibadah, dan akhlak. Selain itu pesantren juga bertujuan untuk mengubah ideologi rusak yang saat ini menghujam di dalam kehidupan masyarakat. Meninggalkan ideologi kapitalis yang bernafaskan sekularisme, dan mengajak masyarakat untuk kembali kepada ideologi Islam. Melalui Islam akan mengarahkan manusia kepada jalan yang benar dan mampu memberikan permasalahan dalam segala aspek kehidupan.
Lantas yang menjadi pertanyaan. Mengapa pemangku kebijakan mendorong kalangan pesantren untuk berwirausaha dan membuka lowongan pekerjaan? Ketika santri dialihkan pada urusan-urusan duniawi, apalagi yang berbasis materi sudah tentu waktu dan tenaga tersita untuk menjalankan kegiatan ekonomi.
Bukankah, peranan santri sebagai pelita umat yang melahirkan para ulama dan cendikiawan Muslim, lalu mengapa ada agenda menjadikan santri sebagai penggerak ekonomi masyarakat?
Inilah watak dari sistem kapitalisme sekular yang menggambarkan bahwa urusan ekonomi adalah urusan utama di dalam kehidupan.
Santri, Agent of Change
Maka dari itu, agar jati diri santri dan ulama tidak dikebiri oleh pihak-pihak tertentu, maka harus ada upaya yang serius dan sungguh-sungguh mengganti sistem yang rusak ini.
Sejatinya santri adalah agent of change, agen pembawa perubahan yang mengubah masyarakat sekuler menjadi Islami, bukan sebaliknya atau terbawa pada arus sekularisme. Seharusnya para santri menjadi garda terdepan dan pelita umat dalam menerapkan syariat Islam secara totalitas.
Tentunya dalam hal ini pondok pesantren yang diperankan para santri harus tetap bersinergi dengan masyarakat luas dalam penerapan syariat. Bukan hanya pada aspek ekonomi syariah saja namun menjangkau semua aspek kehidupan seperti aspek sosial, pendidikan, hingga pemerintahan. Ketika penerapan syariat tidak bersifat prasmanan, maka akan terbentuklah kesadaran yang kolektif dan pemahaman Islam yang totalitas di tengah-tengah masyarakat.
Maka dari itu sudah saatnya, setiap umat Islam berperan penting dalam menjaga jati diri santri dan kemurnian peran pondok pesantren. Santri adalah pelita umat, yang dengannya tersimpan sejuta harapan akan lahir generasi emas yang gemilang. Sedangkan pondok pesantren merupakan wadah untuk membina para calon ulama sehingga dapat menyinari dunia dengan cahaya Islam.
Wallahua a'lam bishawwab