Oleh : Bunda Kayyisa Al Mahira
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi atau Kampus belum lama ini dikeluarkan. Aturan yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) itu terkait pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi atau kampus.
Beleid itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Aturan yang ditekan Mendikbudristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 itu mengamanatkan perguruan tinggi untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual.
Peraturan ini disahkan dengan alasan mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus. Peraturan ini lahir didasari oleh banyaknya laporan pelecehan seksual yang dilakukan dosen, pegawai bahkan pejabat kampus terhadap mahasiswi. Permendikbudristek tersebut mendapat dukungan dari sejumlah kalangan, termasuk Menteri Agama Yaqut.
Terbitnya Peraturan Mendikbudristek tentang PPKS pun menuai pro dan kontra berbagai pihak. Pihak yang kontra salah satunya ketua MUI Pusat KH Cholil Nafis sebagaimana dituliskan dalam akun twitternya @cholilnafis Jumat 12 Nopember 2021, MUI menolak Permendikbud PPKS tersebut karena dinilai bermasalah dan tolok ukurnya bertentangan dengan agama (liputan 6.com 13/11/2021).
Dalam peraturan tersebut Pasal 5 yang menjadi sorotan dan berpotensi bisa mengarahkan perilaku seks bebas dan maksiat. Hal ini berdasarkan isi dari Pasal 5 Permendikbud 30 tahun 2021 terdapat frasa "tanpa persetujuan korban". Salah satunya yang terdapat pada ayat 2 point
a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban; b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban.
j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban; l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban; dll.. (suara merdeka Banyumas.com 13/11/2021)
Dalam pasal tersebut terdapat frasa "tanpa persetujuan korban". Hal ini bermakna jika korban setuju maka tidak dianggap tindakan kriminal yang melanggar hukum bahkan pasal ini menjadi payung hukumnya. Maka pasal inilah yang dianggap melegalkan perzinahan karena jika ada konsensus/ kesepakatan maka diperbolehkan. Padahal hal ini jelas dilarang dalam Islam karena perzinahan merupakan perbuatan maksiat yang melanggar syari'at.
Menelaah secara mendalam terhadap peraturan ini maka nampak jelas membahayakan kehidupan umat dan bertentangan dengan syari'at. Peraturan tersebut membuka peluang kehidupan seks bebas di lingkungan kampus dan legal secara hukum.
Dalam Islam, hukum syariah merupakan penentu tindakan itu kejahatan atau bukan. Maka perzinaan baik dengan persetujuan ataupun tidak merupan tindakan kejahatan dan melanggar aturan syariah. Menjadikan persetujuan sebagai penentu kebolehan suatu hubungan seks di luar nikah adalah pemikiran kaum liberal yang lahir dari akidah sekuler.
Dalam pandangan kaum liberal siapapun boleh berhubungan seksual sesuai nafsu mereka seperti; zina, homoseksual, lesbian, sado-masokis, pedofilia, incest; bahkan hubungan seksual dengan mayat atau binatang. Maka Permendikbudristek ini jika diterapkan, alih-alih bisa mencegah kekerasan seksual justru menyuburkan perilaku seks bebas di lingkungan kampus.
Dalam Islam ada sanksi yang tegas bagi para pelaku zina. Pelaku seks bebas jika belum menikah (ghayr muhshan) maka dia akan dicambuk seratus kali, sedangkan jika pelakunya telah menikah (muhshan) maka akan dijatuhi hukuman rajam hingga mati. Allah SWT berfirman: "Pezina wanita dan pezina laki-laki yang berzina, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali cambukan" (TQS an-Nur [24]: 2).
Islam juga menutup celah-celah terjadinya kejahatan seksual di tengah masyarakat. Kaum pria dan wanita diperintahkan menutup aurat, menjaga pandangan, serta adanya larangan berkhalwat dengan alasan apapun. Rasululloh SAW bersabda "Siapa saja yang mengimani Allah dan Hari Akhir hendaknya tidak berkhalwat dengan perempuan bukan mahram karena pihak ketiganya adalah setan" (HR al-Bukhari).
Maka mencegah kekerasan seksual ala liberal dengan Permendikbudristek ini alih-alih menyelesaikan masalah kekerasan seksual bahkan bisa menyuburkan seks bebas. Maka satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah kekerasan seksual ini yaitu dengan penerapan Islam secara kaffah/menyeluruh, niscaya umat manusia akan terlindungi dan terjaga dalam semua aspek kehidupan.
Wallahu'alam Bishowwab
Tags
Opini