Oleh : Afrin Azizah
Peraturan salah kaprah terbentuk lagi dengan dalih mencegah adanya kekerasan seksual di kalangan perguruan tinggi. Permendikbudristek 30/2021 atau permen PPKS yang membuat banyak kontroversi dari berbagai kalangan.
Seperti halnya Ketua Majelis Syura PKS mengkritisi Permen PPKS dimana tercantumnya pengertian tentang kekerasan seksual yang dibatasi, yaitu tanpa persetujuan korban. Artinya jika ada persetujuan atau suka sama suka maka tidak tergantung disitu, tidak dimasukkan ke dalam kekerasan seksual ini (www.Suara.com 10/11/2021).
Lalu, apakah dengan terbitnya permen Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual ini benar-benar bisa tuntas dalam mencegah adanya kekerasan seksual?
Banyaknya kontroversi yang menolak Permen PPKS ini bukan tanpa alasan, kenapa?
Tercantum dalam pasal 5 yang hanya mengatur kekerasan seksual tanpa adanya persetujuan korban, yang berarti bahwa Mendikbud melegalkan zina di luar ikatan pernikahan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan adab norma dan agama.
Tidak tertulis secara tegas bahwa dalam Permen PPKS melegalkan perzinaan, akan tetapi dalam point yang menjadi fokus utama tetaplah “persetujuan korban” yang berarti membuka pintu kebebasan sebesar-besarnya bagi siapapun yang merasa bahwa jika ada persetujuan maka boleh melakukan zina.
Peraturan ini dibentuk bukan tanpa dasar, melainkan sudah mengakarnya paham sekulerisme yang memisahkan antara kehidupan dan agama. Peraturan yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga moralitas dan perilaku generasi malah sebaliknya, membebaskan perilaku yang seharusnya bisa diatasi dengan sikap tegas dari negara.
Adapun dicabutnya peraturan ini, bukan juga menjadi solusi tuntas untuk mengatasi kekerasan seksual yang terjadi saat ini. Karena masih diterapkannya kapitalisme yang melahirkan akidah sekuler hingga terbentuklah pemikiran serta perilaku liberal di negeri ini.
Kampus yang seharusnya menjadi pencetak kader-kader unggul di masa depan, malah tercemar dengan arus budaya dan pemikiran liberal dari barat sehingga akan menjadi sumber racun bagi masyarakat sekitarnya. Bukankah tujuan pendidikan adalah membentuk sumber daya manusia yang cerdas dan berakhlak mulia?
Dengan memahami akar dari permasalahan kekerasan seksual ini, maka timbulah kesadaran bahwa dengan masih diterapkannya ide-ide kapitalis sekuler liberal tidak akan bisa merubah suatu keadaan, karena yang seharusnya diterapkan yaitu kembali kepada aturan Sang Khalik Allah سبحانه وتعلى yang sudah terbukti berabad-abad memimpin ¾ dunia pada saat aturan Islam ditegakkan.
Dalam Islam sudah memiliki aturan-aturan yang mencegah dan menyolusi kasus kekerasan ataupun kejahatan seksual.
Pertama, Menerapkan sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan dengan memerintahkan menutup aurat atau segala sesuatu yang bisa merangsang sensualitas., membatasi interaksi antara laki-laki dan perempuan kecuali dalam beberapa aktifitas seperti aktifitas pendidikan ( sekolah ), ekonomi ( perdagangan ) dan kesehatan ( Rumah Sakit ).
Kedua, Sistem kontrol sosial berupa perintah amar makruf nahi munkar yakni saling menasihati dalam kebaikan dan ketaqwaan juga menyelisihi segala bentuk kemaksiatan dengan cara yang baik.
Ketiga, Islam memiliki sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Contoh sanksi bagi pelaku tindak pemerkosaan yakni dirajam ( dilempar batu ) hingga mati jika sudah menikah atau dijilid ( dicambuk ) 100 kali dan diasingkan selama setahun jika belum menikah.
Rasulullah ﷺ bersabda :
“ Dengarkanlah aku, Allah telah menetapkan hukuman bagi mereka itu, perawan dan perjaka yang berzina maka dikenakan hukuman cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan pria yang sudah tidak perjaka dan perempuan yang sudah tidak perawan ( yang keduanya pernah bersetubuh dalam status kawin), maka akan dijatuhi hukuman cambuk dan dirajam.” ( HR. Muslim )
Begitu pula bagi seseorang yang melucuti pakaian perempuan sehingga nampak auratnya, mencium perempuan yang bukan mahramnya dan sebagainya dihukumi sebagai perbuatan jarimah (kriminal) dan sanksinya berupa takzir yang akan ditetapkan oleh qadhi. Semua sanksi dalam Islam ditegakkan sebagai bentuk penebus dosa kemaksiatan ( jawabir ) dan sebagai pencegah orang lain melakukan pelanggaran serupa agar jera ( zawajir ).
Dengan diterapkannya aturan Islam secara menyeluruh, maka bukan menjadi mimpi disiang bolong terbentuknya kader-kader pencetak generasi cemerlang dalam negeri ini, bukan sistem kapitalis sekuler liberal seperti sekarang yang membebaskan kejahatan seksual terjadi dalam setiap elemen masyarakat.
Wallahua’lam bhisawab..