Penulis: Nani, S.PdI
Kasus penghinaan terhadap Islam dan ajaran Islam kembali berulang, baik berupa penghinaan terhadap Allah, Rasulullah SAW, Ulama, tempat ibadah kaum muslimin maupun terhadap ajaran Islam. Masih segar dalam ingatan kita penyobekan dan pemanan Medan, yang dilakukan oleh Donibuangan lembaran Al-Qur’an di jal Irawan Malay. Berikutnya penghinaan terhadap perempuan bercadar di akun Facebook, lalu pelemparan Al-Qur’an di Makassar.
Sebagaimana yang dilangsir MuslimahNews.com, FOKUS — Ajaran Islam dan ulamanya kembali terhinakan. Kali ini, pelakunya adalah seorang komika atau komedian bernama Dani Jaya Wardhana yang akrab dipanggil McDanny. Viral video yang menayangkan penghinaannya terhadap ulama HRS. Bukan hanya ulamanya yang ia hina, bahkan syariat pun ia lecehkan. Tak sampai di situ, masih di atas panggung, ia menghina ulama dengan menyebut, “F*** H4bib Rizi3q,” sambil tertawa lepas dan terus berjoget. (newsdetik, 19/10/2021)
Sungguh menyesakkan dada kala melihat tumbuh suburnya pelaku istihza, yaitu orang yang mengolok-olok agama dan menjadikannya bahan tertawaan. Penghinaan agama di panggung oleh seorang komika bukan kali ini saja, bahkan para pelawak yang katanya menghibur para penonton kerap pula menjadikan agama sebagai konten olok-olok mereka. Sebut saja Pandji Pragiwaksono, Coki Pardede, Tretan Muslim, Joshua Suherman, Uus, Ernest Prakarsa, atau Ge Pamungkas. Sederet nama ini setidaknya telah menjadikan panggung komika sebagai medium mengolok-ngolok ajaran agama yang sakral. Bukan hanya para pelawak, tetapi politikus, intelektual, hingga pejabat pun kerap pula kita temukan menghina agama.
Sama halnya dengan kasus seorang artis yang diduga lakukan pelecehan bacaan sholat, baca niat sambil terkekeh. Publik figure tersebut seperti tak henti-hentinya membuat kontroversi. Video tersebut menuai banyak kecaman dari netizen. Pasalnya hal tersebut diduga telah lecehkan bacaan rukun islam yang ke 2. Aksinya dianggap kurang pantas karena dianggap bercandakan bacaan umat islam.(20/10/ 2021).
Berulangnya kasus penodaan dan penistaan agama ini membuktikan bahwa negara telah gagal dalam menjamin serta melindungi agama dan penganutnya. Undang-undang buatan manusia tidak efektif untuk menghentikan semua itu.
Ditambah lagi penegakan hukumnya seringkali tidak memenuhi rasa keadilan. Ini yang membuat orang tidak jerah untuk menista agama, justru malah menambah daftar nama penista agama.
Di negeri yang menganut sistem demokrasi kapitalis termasuk negeri kita maka atas nama HAM seseorang bisa bebas bertindak sesuai dengan keinginannya. Selama tidak ada yang terganggu, maka dianggap sah-sah saja. Hal ini wajar, karena sistem demokrasi kapitalis, menjadikan manfaat sebagai asas dalam kehidupan dan dalam implementasinya, sistem demokrasi kapitalis melahirkan liberalisme atau kebebasan.
Liberalisme dalam sistem demokrasi kapitalis mengajarkan empat kebebasan yang sangat destruktif, yaitu kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan dan kebebasan berperilaku. Empat kebebasan inilah yang saat ini mencengkeram kuat negeri-negeri di dunia, termasuk negeri-negeri Islam. Dan menjadi biang keladi munculnya berbagai macam pemikiran dan tingkah laku yang menyimpang dari Islam yang lurus.
Kebebasan berpendapat inilah yang melahirkan orang-orang yang berani mengeluarkan pendapat-pendapat yang kemudian menyimpangkan kebenaran Islam, menghina dan menghujat ajaran islam yang sudah pasti kebenarannya, seperti kebenaran al Quran, kemakshuman Rasulullah bahkan mengobrak-abrik ajaran Islam.
Inilah yang sesungguhnya membahayakan umat Islam, yang lambat laun kemudian semakin mengikis dan mengaburkan pemahaman Islam yang benar di tengah-tengah kaum muslimin.
Oleh karena itu, hukum positif buatan manusia yang berlandaskan sekularisme tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan penodaan agama. Bahkan, hukum kerap kali terkangkangi politik, sehingga permasalahan umat tak pernah selesai di bawah payung hukum sekuler.
Tidak adanya daya negara dalam memberikan sanksi yang membuat efek jera pada mereka, bahkan terkesan didiamkan dan dilindungi. Sehingga tidak heran jika penistaan agama itu akan terus ada selama tidak diterapkannya Islam dalam kehidupan bernegara.
Islam Punya Solusi
Sebagai diin yang sempurna, tidak akan membiarkan tersebarnya pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Dalam Islam, tidak ada larangan seseorang untuk berpendapat selama tidak bertentangan dengan aqidah dan hukum-hukum Islam, bahkan berkewajiban untuk mengoreksi penguasa ketika ia melihat ada kebijakan khalifah atau penguasa lainnya yang menyimpang dari syariah.
Islam juga memandang bahwa aqidah dan syariah Islam adalah perkara penting yang harus ada dan tetap eksis di tengah-tengah masyarakat.
Pun Negara adalah institusi yang bertugas mewujudkan pandangan ini. Atas dasar itu, negara tidak akan menoleransi pemikiran, pendapat, paham, aliran atau sistem hukum yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. Negara juga tidak akan mentoleransi perbuatan-perbuatan yang menyalahi akidah dan syariah Islam. Dalam kasus penistaan agama pun, Islam telah sangat jelas memposisikan dan menanganinya.
Dalam sistem Islam, negara berperan besar dalam melindungi umat dari segala keburukan dan terabaikannya hukum syara, aturan Allah dan RasulNya. Islam memposisikan kepala negara sebagai penaggungjawab bagi urusan rakyatnya dan ia sebagai perisai bagi umat yang akan menjaga dan melindungi rakyatnya, sebagaimana yang tercantum dalam hadits-hadits Rasulullah saw.: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Bukhari).
Kita bisa mengambil pelajaran di masa Islam berjaya, dimana Khilafah Utsmaniyah sanggup menghentikan rencana pementasan drama karya Voltaire yang akan menista kemuliaan Nabi Muhammad SAW.
Pada Saat itu Khalifah Abdul Hamid II langsung mengultimatum Kerajaan Inggris yang bersikukuh tetap akan mengizinkan pementasan drama murahan tersebut.
Khalifah berkata, “Kalau begitu, saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengobarkan jihad akbar!” Kerajaan Inggris pun ketakutan. Pementasan itu dibatalkan. Sungguh, saat ini umat membutuhkan pelindung yang agung itu. Itulah Khilafah.
Oleh karena itu, marilah kita tinggalkan sistem demokrasi kapitalisme yang hanya akan membawa kesengsaraan dan malapetaka bagi umat.
Sudah tiba waktunya untuk menerapkan hukum Allah dan RasulNya secara kaffah di muka bumi ini, yang akan melindungi Islam dan kaum muslimin dari setiap upaya yang ditujukan untuk menggerus, menistakan dan melenyapkan aqidah Islam. Semua ini hanya mungkin dilakukan jika syariah Islam diterapkan secara total dalam sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah ’ala minhâj an-Nubuwwah.
Wallahu a’lam bishshawab