Pembangunan Infrastruktur Merupakan Tugas Negara




Oleh : Rindoe Arrayah

             Pandemi Covid-19 yang belum pasti kapan berakhir telah memberikan efek yang sangat luar biasa terhadap kehidupan masyarakat. Di saat pergerakan ekonomi kabupaten/kota lain di Indonesia menurun, Kabupaten Buteng justru mengalami kenaikan. Sehingga, pemerintah propinsi sangat mengapresiasi kinerja Pemkab Buteng dibawah kepemimpinan Bupati H. Samahuddin..

H. Samahuddin, selaku Bupati Buteng memahami betul jika infrastruktur dasar, utamanya jalan terus digenjot dengan kualitas terbaik di masa jabatannya saat ini. Dengan perbaikan dan pembangunan infrastruktur jalan berkualitas baik tersebut, ekonomi masyarakat pun bergerak dengan baik dan lancar. Menurutnya, jalan itu adalah “kantornya rakyat” setiap hari. Beliau mencontohkan, dulunya dari Wamengkoli menuju Mawasangka membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Sekarang, dapat ditempuh satu jam. 

Dilansir dari Publiksatu.com, membangun infrastruktur sama halnya membangun peradaban. Begitu kata Bupati Buteng. Setiap tahunnya APBD Buteng lebih difokuskan pada pembenahan dan pembangunan infrastruktur. Utamanya menggenjot infrastruktur dasar yang sangat dibutuhkan masyarakat, seperti jalan, listrik, air, serta pelayanan pendidikan dan kesehatan. Langkah ini menurutnya, mampu menerjemahkan visi misi Presiden Joko Widodo dalam program Nawacita. Salah satunya membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Jika kita mekihat dalam sistem ekonomi kapitalis, termasuk yang diterapkan di Indonesia, biaya pembangunan dan pemeliharaan berbagai macam infrastruktur diperoleh dari sektor pajak. Pajak sebagai pemasukan terbesar penerimaan negara, ditambah dari pinjaman atau uang luar negeri dan melalui skenario kerjasama pemerintah dan swasta yaitu kontrak kerjasama antara Pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur atau layanan publik dalam jangka waktu panjang (biasanya 15-20 tahun). 

Dalam sistem kapitalisme, infrastruktur lebih berorientasi pada keuntungan materi. Namun, pembangunan infrastruktur pada sistem kapitalisme tidak menyentuh langsung terhadap kesejahteraan dan perbaikan hidup masyarakat secara langsung. Sebab pembiayaannya saja sepertu gali lubang tutup lubang dengan bunga riba yang haram. 

Berbeda halnya dengan sistem Islam, infrastruktur adalah hal penting dalam membangun dan meratakan ekonomi sebuah negara demi kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, pemerintahan Islam wajib atau memiliki tanggung-jawab untuk membangun infrastruktur yang baik, bagus dan merata ke seluruh pelosok negeri.

Dalam buku The Great Leader of Umar bin Al Khattab halaman 314-316 menceritakan bahwa Khalifah Umar Al Faruq (Umar bin Khattab) menyediakan pos khusus dari Baitul Mal untuk mendanai infrastruktur khususnya jalan dan semua ihwal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan. Tentu dana ini bukan berasal dari dana utang dan pajak yang memberatkan rakyat seperti yang umumnya ada dalam sistem kapitalisme.

Begitu pula Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah membagi infrastruktur dari sisi kepemilikan menjadi 3 jenis: 

Pertama: Infrastruktur  milik umum. Jenis ini terbagi menjadi dua. Ada Jalan-jalan umum dan sejenisnya seperti laut, sungai, danau, kanal atau terusan besar seperti terusan suez,  lapangan umum dan masjid. Lalu,  pabrik/industri  yang berhubungan dengan benda-benda milik umum seperti pabrik/industri eksplorasi pertambangan, pemurnian dan peleburannya; juga pabrik/industri minyak bumi dan penyulingannya. be

Kedua, infrastruktur milik negara yang disebut dengan marâfiq. Marâfiq adalah bentuk jamak dari kata mirfaq, yaitu seluruh sarana yang dapat dimanfaatkan; meliputi sarana yang ada di pedesaan, propinsi maupun yang dibuat oleh negara selama sarana tersebut bermanfaat dan dapat membantu. Marâfiq ‘âmmah ialah seluruh sarana umum yang disediakan negara agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat seperti sarana pelayanan pos, surat menyurat, telepon, kiriman kilat, teleks, sarana televisi, perantara satelit, dan lain-lain.Alat pembayaran berupa alat tukar, jasa titipan, pertukaran mata uang, uang emas dan perak cetakan, atau penukaran uang cetak. Negara melayani berbagai transaksi tadi. Selama pelayanannya tidak mengandung riba, dibolehkan.

Ketiga, infrastruktur yang bisa dimiliki oleh individu seperti industri berat dan senjata, landasan pesawat terbang, sarana ransportasi seperti bus dan pesawat terbang  serta yang lainnya.

Adapun dalam pendanaan untuk pembangunan infrastruktur pada sistem pemerintahan Islam, ada pemungutan pajak (dharîbah) namun beda dengan kapitalisme. Karena ia hanya dipungut dalam kondisi kas negara dalam keadaan kosong dan dipungut dari orang-orang kaya saja. 

Penarikan dharîbah ini juga dilakukan secara temporer hingga kas negara terpenuhi. Selebihnya, pemasukan negara dalam Khilafah Islamiyah didapatkan dari berbagai macam pos-pos pemasukan yang diizinkan oleh Asy-Syâri’ berupa harta-harta fai dan kharaj, pemasukan dari pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dan pos khusus pemasukan zakat (khusus pos pemasukan yang terakhir, ia tidak boleh dicampur dengan pemasukan-pemasukan lainnya dan tidak boleh dialokasikan selain kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat). 

Sungguh, sangat indah terasa manakala syari’at Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Umat akan merasakan kehidupan yang penuh dengan kesejahteraan serta keberkahan.

Wallahu a'lam bishowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak