PEMBANGUNAN IKN : PRIORITAS RI'AYAH ATAU POTENSI BAHAYA



Penulis: sabrina nusaibah

 

Presiden Jokowi menegaskan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara Kalimantan Timur akan terus berjalan meski Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19. Hal ini ditegaskan pula oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Kepala Bapenas Suharso Monoarfa mengungkapkan bahwa pembagunan ibu kota baru (IKN), saat ini persiapannya sudah mulai berjalan. Dimulai membuat skema pembangunan. Berdasar master plan Bapenas, pembangunan diperkirakan memakan waktu kurang lebih 15 sampai 20 tahun, di samping itu rancangan undang-undang pembangunan IKN sudah masuk dalam prolegnas tahun 2021. 

Alasan pemerintah ngotot memindahkan ibu kota ke Penajam Utara karena melihat kondisi DKI Jakarta semakin berat bebannya. Dalam hal ini kepadatan penduduk. Inilah alasan yang mendesak dilakukan. Kemacetan lalu lintas yang terlanjur parah, polusi udara dan air yang harus segera ditangani kata Jokowi. 

Telah diketahui biaya pembangunan menurut Ketua Bapenas, bahwa porsi dana yang digunakan pembangunan ibu kota sebanyak 466.98 triliun dana terdiri dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dan swasta. Kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) sekitar 19% dari (APBN) dan sisanya 81% dilakukan oleh investor swasta. 

Sementara saat ini menurut pengamat Ekonomi dari institute for development of economic and finance (INDEF), Ahmad Hari Firdaus, mengatakan bahwa pemerintah saat ini mengalami defisit kian diperlebar bahkan lebih dari 5%. Menurutnya bagaimana pemerintah bisa mengalokasikan anggaran untuk pembagunan infrastruktur di ibukota baru sementara defisit harus ditekan. (tribunnews com, 11/8/2020).

Sungguh sebuah pertanyaan besar bagi masyarakat mengapa pemerintah ngotot membangun ibukota negara baru sementara kondisi ekonomi yang belum pulih akibat wabah. 

Negara Berlepas Tangan

Seharusnya pemerintah fokus dalam menanggulangi wabah Covid-19, bukan justru membuat proyek mercusuar yang menelan biaya tidak. Apalagi dengan menggandeng investor asing dalam pendanaan mega proyek ibukota negara baru. 

Sementara upaya untuk mengatasi wabah Covid-19 tak kunjung didapatkan oleh rakyat, meski ada hanya sekadarnya saja. Tidak bisa menyelesaikan masalah secara tuntas. Pemerintah hanya menetapkan kebijakan darurat kesehatan bukan menjamin segala urusan rakyat di tengah pandemi. 

Tidak heran jika para pemimpin saat tidak memiliki rasa peka dan empati terhadap rakyatnya. Padahal rakyat butuh perlindungan atas nyawa dan kesehatan dirinya, bukan malah mengalihkan urusan yang tidak urgent. 

Selain itu pemerintah menyerahkan mega proyek kepada swasta secara keseluruhan. Diaantaranha pembangunan properti pembangunan infrastruktur dan penyediaan barang dan jasa. Di samping itu pembangunan ibu kota pemerintah akan melakukan proses build- lease -transfer artinya, pemerintah membuka lebar bagi investor untuk semakin menguasai negeri ini. 

Sungguh miris hidup di dalam sistem kapitalis. Urusan nyawa tidak lebih penting dibanding pemindahan ibu kota negara baru. Inilah bukti pemimpin yang menjalankan sistem kapitalis lebih mementingkan urusan pengusaha dan asing ketimbang urusan rakyatnya.

Hal ini sangat berbeda dengan sistem  pemerintahan Islam, bahwa seorang pemimpin memiliki tanggung jawab penuh atas rakyatnya. Sebagaimana sabda  Rasulullah saw.:Seorang Imam atau khalifah adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban  atas rakyat yang dia urus." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Bahwa hubungan pemerintah dan rakyat adalah hubungan pengurusan dan tanggung jawab. Kebijakan seorang khalifah berpijak pada akidah Islam, sehingga setiap beban pula tanggung jawab yang ada di pundaknya akan dipertanggungjawaban di akhirat kelak. 

Prinsip dasar Islam dalam hal pengaturan berada di atas syariat Islam, ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Demi melindungi nyawa dan keselamatan rakyatnya dengan melalui jaminan kesehatan dengan biaya gratis pengobatan sebelum atau saat terjadi pandemi Covid-19. Selain itu, jaminan kebutuhan pokok menjadi tangung jawab khalifah saat terjadi wabah atau tidak. 

Jika berkaitan dengan pembangunan ibukota baru, maka khilafah perlu menelaah kembali kepentingannya tanpa mengabaikan kondisi masyrakat. Khilafah juga tidak menggantungkan kepada pihak swasta manapun, oleh karenanya khilafah tidak bisa disetir oleh negara lain kecuali disetir oleh syariat. 

Khilafah dalam sejarah peradaban Islam merupakan negara yang memiliki kekuatan super power. Sehingga tidak satu pun negara yang mampu mengintervensi negara khilafah terkecuali mereka mulai meninggalkan sistem Islam sebagai landasan bernegara. 

wallahu a'lam bissawab.

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak