Oleh : Ummu Beyza
Kementerian perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI) belum lama ini memperbaharui Peraturan menteri perdagangan (Permendag) RI No. 20 tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor salah satunya minuman keras atau minuman beralkohol (minol).
Perubahan ini terletak pada pasal 27 Permendag tahun 2014 yang menyatakan bahwa pengecualian bawaan minuman beralkohol (minol) boleh di bawah 1000 ml menjadi longgar di Permendag No. 20 tahun 2021 bahwa minol bawaan asing boleh 2500 ml.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia ini mendapat penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurut Kiai Cholil, kebujakan permendag ini memihak kepentingan wisatawan asing agar datang ke Indonesia. Tapi merugikan anak bangsa dan pendapatan negara. Kerugian tersebut terletak pada melonggarnya peredaran miras dan menganggapnya sebagai hal yang biasa.
Dengan tegas dikatakan Kiai Cholil, dirinya meminta Kementerian Perdagangan membatalkan atau paling tidak, merevisi Permendag Nomor 20/2021 itu.
Dalam sistem Kapitalisme, miras bukanlah suatu yang haram. Keberadaannya tidak dilarang, tetapi diatur dan diawasi.
kemudharatan yang diakibatkan oleh minuman keras atau khamr sudah tidak perlu diragukan buktinya. Terbukti dari banyaknya generasi yang semakin rusak, baik akhlak, kejahatan bahkan kehilangan nyawa karena miras.
Karena banyaknya kerusakan yang ditimbulkan, sehingga syariat Islam memandang bahkan mengkategorikan miras adalah induk kejahatan.
Setiap individu masyarakat berkepentingan untuk menjaga ketertiban, ketentraman dan menjaga kemuliaan moral sebuah masyarakat. Semua ini tentu harus ditunjang oleh kebijakan pemerintah yang melarang produksi dan peredaran miras.
Problema miras yang tak kunjung usai di Indonesia sesungguhnya tidak bisa dipisahkan atau berpangkal dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini berhasil membuka ruang bermunculannya bisnis haram termasuk miras.
Dengan hadirnya kebijakan ini, maka pemerintah telah melalaikan tugas melindungi masyarakat dari kemaksiatan dan kerusakan akibat miras, pemerintah malah membuka peluang untuk kerusakan itu muncul ditengah masyarakat.
Dimana letak penjagaam pemerintah terhadap publik bila sebuah kebijakan malah mengabaikan keselamatan dan ketentraman publik?
Perlu dipahami, bahwa miras tidak hanya merusak pribadi peminumnya. Miras juga berpotensi menciptakan kerusakan bagi orang lain. Mereka yang sudah tertutup akalnya oleh miras berpotensi melakukan beragam kejahatan, bermusuhan dengan saudaranya, mencuri, merampok, membunuh, memperkosa dan kejahatan lainnya. Pantas jika Nabi saw. menyebut khamr sebagai ummul khaba’its (induk dari segala kejahatan):
اَلْخَمْرُ أُمُّ الْفَوَاحِشِ، وَأَكْبَرُ الْكَبَائِرِ، مَنْ شَرِبَهَا وَقَعَ عَلَى أُمِّهِ، وَخَالَتِهِ، وَعَمَّتِهِ
Khamr adalah biang kejahatan dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya dan saudari ayahnya (HR ath-Thabarani).
Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan miras (khamr) mulai dari pabrik dan produsen miras, distributor, penjual hingga konsumen (peminumnya). Rasul saw. bersabda:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا وَ مُعْتَصِرَهَا وَ شَارِبَهَا وَ حَامِلَهَا وَ اْلمَحْمُوْلَةَ اِلَيْهِ وَ سَاقِيَهَا وَ بَائِعَهَا وَ آكِلَ ثَمَنِهَا وَ اْلمُشْتَرِيَ لَهَا وَ اْلمُشْتَرَاةَ لَهُ
Rasulullah saw. telah melaknat terkait khamr sepuluh golongan: pemerasnya; yang minta diperaskan; peminumnya; pengantarnya, yang minta diantarkan khamr; penuangnya; penjualnya; yang menikmati harganya; pembelinya; dan yang minta dibelikan (HR at-Tirmidzi).
Syariat Islam jelas mengharamkan miras yang tertulis dalam Surat Al-Maidah ayat 90 yang memandang meminum khamr sebagai dosa besar dan pelakunya harus dijatuhi sanksi dijilid 40 kali dan bisa lebih dari itu.
Islam juga mengharamkan dan menghilangkan semua hal yang terkait dengan khamr, mulai dari perizinan, produksi (pabrik), distribusi (toko yang menjual minuman keras), hingga yang meminumnya. Semuanya dilaknat Allah SWT.
Oleh sebab itu, untuk mewujudkan impian masyarakat yang tentram, bersih, bermartabat dan bermoral tinggi, hendaknya mendorong kita melipatgandakan perjuangan untuk menerapkan syariah Islam dalam bingkai sistem politik yang telah ditetapkan Islam, yakni sistem Khilafah.
Wallahu'alam Bishowwab
Tags
Opini