Pelaku Kekerasan Seksual Ditindak Lunak, Menghilangkan Rasa Aman pada Anak

 




Oleh Leihana 

Ibu Pemerhati Umat 


Takut dan ngeri, itulah gambaran perasaan yang  dirasakan oleh para ibu di nusantara. Bagaimana tidak ketika melihat sikap lembaga yang semestinya memberi rasa aman justru melunak terhadap pelaku kekerasan seksual. 


 Lembaga komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bertugas menjamin penyiaran konsumsi publik di media elektronik bebas dari nilai-nilai yang berbahaya, justru pegawainya menjadi   pelaku kekerasan seksual. Bahkan  ditambah lagi sikap lunaknya terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak yang kembali diliput ketika bebas dari tahanan dan disambut bak pahlawan. 


 Muncul pro dan kontra lantaran kembalinya Saipul Jamil di industri pertelevisian. Akibat dari pro kontra tersebut,Komisi Penyiaran Indonesia(KPI) sebagai pengatur penyelenggaraan penyiaran di Tanah Air mendapat kritikan pedas dari berbagai kalangan

(investing.com, 5/9/21). 


Selain dinilai lunak dan memberi ruang terhadap residivis pelaku kekerasan seksual pada anak-anak di bawah umur. KPI juga dinilai bersikap abai pada tujuh pegawai pusatnya yang melakukan perundungan dan kekerasan seksual pada rekan - rekan kerjanya. Karena menurut laporan tindakan kantor pusat KPI tidak tegas hanya merubah dan memindahkan divisi pelaku bukan menindaktegasnya. Seperti dikutip Republika.co (22/10), seorang pria pegawai KPI Pusat mengaku sebagai korban perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tujuh pegawai di Kantor KPI Pusat selama periode 2011-2020.


Pengakuan korban itu muncul ke publik lewat siaran tertulis yang diterima oleh sejumlah media nasional di Jakarta. Dalam pengakuan itu, korban mengaku mengalami trauma dan stres akibat pelecehan seksual dan perundungan yang menjatuhkan martabat dan harga diri korban.


Korban menyampaikan ia sempat melapor ke Komnas HAM dan kepolisian. Namun, saat melaporkan kasus yang dia alami, polisi yang menerima laporan meminta korban menyelesaikan masalah itu di internal kantor.


Korban pun melapor ke kantor, tetapi aduan itu hanya berujung pada pemindahan divisi kerja dan pelaku tidak mendapat hukuman. Pemindahan itu, kata korban lewat siaran tertulisnya, tidak menghentikan perundungan dari para pelaku. (Republika.co, 2/9).


Miris dengan kondisi saat ini bagaimana tidak, KPI dan televisi nasional begitu  lunak pada pelaku kekerasan seksual. Artis dangdut  Saiful Jamil setelah dibebaskan dari masa hukumannya sebagai pelaku kekerasan seksual pada anak di bawah umur. Bahkan justru mendapatkan tawaran tampil kembali di panggung hiburan tanah air dan disambut bak pahlawan. 


 Mantan suami Dewi Perssik itu telah menyelesaikan hukuman penjara selama lima tahun usai tersandung kasus pelecehan seksual.

Sebelumnya, santer dikabarkan sudah banyak job yang menanti penyanyi dangdut tersebut. Kabarnya, ia juga akan kembali ke panggung hiburan Tanah Air. (Riau24.com, 2/9) 


Meski akhirnya KPI menindak pelaku Kekerasan seksual di internal lembaganya juga menghentikan penayangan Saiful Jamil kembali di media televisi nasional. Namun nyatanya langkah itu dianggap terlambat dan tidak mencerminkan tugas lembaganya yang semestinya menyaring tayangan layak tonton untuk seluruh kalangan penduduk Indonesia khususnya anak-anak. Sikap lunak itu tercermin dari terlambatnya proses penanganan kekerasan seksual di internal lembaganya. 


Kekerasan seksual dilakukan beramai-ramai oleh pegawai KPI baru diproses setelah desakan kuat muncul dari publik. Kasus lain berupa sikap toleran KPI atas tampilnya artis pelaku kekerasan seksual di TV menegaskan lembaga ini begitu lunak memperlakukan pelaku kekerasan seksual. 


Hal ini berbanding terbalik  dengan kampanye nasional anti kekerasan seksual. Serta bertolak belakang dengan tugas lembaga KPI itu sendiri yang bertugas menyaring dan menyensor tayangan di media nasional. Ternyata justru meloloskan tayangan yang tidak layak dan mengancam rasa aman bagi anak dan orang tuanya dari pelaku kekerasan seksual. 


Kekerasan seksual tetap menjadi wabah menjijikkan di negeri mayoritas Muslim bila nilai dan sistem sekuler dipraktikkan. Bahkan mendefinisikan kekerasan seksual saja bisa terus mengalami perubahan.  Selain tidak memasukkan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat, sistem sekularisme membuat standar benar salah. Halal haram menjadi bergantung pada penentu hukum yaitu manusia. Para kapitalis yang mengutamakan keuntungan daripada kepentingan dan keselamatan rakyat banyak inilah akar dari bencana kekerasan seksual saat ini. 


Memberantasnya dengan sikap tegas dan hukuman menjerakan mustahil lahir dari sistem sekuler liberal seperti saat ini. Karena hukum sanksi yang diberikan tidaklah membuat jera, tidak jarang pelaku yang telah bebas mengulang kesalahannya karena ringannya hukuman dan terbukanya jalan kembali di tengah masyarakat dengan dukungan toleransi dari lembaga berwenang. 


Oleh karena itu, untuk memberantas kekerasan seksual hingga ke akarnya dan tidak tumbuh kembali adalah dengan  mengganti sistem kehidupan yang saat ini diterapkan dengan sistem Islam yang sempurna. Karena dalam Islam, pelaku perzinaan saja diancam sanksi yang berat dirajam hingga mati bagi yang sudah menikah. Apalagi pelaku kekerasan seksual sesama jenis pada anak-anak tentu sanksi lebih tegas Islam tegakkan sehingga tidak mungkin terulang kembali karena pelakunya bahkan tidak layak hidup.


 Pemberlakuan sistem Islam kafah justru akan menghentikan berbagai macam perilaku menyimpang. Rasa takut dan efek jera bagi pelakupun akan berdampak positif tidak akan terulang nya kasus serupa. Walhasil dengan penerapan sistem ini  maka terjamin secara pasti keamanan anak-anak untuk hidup bermasyarakat tanpa rasa takut menjadi korban pelecehan maupun kekerasan seksual.


 Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak